Bagian Enam Belas

6.1K 450 5
                                    

Kepulangan Alethea hari ini begitu mendadak bagi orang tuanya. Bayangkan saja, sampai pintu depan rumahnya diketuk, Alethea bahkan tidak berkata apa-apa. Barulah ketika Papi membuka pintu, orang tuanya mengetahui kepulangan anaknya.

"Ya ampun nggak bilang-bilang!" omel Bunda sebelum menerima kecupan di punggung tangannya dan memeluk putri bungsunya. "Loh? Kok cuma segini? Mana barang kamu yang lain, Al?"

"Cuma segini doang, Bunda. Hari Minggu nanti udah balik ke Jakarta lagi," ujar Alethea sambil melangkah ke dalam rumah. "Yang lain mana, bun?"

"Ya kerja lah, Al. Cuma ada bunda sama Shifa di kamar lagi main sama Malika sama Shasha."

"Oh ya?" That's great!

Langsung saja Alethea menuju kamar untuk meletakkan koper dan jaketnya sebelum masuk ke kamar sebelah dan menemukan Shifa begitu terkejut dengan kedatangannya.

"Astaga! Kok nggak ada ngomong-ngomong tiba-tiba nongol!" protes Shifa sambil memeluk adik iparnya.

"Biar surprise dong! Hai!!" Alethea mencium pipi kedua keponakannya dengan sayang dan menerima mainan dari tangan Malika sebelum bocah itu duduk di pangkuannya begitu saja. Well, even she misses me.

"Nggak bareng sama Adam, Al?" tanya Shifa.

"Nggak," jawab Alethea singkat. "Aku mau beli es krim di perempatan itu deh, Kak. Mau nggak?"

"Nggak deh. Aku titip aja buat mas Farel. Tapi jangan kasih liat ica sama caca. Nanti nangis kalau nggak dikasih."

"Oke deh. Ica turun dulu, ya Sayang?" Alethea menurunkan Malika kembali ke kasur dan bersiap keluar rumah ketika hapenya berbunyi. Nomor tidak dikenal.

Dengan sedikit keraguan Alethea menekan tombol hijau dan menempelkan speaker ke telinganya.

"Ale," sapa suara di seberang.

Hhhh... Seakan di Jakarta tidak cukup mengganggu.

"Selamat pagi," sapa Alethea saat membuka pintu rumah.

"Kamu di mana, Al? Aku ketokin pintu apartemen kamu dari tadi tapi kata satpam kamu udah keluar bawa koper dari tadi pagi buta."

"Saya sedang di Surabaya. Ada perlu apa?"

"Well, aku mau antar kamu ke kantor, tapi kamu malah di Surabaya."

"Terima kasih atas kebaikan kamu, Mas. Tapi saya bisa sendiri. Apa ada lagi yang mau kamu bicarakan?" Hanya dengan melongok ke kanan dan ke kiri, Alethea menyebrang dan menuju ke persimpangan tempat es krim yang ia maksudkan berada.

"Kalau boleh sih aku mau ngobrol banyak sama kamu. I wanna know everything about my future wife."

Woah!

Bukan, bukan Alethea terkejut dengan rasa penasaran Adam. Tapi aksennya! Man, that sexy british accent tho!

"Al? Kamu masih denger kan? I'm sorry kalau aku bikin kamu nggak nyaman"

"No, that's fine," potong Alethea cepat. "If you wanna talk.... Saya belum siap. Dan belum tentu perbincangan itu akan ada gunanya di masa mendatang."

"Aku nggak memilih untuk menjadi pesimistis sekarang, Al."

"Well," whatever. "Apa kamu nggak ada pasien hari ini?"

"Jadwal operasi masih satu jam lagi. Aku punya banyak waktu untuk kamu."

"But, I don't. Selamat pagi, Mas Adam." Klik!

Malam jumat, Bunda sedang pergi untuk menghadiri pengajian, Wilona sekeluarga menghadiri pernikahan teman Andra, dan Farel sedang jalan-jalan bersama istri dan anaknya. Tinggal Alethea dan papi di rumah. Hanya suara Tv yang terdengar sampai akhirnya papi memanggil Alethea di kamar.

"Tara," panggil papi dari ruang TV.

