Kembali ke kota perantauan, Alethea berpikir apapun yang ia rasakan saat bersama ataupun tanpa Faisal akan menghilang begitu saja. Tapi tentu ia salah. Mualnya memang hilang. Tapi berganti dengan dada berdebar ketika berdekatan dengan laki-laki itu. Dan Alethea? Kesal setengah mati. Ini jelas berada di luar kontrol!
Berminggu-minggu sebelum UAS dilangsungkan, Alethea harus bisa menahan jengkel karena apapun yang ia rasakan ini tak kunjung mereda. Bahkan berdoa dengan berbagai macam rangkaian doa kepada Tuhan pun serasa tidak berefek apa-apa. Tapi marah pada Faisal rasanya tidak masuk akal. Laki-laki itu akan menganggap Alethea gila karena marah-marah tidak jelas padanya.
Seminggu sebelum UAS, Alethea sudah standby di gedung hotel untuk melakuan jobdesk-nya sebagai juru foto. Beberapa jepretan dan video telah berhasil ia tangkap dan hasilnya cukup memuaskan. Konferensi yang mereka adakan cukup sukses dengan mendatangkan pembicara sesuai tema dan partisipan sebanyak lebih dari 150 orang. Benar-benar menakjubkan. Untung saja Rendy memberitahunya tentang event ini.
"Ale," panggil sebuah suara membuat Alethea menoleh. Sepertinya ia mengenali suara itu.
"Ada yang bisa dibantu?" tanya Alethea sebelum benar-benar mengenali laki-laki yang memanggilnya. "Oh, pak Wildan! Selamat siang, pak."
"Selamat siang," balas Wildan ramah. "Jangan panggil bapak kalau kita sedang tidak bekerja, oke? Aku udah pernah bilang, kan?"
"Ah ya, maaf. Mas Wildan salah satu pembicaranya, ya?" tanya Alethea membuka percakapan.
"Iya. Kamu panitia juga?"
Alethea hanya mengangkat kamera yang menggantung di lehernya sambil tersenyum seakan mengatakan 'as you can see'.
"Jiwa pubdekdok nya nggak luntur-luntur, ya?" canda Wildan diiringi tawa kecil dari Alethea. "Acaranya masih lama?"
Alethea langsung melihat rundown acara di balik nametag-nya dan melihat ke urutan acara terakhir. "Mungkin jam dua nanti sudah selesai, Mas. Mas Wildan tampil sebentar lagi, kan?"
"Iya. Mau pulang bareng, nggak? Aku agak lama di sini."
"Mmm nggak usah, Mas. Makasih banyak. Aku udah sama Rendy soalnya masih ada urusan di luar."
"Oh gitu. Oke deh."
"Aku ke depan dulu, ya, Mas?" Alethea berusaha pamit dengan sopan dan diikuti anggukan penuh keramahan dari laki-laki tadi. Fiuh!
Beberapa jepretan lagi-lagi tersimpan di memory card yang menancap di kamera yang Alethea pakai. Masih ada satu pembicara dan satu penampilan penutupan. Setelah itu semuanya beres. Mungkin akan ada evaluasi akhir dan foto-foto sebelum pulang. Dan Alethea akan bisa belajar untuk UAS dua hari lagi. Dan bertemu Faisal.
Ya Tuhan, padahal tadi udah lupa! Arghh!!
.......
Dua minggu ujian telah terlewati. Dengan sukses dan tidak. Well, nobody's perfect. Seberapa kuat keinginan Alethea untuk berada di sini pun pasti tidak akan semudah membalikkan telapak tangan. Selesai dengan ujian terakhirnya, Alethea menuju gazebo untuk menunggu temannya. Tidak ada lagi jajanan yang biasa dijualkan karena sudah memasuki bulan puasa. Sore ini Alethea akan pulang dan ia benar-benar tidak sabar untuk itu. Semoga saja dalam tiga bulan ke depan, ia akan benar-benar menghilangkan keanehan yang bersangkutan dengan Faisal ini.
"Sholat, Al."
Alethea mendongak dan mendapati Faisal berdiri bersama seorang perempuan, teman mereka.
"Baru aja kelar. Lo jadi balik kapan, Sal?" tanya Alethea.
"Besok pagi. Lo jadi hari ini?"
Alethea hanya mengangguk menjawabnya. "Lo bareng Faisal, Kin?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Impulse (editing)
Romance(MATURE CONTENT!! PLEASE CHOOSE YOUR STORY CAREFULLY) Bagaimana jika hal yang selama ini kamu hindari adalah sumber kebahagiaan orang tuamu? Selama ini Alethea berpikir mimpinya akan membawa kebahagiaan juga kebanggan bagi orang tuanya. Ia tidak sep...