Would you mind if I still loved you?
Would you mind if things dont last?
Would you mind if I hold onto you
So that I wont crash
Selesai dengan ending lagunya, Alethea mengerang sambil meregangkan tubuhnya di sandaran kursi. Beberapa bunyi rekatakan terdengar dan Alethea tersenyum puas karenanya. Dalam sekejap ia bangkit dan mulai merapikan kertas-kertas yang berserakan di kasur juga pensil warna yang bertebaran dari kasur hingga lantai kamarnya. Dua bocah yang berpotensi menyebabkan kekacauan lebih besar itu sedang bermain bersama Farel di bawah. Dengarkan saja tawa dan teriakan mereka yang mampu menciptakan senyuman di bibir Alethea.
"Hai," sapa sebuah suara membuat Alethea menoleh. "Ganggu, nggak?"
I wish, batin Alethea kesal. "Nggak juga." Sambil terus mengambil satu persatu pensil warna yang berceceran, Alethea bertanya, "Ada apa?"
"Aku mau ajak kamu jalan-jalan." Tanpa menghiraukan pandangan heran Alethea, Adam memutuskan untuk membantunya mengambil beberapa pensil warna di dekat kakinya.
"You know?" Alethea menghentikan kegiatannya dan berdiri menghadap Adam. "Papi memang gitu orangnya. You don't have to do everything he said. I believe you're a busy person..."
"It has nothing to do with your father," potong Adam. Lagi-lagi aksen british-nya cukup untuk membuat Alethea mengerjap. "Aku memang lagi pengen ngajakin kamu jalan."
Hahaha. Lihat apa yang lo lakuin sekarang, Al. Andai ruh bisa keluar dari tubuh lo begitu aja, lo akan tertawa puas setelah kepergok mantengin badan Adam sampai segitunya.
Alethea menggeleng tak percaya dan melanjutkan kegiatan merapikan kamarnya sekaligus mengelihkan pikirannya sendiri. "Atau aku harus minta bantuan papi untuk bawa kamu jalan-jalan?"
Holy crap!
Dalam sedetik Alethea mendongak dan menatap Adam yang dengan santainya memandangnya tenang. "Saya turun sepuluh menit lagi," kata Alethea akhirnya.
"Okay. Ini ditaruh mana?"
Hanya dengan mengulurkan tangannya, Alethea menerima beberapa batang pensil dari Adam. Dan tentu saja Adam memanfaatkannya untuk merasakan sengatan listrik itu lagi. Sepertinya Alethea bahkan tidak menyadari itu, ya?
Well, bagaimana mau sadar kalau pikiran Alethea sendiri sedang kacau?
Hari ini Adam tiba-tiba muncul dengan kemeja putih yang lengannya dipingkis hingga ke siku dan celana biru dongker. Lengkapi dengan beberapa pensil di tangannya juga gayanya yang santai tapi tersirat sedikit keseriusan di sana.
Hhhh.... Breathe, Ale.... Breathe....
Ting!
Alethea segera menuju ke arah laptopnya dan membuka e-mail yang baru saja masuk. Dari Ramond. Laki-laki itu meminta Alethea utnuk menemuinya di kantor pukul 7 pagi di hari Senin. Ah, pasti ada kaitannya dengan pengajuan kepindahan Alethea.
Just a bit more, batin Alethea sambil menyunggingkan senyum.
...........
"Kita makan dulu, ya? Dari keluar rumah kamu tadi belum makan apa-apa, kan?"
Adam memutar roda kemudianya dan melihat Alethea mengangguk. Tangannya gatal ingin menyentuh rambut Alethea dan mengelusnya. Siapa tau Alethea malah memberikan senyuman. Tapi sepertinya kemungkinan itu terlampau mustahil.
"Kamu mau makan apa? Seafood, chinese, steak?"
"Apa saja saya oke."
Ah ya. Jangan harap Alethea akan berubah hanya dalam semalam di pernikahan Amel itu. Itu hanya agar pernikahan teman Alethea tidak hancur. Tapi toh itu sudah membuat Adam cukup berbahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Impulse (editing)
Romance(MATURE CONTENT!! PLEASE CHOOSE YOUR STORY CAREFULLY) Bagaimana jika hal yang selama ini kamu hindari adalah sumber kebahagiaan orang tuamu? Selama ini Alethea berpikir mimpinya akan membawa kebahagiaan juga kebanggan bagi orang tuanya. Ia tidak sep...