Berada di Jakarta mempermudah Alethea untuk menolak setiap perintah bunda yang memintanya untuk keluar bersama Adam. Well, bunda tidak bersamanya, kan? Dan bunda juga tidak perlu tau betapa sibuknya Alethea hingga tidak memiliki waktu untuk Adam. Dan yang lainnya.
Cut to the next two months, Alethea sedang menerima telfon dari bundanya dan suasananya terdengar tidak baik.
"Ale sibuk, Bunda. Udah masuk quater akhir, banyak yang harus dikerjain." Sambil satu tangannya memegang hape, tangan yang lain mengacak benda-benda di mejanya guna menemukan kertas yang ia yakini berada di sana.
"Nggak mungkin sesibuk itu sampai kamu nggak punya weekend. Ini sudah berminggu-minggu, Ale. Nggak masuk akal kesibukan kamu itu."
Dalam satu tekanan, Alethea menekan tombol di telephone mejanya dan berkata, "Siska, ke ruangan saya sekarang." Lalu ia beralih ke bundanya lagi. "Nggak masuk akal gimana sih, bunda? Ale beneran sibuk. Malem aja di apartemen masih ngerjain laporan. Pagi udah harus balik lagi ke kantor buat checking dan presentasi. Weekend nanti Ale harus ke Singapura buat check yang di sana. Mananya yang nggak masuk akal?"
"Ada yang bisa dibantu, miss?" tanya Siska yang sedetik sebelumnya masuk dan berdiri di hadapan Alethea.
"Kamu cari sketsa yang tadi pagi saya buat. Saya yakin ada di atas meja atau mungkin di drawer. Tolong atur jadwal saya malam ini untuk bicara dengan Dion dan Ramond. Pukul tujuh malam, lewat web saja. Tolong atur dua jam pertemuannya. Lalu pesankan saya makan malam ke apartemen tepat setengah tujuh. Tempat biasanya aja, ayamnya diganti dengan tuna. Saya mau waktu saya kembali sketsa itu sudah ada di atas meja saya dan meja saya sudah rapi kembali."
Menerima anggukan dari asistennya, Alethea meninggalkan ruangan dan kembali berbicara di mobile. "Bunda, Ale kan udah bilang itu dibatalin aja. Ale nggak ada waktu. Apalagi saat-saat kayak gini. Ale sendiri sibuk banget, jarang tidur. Memangnya Adam juga masih mau ketemu Ale? Masih ingat dia sama Ale? Dia udah sama pacarnya itu, bunda. Please.... Ale nggak bisa banget ngomong beginian sekarang...."
"Selamat siang, Miss Ale," sapa seorang teknisi yang dibalas anggukan oleh Alethea.
"Pokoknya bunda mau kamu jalan-jalan sama Adam. Beberapa jam doang. Atau mungkin makan siang sama dia, apa susahnya sih menyishkan satu jam atau dua jam buat Adam?"
"Jadwal Ale bener-bener penuh, bun. Makan siang aja di kantor, nggak bisa keluar."
"Kalau gitu bunda yang ke Jakarta. Sekalian sama Wilona yang mau ke Rista. Bunda mau tau kesibukan kamu seperti apa sampai nggak punya waktu buat calon suami kamu sendiri."
"Bunda, Ale sibuk," sekali lagi Alethea mencoba memberi pengertian dan menahan diri agar tidak menaikkan nada biacaranya. "Ale nggak akan punya waktu buat bunda juga kalau dadakan begini."
"Bunda mau lihat aja kamu bekerja. Kamu nggak perlu peduli bunda ada di sana atau nggak. Bunda Cuma mau lihat. Hari Senin nanti bunda berangkat sama kakakmu dan Malika. Suka nggak suka, bunda akan tetap ke jakarta." Klik!
Oh my God!
Ya sudah terserah! Dibilangin juga nggak bisa kan?
Alethea menenangkan deru napasnya dan menghadap ke arah asisten bos besar. "Ramond di dalam?" tanya Alethea berusaha setenang mungkin.
"Silakan, Miss. Pak Ramond sudah menunggu."
Bagus.
Tak berlama-lama di dalam, Alethea langsung kembali ke ruangannya yang sudah kembali rapi. Tanpa lupa berterima kasih pada asistennya, Alethea kembali menekuni berkas-berkas di tangannya hingga ketukan di pintunya terdengar. Ketika ia mendongak, pintu itu telah terbuka dan seorang laki-laki dan perempuan yang sudah sering masuk begitu saja ke ruangannya kali ini menimbulkan senyuman lebar di bibir Alethea.
"Lama banget kalian?" tanya Alethea sambil mempersilakan mereka duduk di hadapannya.
"Biasa, Rendy suka ribet kalau ketemu cewek bening dikit," adu Vidy sambil melirik satu-satunya laki-laki di ruangan. "Lagi ngapain lo?"
"Proyek baru. Minggu depan kalian jangan kemari dulu. Sampai gue bilang keadaannya bagus," ujar Alethea sambil menyingkirkan berkas di mejanya.
"Kenapa?"
"Bunda mau dateng. Gue bilang kalau gue sibuk banget tapi maksa juga. So, kalau kalian datang nanti malah kacau," jelasnya.
"Masih masalah dokter itu?" Kali ini Rendy bersuara.
"Yeah, mau masalah apa lagi? Gue udah bosan nanggepin bunda yang ngomel terus masalah orang ini. Biasanya juga kalau gue minta batal ya diturutin aja. Gara-gara si Adam dokter kayaknya."
"Ya cepat ataupun lambat lo akan tetap menikah, kan?"
Alethea hanya menggigit bagian dalam bibirnya ketika Rendy berkata seperti itu. Well, ya. Tapi ia juga tidak menginginkannya. Terjebak dalam sebuah ikatan....
"Kejadian itu udah lama banget, Al," Vidy memecah keheningan. "Lo udah jadi orang yang berbeda sekarang. Liat deh sekeliling lo. Berapa banyak sih orang yang punya kesempatan bisa berada di posisi yang sama seperti lo sekarang?"
"And yet every single word's still true."
"True? Not at all! You are not just anybody now. Youre Alethea Tara Harris. You should be proud of yourself! Lo punya pekerjaan tetap, gaji gede, apartemen oke, orang tua lo sayang sama lo, lo punya kita, boss lo bukan orang brengsek seperti di novel, rekan kerja lo bukan orang busuk kayak di film, apalagi yang belum lo syukuri?"
Kenyataan itu memang mampu memukul Alethea hingga ke sanubarinya. Tapi rasanya perih luka lama itu masih terasa denyutnya hingga ke permukaan dadanya.
"Gue tahu Adam yang dijodohin sama lo itu." Setelah keheningan yang cukup lama, Rendy akhirnya buka suara lagi. "Dia cukup terkenal untuk dokter seusianya. Udah jadi spesialis bedah saraf sejak umur dua enam, dan cuma setia sama satu cewek untuk waktu yang cukup lama. Nama ceweknya Sekar Arumi Ningsih. Temennya Kay."
Kalimat terakhir itu mampu membuat dua pasang mata perempuan di ruangan tertuju pada Rendy.
"Mereka temenan dari kuliah fashion di Singapura. Sekarang beda agency, tapi tetap dekat. Gue sih nggak mengkhawatirkan pacar Adam, tapi Kay. Dia pasti bakalan semakin ngata-ngatain lo kalau tau lo yang dijodohin sama Adam."
Alethea menarik napas dalam sambil memejamkan matanya dan menghembuskannya perlahan. See? Betapa rumit kehidupan ketika hal macam ini sudah ikut campur. Tidak semua orang butuh cinta, oke?!!
"Fuck this shit!" maki Alethea tanpa ia tahan lagi. Perempuan itu bangkit dan menatap keluar jendela, ke arah pemandangan kota Jakarta yang tak lepas dari warna abu-abu.
"Kita di sini kalau lo butuh apa-apa, Al," ujar Vidy. Ia mengerti apa yang tengah sahabatnya alami. Sayangnya, itu yang ia kira. Sebelum ia mengalaminya sendiri, ia tidak akan mengerti. Tapi Alethea sudah sangat menghargai usahanya untuk mau mencoba memahami.
"Nanti malam datang ke apartemen gue. Jam delapan, bawa makanan paling nggak sehat yang kalian tahu, bawa dvd paling menjijikkan yang pernah kalian tonton, dan siap-siap jadi tong sampah gue."
Vidy hanya mengedikkan bahu ketika Rendy menatapnya dengan tatapan bertanya. "Lo jangan lupa makan. Satu jam lagi pesanan lo bakalan dateng. Kita mau makanan itu beneran habis dan berpindah ke perut lo, bukan tempat sampah. Oke?"
"Tenang aja," ucap Alethea singkat. Ia kemudian berbalik mentap kedua temannya. "Keluar deh kalian. Gue banyak kerjaan."
Setelah menghela napas, kedua orang itu akhirnya keluar juga.
----------
06/14/2018
edited : 09/07/2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Impulse (editing)
Romance(MATURE CONTENT!! PLEASE CHOOSE YOUR STORY CAREFULLY) Bagaimana jika hal yang selama ini kamu hindari adalah sumber kebahagiaan orang tuamu? Selama ini Alethea berpikir mimpinya akan membawa kebahagiaan juga kebanggan bagi orang tuanya. Ia tidak sep...