"Segitu cintanya sama kaus kaki. Dapet kaus kaki putih polos aja udah seneng minta ampun."
"Makasih, Mas."
Dengan tiga set kaus kaki bertema sailor itu, Alethea menghadiahi Adam dengan ciuman mesra di bibir yang langsung disambut oleh Adam. "Kalau aku beli perusahaannya, kamu bakalan kasih aku apa?"
Alethea mendongak dan menatap Adam dengan berbinar. "Kamu maunya apa?"
"Mau kamu aja. Bisa digodain, pahalanya banyak juga... Aww!! Iya. Udah, udah..." Adam menatap sedih ke arah istrinya yang tersenyum puas. Perlakuan Alethea selanjutnya yang mengelus hidungnya lembut bahkan tidak mebuat lengkungan di bibirnya berubah.
"Ngambek? Udah sering ditarik hidungnya baru ngambeknya sekarang? Kenapa? Di luar ada yang ngelus-ngelus terus? Manja-manjain, hmm?" Tangan Alethea bergerak menuju telinga Adam tapi laki-laki itu menghindar.
"Mana boleh suudzon sama suami sendiri," kata Adam dengan wajah cemberut. Masih dengan nada ngambek seperti itu, Adam menjauh dan menuju sofa. Televisi ia naikkan volumenya sambil membuka toples berisi kacang telur.
Tidak seperti sebelumnya, tidak ada lagi suara dentingan dari dapur dan seketika yang terdengar hanya suara dari televisi dan remahan kacang dari mulut Adam. Alethea tak beranjak dari posisinya. Tangannya menggenggam rangkaian foto hasil USG yang di tempel di pintu kulkas. Sebuah penanda bagi Alethea tentang anggota baru yang sedang tumbuh di dalam perutnya.
She's gonna be a mom. And she surely would have never expect that it would be this soon. Alethea akan menikmati hari-hari ketika ia melakukan regular check up dan mendengar detak jantung bayi di dalam perutnya, tapi juga terkadang masih merasa canggung ketika keluar rumah dan mendapati pandangan orang-orang langsung tertuju pada perutnya.
Sebuah kecupan yang diikuti pelukan mesra dari suaminya membuat Alethea tersenyum. Pipinya memanas dan jantungnya berdetak lebih cepat.
"He's gonna come out soon," ucap Adam di telinga istrinya.
"He's gonna be just like you, isn't he?" Alethea mendongak dan menyentuh rahang Adam yang hari itu ditumbuhi bulu-bulu kasar dan menimbulkan sensasi geli di telapak tangannya.
"He's gonna have your side too. Like how he poked me when I try to seduce you."
Alethea mengamini gurauan suaminya dengan tawa yang kemudian disambut oleh Adam sendiri. That's true, though. Alethea tidak perlu sering-sering menarik hidung Adam yang sudah mancung itu karena kali ini ada bayi mereka yang akan berkontribusi untuk itu. Mungkin tidak menyakitkan, tapi cukup agar Adam tidak menjahili Alethea dengan omongan-omongan atau tangannya yang bisa begitu saja bermain di seluruh tubuh Alethea tanpa peringatan.
"Mau anaknya difoto nanti? Temenku ada yang specialist baby photography," tanya Alethea menawarkan.
Adam tak pernah absen untuk meminta print hasil USG Alethea dari Shania dan membuat 2 copy. Satu untuk di pintu kulkas dan satu lagi untuk di tempel di album foto khusus untuk anak mereka. Dan tak ketinggalan juga Adam menyewa fotografer khusus untuk mendokumentasikan kehamilan Alethea di usia kehamilan 12 minggu, 25 minggu, dan 35 minggu.
"Boleh. Nanti kalau udah seminggu atau dua minggu di rumah aja. Nggak usah buru-buru."
Ting! Tong!
"Bunda?" tanya Alethea.
"Mungkin. Aku lihat dulu."
Adam menyempatkan untuk mencium bibir istrinya sebelum melangkah menuju pintu depan. Terlihat tiga orang berdiri di teras depan pintu dan siap kembali menekan bel rumah ketika ia membuka pintu.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam. Gimana kabarnya, Bunda?" Adam langsung mencium punggung tangan ibu mertuanya dan menerima jawaban baik dari beliau.
"Baik, Bang?" Kali ini Adam menyalami Farel beserta istri dan anaknya yang ikut mengantarkan bunda.
"Baik, alhamdulillah. Nggak ngerepotin, kan?"
"Santai aja kali, Bang."
Suasana rumah yang awalnya sepi dan adem ayem, menjadi ramai terutama ketika Malika bertemu dengan Alethea dan mengeluarkan ocehan-ocehan lucu. Salah satu hal terindah di hidup Adam juga yang membuat Adam yakin kalau Alethea akan menjadi ibu yang baik untuk anak-anak mereka.
"Barang-barangnya sudah disiapkan di mobil semua, Al? Atau masih ada yang kurang?" tanya Bunda membuat Alethea menoleh.
"Udah semua, Bun. Tinggal bawa aja."
"Ready terus kan, Dam? Kontraksi selama ini belum ada yang mengkhawatirkan?"
"Nggak ada, Bunda. Rendy juga sering dimintain tolong buat jaga Ale kalau di rumah sendirian. Biar bisa langsung ke rumah sakit kalau ada apa-apa."
"Berapa kali kontraksinya udah, Al?" tanya Bunda beralih pada Alethea.
"Tiga." Alethea beranjak menuju dapur untuk mengambil minuman yang telah ia siapkan ketika Adam membuka pintu tadi.
"Pembantu kalian kemana, Dam? Kok berdua aja?"
"Lagi keluar sebentar, cari buah buat Ale. Pengen apel terus dari kemarin. Padahal udah habis hampir lima buah kemarin."
"Udah mau lahir tapi masih banyak mau ya, cucu Eyang?" Bunda mengelus perut anaknya dengan lembut dan penuh kasih sayang. Percayalah, bunda juga tak ingin kalah bersaing merebut posisi kedua bersama mama Adam untuk yang paling tak sabar menunggu kelahiran cucu pertamanya.
Ketika kembali dan meletakkan minuman di meja, Alethea memutuskan untuk duduk di samping Adam.
"Itu dibawain baju buat nanti kalau udah agak besar. Warnanya macem-macem, modelannya juga. Anget loh itu."
"Kak Lona juga pilihin beberapa. Lucu-lucu itu." Kali ini Farel yang baru keluar dari kamar langsung ikut nimbrung di ruang TV.
Alethea terdiam. Tangannya yang satu mengelus perutnya dan yang satu lagi menggenggam tangan Adam. Sepertinya kontraksi lagi.
"Sayang?" Adam menatap istrinya dengan alis bertaut dan khawatir di dalam hati. "Napas dulu, kayak waktu latihan." Adam memang terdengar tenang, tapi jantungnya berdebar. Ia merasa hari ini anak pertamanya akan lahir.
"Kunci mobil di mana?" tanya Farel. Setelah mendapatkan jawaban dari Adam, Farel langsung menuju lemari kaca di antara ruang tamu dan ruang TV.
"Ke rumah sakit, ya? Kuat jalan?" Adam kembali pada istrinya dan mengelus tangannya.
"Bentar dulu."
"Bunda sama kamu ke mobil dulu, ya? Kamu sama Malika duduk depan," Farel mulai menginstruksi dan membantu Adam membawa Alethea ke mobil.
"Digendong, ya?" Mendapat gelengan dari Alethea, Adam langsung bangkit dan siap menahan tubuh Alethea ketika perempuan itu siap berdiri.
Alethea menggeleng dan berkata sambil meringis, "Masih bisa jalan."
"Whenever you're ready."
Okay, okay.... One, two.... "Oh my God..."
Alethea pada akhirnya berhasil mencapai mobil. Tapi satu hal yang mereka lupakan hari itu. Hari kerja di jam makan siang.
----------
11/30/2018
edited : 10/14/2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Impulse (editing)
Romance(MATURE CONTENT!! PLEASE CHOOSE YOUR STORY CAREFULLY) Bagaimana jika hal yang selama ini kamu hindari adalah sumber kebahagiaan orang tuamu? Selama ini Alethea berpikir mimpinya akan membawa kebahagiaan juga kebanggan bagi orang tuanya. Ia tidak sep...