"Iya, pi," sahut Alethea yang kemudian keluar kamar dan melongok. "Kenapa, pi?"

"Turun sini. Papi mau ngomong sama kamu."

Papi jarang sekali ngobrol serius dengan anak-anaknya. Tapi sekalinya serius, biasanya itu menyangkut hidup dan mati anak-anaknya.

"Kenapa, Pi?" tanya Alethea setelah duduk dengan nyaman di sofa menghadap papinya.

"Kamu umur berapa sekarang?" Papi balik bertanya.

"Dua delapan."

"Kerjaan enak?"

"Mantap, pi," jawab Alethea diiringi senyuman bahagia.

"Betah di Jakarta?"

"Betah kok."

"Alhamdulillah kalau kamu memang happy sekarang." Selanjutnya papi menghela napas dan berkata, "Kamu pasti sudah tau bunda mulai menentukan tanggal pernikahan kamu dengan nak Adam, kan?"

Kali ini Alethea yang menghela napas dan senyuman di bibirnya hilang begitu saja. "Nanti aku mau ngomong lagi sama bunda..."

"Papi yang minta," potong papi membuat Alethea mendongak. "Papi sama bunda udah nggak muda lagi, Ra. Kamu juga sudah cukup dewasa untuk menikah. Papi suka melihat kamu sama Adam. Dia cocok buat kamu."

"Pi, come on! Aku belum siap menikah, pi."

"Apa lagi yang masih menghalangi kamu? Apa kamu sudah punya pacar tapi nggak bilang ke papi?"

Kenapa malah jadi kayak bunda? "Nggak, pi. Gini deh. Kenapa harus secepat ini? Dan kenapa nggak... seenggaknya tanya dulu apa Tara mau atau nggak? Emangnya Adam itu setuju?"

"Adam sudah setuju untuk meneruskan perjodohan ini. Malah kamu aja yang selalu minta dibatalkan. Apanya sih yang masih kurang dari Adam? Dia sudah punya pekerjaan tetap, mapan, anaknya baik dan sopan sama orang tua, nggak sungkan sama papi sama bunda, dia juga dewasa."

Dan brengsek! Itu yang papi nggak tau.

"Papi mau kamu melihat sesuatu." Lalu papi bangkit begitu saja ke kamar. Dua menit kemudian beliau kembali ke ruang TV dan menyerahkan kertas yang terlipat pada Alethea. "Kamu baca itu."

Menuruti titah papinya, Alethea segera membuka lipatan kertas itu dan mulai membacanya. Hasil check up atas nama papi bulan lalu. Well, apakah Alethea pernah berkata ia tidak mengerti masalah medis?

"Ini apa, pi?" tanya Alethea bingung.

"Penyakit jantung papi nggak bisa lagi dibilang enteng, Ra. Sudah nggak ada obatnya selain kehati-hatian papi. Dan papi masih pengen ngeliat kamu menikah, masih pengen jadi wali kamu."

God please. Not like this!

"Menikah dengan Adam, Ra. Papi akan bangga kalau kamu mau menuruti keinginan papi yang satu ini. Setelah itu papi nggak akan minta apa-apa lagi."

Setengah mati Alethea menahan agar air matanya tidak jatuh. Tapi sayang ia tidak berhasil. Dengan cepat ia menghapus air matanya dan menunduk agar papinya tidak melihat.

Sambil mendekat dan mengelus kepala putri bungsunya, papi berkata, "Kamu perempuan dewasa, Ra. Sendirian di Jakarta. Papi meminta bukan karena keinginan papi semata, tapi papi mau kamu ada yang jagain di sana. Juga kalau nanti papi udah nggak ada. Bunda juga sudah nggak sanggup kalau pindah, kakak kamu sudah berkeluarga, abang juga begitu. Hanya kamu yang papi khawatirkan. Dan papi percaya sama Adam."

Ya Allah tolong bantu aku....

"Tadi papi sudah ngomong dengan Adam dan dia sedang di perjalanan kesini sekarang. Besok kamu datang ke pernikahan temen kamu sama Adam, ya? Kasih dia kesempatan untuk lebih dekat dengan kamu. Biar kamu juga lebih mengenal dia dengan baik."

Papi, please...

----------

06/27/2018

edited : 09/10/2020

Impulse (editing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang