Bagian Lima Belas

6.3K 452 6
                                    

"So, I know why," kata Rendy ketika memasuki ruangan Alethea siang itu.

"Tau apa?" tanya Alethea tanpa mengalihkan pandangan dari layar komputer di hadapannya.

"Adam dan Sekar putus." Rendy menarik kursi dan duduk di hadapan Alethea.

Ya, Alethea sudah curiga sejak Adam muncul dengan keadaan mengenaskan di apartemennya bulan lalu. Lalu semua perlakuan laki-laki itu? Tidak akan terjadi kalau Adam masih bersama pacarnya yang pencemburu itu. "Oh."

"What are you gonna do now?"

"Nothing. He's into me because his heart's broken. Sedikit lebih lama dan Adam akan menemukan cewek lain dan perjodohan ini akan dibatalkan."

"Sudah hampir satu tahun dan perjodohan kalian tetap berlanjut, Al. Apa lo nggak khawatir suatu saat lo nggak bisa menentang permintaan orang tua lo ini?"

"Minggu depan gue akan ajukan surat pindah. Gue nggak akan mengulur waktu lagi."

"Apa yang bakalan lo bilang ke bokap nyokap kalau beneran diterima?"

"I'll be happy to say that I'm promoted into the new office."

"Dan lo masih berharap akan membahagiakan orang tua lo?"

No. "Hopefully." Alethea sudah tau pasti apa yang akan terjadi.

Satu helaan napas panjang terdengar dan Rendy kembali bersuara. "Kayla di penjara sekarang."

Hening sejenak. Butuh beberapa waktu bagi Alethea untuk mencernanya sebelum berkata, "Oke."

"Lo liat kan reaksi Adam di instagram lo waktu lo foto sama Nando itu?"

"No."

"What?! Emangnya lo nggak bacain komen satu-satu?"

"No. Nggak ada waktu. Itu dare dari Nando. Dan gue nggak berniat untuk menindak lanjuti apapun reaksi orang-orang."

"Termasuk nyokap lo sendiri?"

"Well. Bunda sempet nanya doang itu siapa, terus ngapain aja, di mana. Sempet shock waktu tau gue di Belanda. Terus waktu gue balik minta Adam jemput. Udah, gitu doang."

Kring..!!

"Ya, Siska?"

"Ada dokter Davi, miss. Katanya mencari miss Alethea," ujar Siska di ujung intercom.

Dokter Davi? Siapa lagi itu? "Suruh dia menunggu di depan ruangan saya, Sis. Saya masih ada tamu."

"Baik, Miss."

Dari tempatnya duduk, Alethea melihat laki-laki yang baru saja keluar dari lift dan menuju meja Siska. Dokter Davi atau sebut saja Adam. Then who the hell is his real name?

"Dokter Davian Adam Firdaus. Calon suami lo itu dokter saraf terkenal di rumah sakit Tjipto. Dan juga cukup terkenal di kalangan cewek-cewek yang suka mantengin TV kalau sore-sore," ujar Rendy ketika melihat raut kebingungan dari wajah Alethea.

"Whatever. lo jadi ke Bangkok akhir bulan ini?" tanya Alethea mengalihkan pembicaraan.

"Yep. Sekalian cari bahan buat koleksi baru."

"Okay then. Keluar aja deh. Nanti Ramond keseringan liat lo malah gue yang ditegur."

"Takut ditegur atau pengen cepet ketemu Adam?" goda Rendy sambil bangkit. Dan ia cepat kabur sebelum menerima sabetan bolpoint dari Alethea.

Tapi Alethea tidak langsung menyuruh Adam masuk. Ia harus menemui seseorang di ruang meeting dulu. Ketika ia keluar, bisa ia lihat Adam dan Siska bangkit bergantian.

"Hai, Sayang," sapa Adam membuat Alethea mengernyit. Mulai berani, ya?

"Selamat siang," balas Alethea tanpa melonggarkan pertahanannya. Ia kemudian beralih ke Siska. "Kamu bisa bawa dokter Davi masuk. Saya masih harus menemui seseorang di ruang meeting."

"Baik, Miss."

"Permisi," pamit Alethea sebelum menuju ruang meeting dan menemui perempuan bule yang baru saja datang.

Lima belas menit ke depan, Alethea masih berbincang hingga akhirnya perempuan bule itu memutuskan untuk menyudahi pertemuan mereka. Maka saat itu pula Alethea harus kembali ke ruangannya dan menemui Adam.

"Maaf jika menunggu terlalu lama," ucap Alethea sambil mendekat pada mejanya dan duduk di kursi putar. "jadi, apa yang bisa saya bantu, dokter?" tanya Alethea ketika sudah duduk dengan nyaman menghadap Adam yang duduk di hadapannya.

"Mama dan Bunda sudah mulai menentukan tanggal pernikahan." Singkat, padat, dan jelas.

"Dan kapan itu?"

"Sekitar 20 mei. Bisa lebih cepat."

"Good. Maret saya sudah akan keluar dari indonesia. Tidak perlu khawatir."

"Aku sudah meminta kamu untuk nggak pindah, Al," potong Adam cepat.

"Ketika kamu mabuk dan tidak berpikiran jernih? Oh, maaf sekali. Saya hanya menanggapi orang yang waras."

Adam memajukan tubuhnya dan menempelkan kedua lengannya di meja Alethea, mencoba bernegosiai. "Apa kita nggak bisa coba, Al? Apa mungkin keputusan orang tua kita nggak ada benarnya?"

"Coba? Kamu nggak bisa menggunakan pernikahan sebagai pelarian. Sebuah komitmen dibangun atas rasa saling percaya. Saya tidak berniat untuk mempercayai kamu, dan kepercayaan kamu tidak berada di saya. Jadi untuk apa pernikahan itu direncanakan? Dan apa yang mau kamu coba?"

"Dan cinta."

Alis Alethea naik ketika mendengar kata-kata Adam yang melenceng jauh dari kata-katanya yang terakhir. "Pardon me?"

"Kamu melupakan satu hal penting. Komitmen macam pernikahan dibangun atas rasa saling percaya dan cinta. Dan kalau kamu berpikir aku masih memikirkan Sekar, kamu salah. Aku bukan laki-laki brengsek yang memanfaatkan perempuan hanya sebagai pelarian. Mungkin sebelumnya aku nggak pernah bersikap seperti selayaknya ke kamu karena masih ada Sekar. Tapi sekarang dia sudah tidak lagi bisa mengaturku. Dan aku memilih untuk meneruskan perjodohan ini."

"Oke. If I'm not mistaken... jadi secara nggak langsung kamu....."

"Aku suka kamu, Al. Kalau memang itu yang mau kamu dengar."

Well, Damn! Seharusnya gue nggak ngomong kalau Maret gue pindah!

"Aku bisa saja meminta pernikahan dimajukan hanya untuk mencegah kamu pergi. Tapi aku tau itu menyakiti kamu. So, now aku meminta kesediaan kamu untuk menjadi istriku. Kamu akan tetap bekerja, tenang aja. Dan hal lainnya diluar itu bisa kita omongin lagi nanti."

Oh my God. Good lord, help me.... "Saya akan mempertimbangkan apapun yang telah kita bicarakan hari ini."

"Dan satu lagi," ucap Adam cepat. "Aku nggak pernah dengar kamu panggil namaku. Nggak sekalipun. Apa aku bisa minta kamu panggil aku dengan namaku?"

"Apa itu penting?"

"Itu sangat penting buatku."

Hhhh... "Okay. Ada lagi yang bisa saya bantu, Adam?" tanya Alethea dengan nada dipaksakan.

"Mas."

"Mas?"

"Panggil aku Mas Adam. Aku lebih tua tiga tahun dari kamu."

"Okay." Alethea menyandarkan punggungnya di kursi dan menatap Adam dengan kesal. Dasar otoriter! "Apa ada lagi?"

"Untuk hari ini cukup segitu aja. Nanti malam aku telfon." Adam segera bangkit dan pamit, "Selamat kerja, sayang."

Fuck off!

----------

06/26/2018

Impulse (editing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang