Bagian Tiga Puluh Lima

6.9K 435 4
                                    

"Gaji kamu berapa sih, Mas?"

"Kan udah punya PIN ATM. Tinggal klik klik aja udah bisa lihat."

Sayangnya Alethea tidak pernah melakukan pengecekan saldo di atm suaminya. Bahkan menarik uang dari salah satu kartunya pun tak pernah. Tidak berani lebih tepatnya.

"Kamu bisa sewa iconic terus dapet flight kayak kemarin bikin aku takut lihat saldo tabungan kamu. Apalagi travel agent-nya bisa cepet gitu. Vidy sama Rendy aja harus dua minggu sebelumnya telfon dulu."

"Iya dong. Suami kamu bakalan lakuin apa aja asal kamu bahagia." Ibu jari Adam mengusap buku-buku tangan Alethea lembut.

Ini adalah hari ke delapan mereka di Yunani. Setelah dua hari pertama mereka habiskan di Athena, empat hari selanjutnya di Mykonos lalu empat hari terakhir mereka habiskan di Santorini. Sesuai perkataan Alethea barusan, Adam berhasil mengambil suite di Iconic Hotel dengan fasilitas dan pemandangan luar biasa. Padahal biasanya booking hotel Iconic dengan fasilitas ini tidak bisa di-booking dalam tiga hari saja seperti kemarin. Di Mykonos saja Adam bisa mendapatkan Anax resort.

Who is this guy that I marry?

Malam ini Alethea sedang tengkurap, menghadap ke arah pintu kaca yang langsung menampilkan night sky dan laut luas. Satu tangannya menggenggam tangan Adam di samping lengannya. Suaminya itu masih setia setangah menindih tubuhnya yang telanjang dan sesekali menciumi pundaknya.

"Awalnya aku pikir kamu aneh karena mau-mau aja kerja di sini," ucap Adam memecah keheningan yang sudah berlangsung ber-menit-menit lamanya itu. Tapi saling diam seperti ini, saling merasakan kulit yang langsung bersentuhan, mereka sama-sama tidak ingin mengakhirinya. "Tapi sekarang aku ngerti kenapa kamu nggak pernah pulang."

Alethea hanya diam, tak menanggapi. Batinnya tak berhenti berteriak dan matanya berulang kali berkedip perlahan, mencoba untuk meredam dirinya sendiri.

"Sayang?"

"Hmm?" Suara Alethea hampir tidak terdengar oleh telinga Adam. Perempuan itu begitu damai dengan posisi dan perasaannya yang tenang.

"Badan Mas nggak berat, ya?" tanya Adam heran. Memang sih, hanya sebagian atau mungkin setengah lebih sedikit bagian dari tubuh Adam yang berada di atas tubuh Alethea. Tapi bobot Adam pasti lebih berat dari perempuan itu.

"No," jawab Alethea dengan suara yang sama. Matanya mulai berat dan ia siap untuk tidur. Tapi beban yang sejak tadi bertengger di sebagian punggung dan kaki nya menghilang seiring dengan gerakan kasur.

"Sini, Sayang. Tidur di aku aja. Hari ini jalan terus, kamu capek. Masih ngeladenin aku juga," Adam mengelus rambut istrinya lembut. Tak lama Alethea menoleh dan langsung merebahkan kepala di dadanya. Adam tau Alethea mendengkur, tapi dengkurannya bahkan terlalu halus untuk dikatakan sebagai dengkuran.

"Aku di sini, Sayang. Cuma untuk kamu."

Satu kecupan Adam daratkan di kepala Alethea. Cukup lama ia bertahan hingga ketika ia lepaskan, mata Adam juga ikut terasa berat. Tapi tangan Alethea yang tiba-tiba menggenggam lengannya kencang, membuatnya menunduk. "Sayang?"

"Mas...."

Hampir saja Adam membangunkan Alethea dari tidurnya. Tapi cepat ia urungkan niatnya ketika Alethea kembali bersuara, "I'm with you.... unngghh... I left my job... hhmm... My precious life so I can take care of you.... Don't leave...."

Butuh waktu sekitar satu atau dua menit bagi Alethea untuk mengungkapkan kalimat itu. Banyak jeda lama dan sesenggukan di sela-sela perkataannya dan Adam jadi tidak tega. Tapi jujur saja ia penasaran. Apakah ia memimpikan Adam? Benar, kan itu Adam?

"Ssshh... I'm not leaving," bisik Adam sambil mengusap kepala Alethea. "I'm here, sweetheart."

Alethea sempat menggeliat sebentar sebelum kembali ke posisinya semula. Adam yang memperhatikan gerakannya sejak tadi hanya diam, membiarkan perempuan itu mencari kenyamanannya sendiri. Dan jika itu adalah Adam, maka Adam akan sangat bahagia. Tapi setidaknya mendapati perempuan itu bahagia di dekatnya pun Adam sudah senang luar biasa.

..........

"Senyumnya buat hape doang nih? Suaminya dong disenyumin, jangan dianggurin."

Alethea langsung mendongak mendengar suara Adam dalam mode setengah manja setengah nyinyir. Tapi senyuman dan binar mata Alethea tidak redup. Ia malah tertawa kecil dan menyandarkan tubuhnya di dada Adam sambil mencium rahang tegas di hadapannya.

"Kanapa sih? Malah ketawa-ketawa sendiri," tanya Adam bingung. Ia memeluk tubuh istrinya yang menyamping. Tapi istrinya itu tidak mau lepas dari layar hape yang telah menyita perhatiannya.

"Tiga hari lagi anak-anaknya Kak Rista mau dititipin ke apartemen. Boleh kan, Mas? Boleh dong..."

Beberapa hari ini Alethea sedang mengalami mood swing yang aneh. Adam berpikir mungkin saja itu efek datang bulan. Kalau mengingat tanggal pernikahannya, seharusnya Alethea sudah beberapa hari terlewat. Tapi mau berharap istrinya itu sedang hamil juga tidak ada tanda-tanda yang mendukung. Jadi Adam hanya berasumsi kalau istrinya akan haid dalam waktu dekat. Dan ketika mood-nya bagus seperti ini Adam tidak boleh melewatkannya.

"Boleh kok. Mau bawa satu keluarga besar juga boleh asal muat," ujar Adam yang kemudian disambut dengan senyuman lima jari dari Alethea. Tak tanggung, Alethea langsung berjinjit dan mencium pipi suaminya.

"Thank you, thank you, thank you!!" ucap Alethea senang.

Tau gitu gue bawa aja keponakan-keponakan. Gue suruh nginap di apartemen aja sampe puas, batin Adam sambil menggeleng tak percaya melihat kelakuan istrinya yang menggemaskan. "Pak Karim udah datang tuh. Yuk!" Adam melepaskan pelukannya dan menggandeng Alethea sambil membawa satu koper. Ia mengikuti sopir yang dikirim kakak sepupu Alethea menuju mobil hitam. Setelah semua barang masuk, Adam dan Alethea pun ikut masuk di jok belakang.

"Langsung pulang, Mas, Mbak?" tanya pak Karim sambil melihat dari kaca sopir.

"Ke rumah makan padang di dekat rumah sakit Tjipto dulu, Pak," sahut Alethea. Tubuhnya tidak mau lepas dari dekapan Adam sejak masuk ke mobil tadi. Ia sendiri masih heran kenapa, tapi ia menikmatinya.

"Baik, Mbak."

Baru beberapa menit keluar dari bandara, Alethea sudah kembali tertidur di pundak Adam. Padahal sepanjang perjalanan 18 jam tadi Alethea sudah mendapatkan jatah tidur yang banyak sekali. Ditambah dengan kebiasaan barunya yang suka sekali menempel pada Adam semakin membuat laki-laki itu bingung, tapi menikmatinya juga. Daripada Alethea lepas dari pandangan lalu malah bertemu dengan laki-laki lain, kan? Hffhhh. Memikirkannya saja sudah membuat Adam kesal sendiri.

Seperti sebelumnya, Alethea memesan porsi yang lebih banyak di rumah makan itu. Yah, tak apalah. Setelah keadaan saat Alethea pulang itu, Adam akan memastikan Alethea tidak sekurus itu lagi.

----------

08/14/2018

edited : 09/24/2020

Impulse (editing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang