Bagian Dua Puluh

6.5K 426 1
                                    

Tanpa diduga, malam itu ketika sampai di rumah, keadaan rumah masih cukup ramai. Padahal sudah hampir mendekati jam sebelas malam. Tentu saja Adam memutuskan untuk turun sekedar untuk menyapa orang tua Alethea.

"Al, gendong Malika dulu, ya? Dari tadi rewel nyariin kamu. Badannya panas," ujar Wilona sambil menyerahkan Malika ke gendongan Alethea.

Adam tidak bisa mendengar apa yang Alethea bicarakan pada Malika hingga akhirnya bocah itu memutuskan untuk menyandarkan kepalanya di pundak Alethea sambil Alethea menenangkannya di ruang keluarga.

"Kalau gitu Adam pamit pulang dulu, Pi," pamit Adam sopan sebelum menyalami papi dan bunda.

"Al, ini Adam mau pulang," panggil bunda membuat Alethea menoleh.

Adam melihat sinar keraguan di mata Alethea, tapi akhirnya perempuan itu tersenyum dan mengangguk kecil. "Nggak pa-pa, Bun. Kasihan Ica kayaknya nggak mau tantenya pulang besok," ujar Adam. Padahal sih kalau bisa mengecup dahi, pipi, atau mungkin bibir Alethea dulu sebelum pulang.

..........

"Baru pulang, Dam?"

Adam langsung menoleh dan melihat mamanya sedang membaca buku tebal bersampul putih dalam piyama tidur merah. "Iya, Ma. Kok belum tidur, Ma?"

"Mama nungguin kamu sekalian mau habisin buku papa," ujar mama Adam sambil meletakkan buku yang sedang dibacanya. "Dari mana kamu, Dam?"

"Jalan-jalan sama Ale," jawab Adam enteng. Awal niatnya ingin langsung naik ke kamar, tapi mengobrol sebentar dengan mama sepertinya tidak buruk.

"Gimana kabarnya Ale, Dam? Baik? Makin cantik?"

"Baik-baik aja, Ma. Ummm Adam boleh tanya sesuatu, nggak, Ma?" Sambil membenarkan posisi duduknya di sofa, Adam menghadap mamanya. Rasanya ini perlu ia tanyakan langsung.

"Mau tanya apa kamu?"

"Kenapa Mama nggak pernah setuju aku pacaran sama Sekar?"

Butuh satu helaan napas hingga akhirnya mama Adam terlihat akan menjelaskan. "Awalnya Mama nggak masalah kamu mau dekat dengan siapa aja. Sekar itu cantik, anggun, mama setuju sama kamu. Tapi Mama nggak suka caranya dekat sama kamu. Kamu sadar nggak sih kalau dia itu cuma memanfaatkan kamu aja, Dam? Memang, mama pernah bilang untuk jadi dermawan itu bagus, tapi nggak dengan cara seperti itu. Apalagi itu uang kamu, jerih payah kamu. Kamu sudah kepala tiga, sudah harus bisa investasi buat masa depan. Pacaran memang butuh modal, tapi pikirkan juga keluarga kamu di masa depan."

Bagi Adam, membahagian perempuan yang berarti di hidupnya sama pentingnya dengan perempuan itu sendiri. So, meskipun selama ini ia telah mengeluarkan banyak uang untuk Sekar, tapi ia tak pernah merasa bermasalah. Toh, Sekar juga bahagia, kan?

"Mama juga pernah lihat Sekar sama laki-laki lain beberapa bulan belakangan. Tapi mama pikir kamu memang benar-benar sudah putus dari dia jadi mama nggak terlalu memikirkan."

Beberapa bulan belakangan? How long has this shit been going on?

"Kamu masih yakin sama keputusan kamu untuk melanjutkan perjodohan kamu dengan Ale?" tanya mama membuat Adam sadar dari lamunannya.

"Masih, Ma."

"Ale gimana?"

"Masih nolak, kayak biasanya."

"Kamu sabar aja, ya? Coba aja deketin terus. Perempuan seperti Ale itu, karena sudah terbiasa sendiri, susah merasa butuh orang lain. Tapi mama percaya kok dia yang terbaik buat kamu. Buktinya aja sekarang kamu putus dari Sekar tapi udah bisa senyum-senyum sendiri di kamar."

Huh? Kok mama tau?

"Udah sana, tidur. Mama udah mau kelar ini." Mama Adam mengambil buku putih tadi dan membuka di halaman terakhir yang beliau baca. Sementara Adam memilih untuk menurut dan naik ke kamar.

Ah, lelah sekali ia hari ini. Dilihatnya kasur kingsize yang menjadi center dari ruangan sambil berpikir, Bener juga anak-anak bilang. Kelonan di penghujung hari pasti enak banget!

...........

Mata Alethea terbuka ketika pengumuman pesawat yang akan landing itu menembus headphone-nya. Already?

Dilihatnya keluar jendela dan Alethea mulai mengenali pemandangan di bawah sana. Ia telah kembali ke Jakarta. Dan saatnya memulai perjalanan hidupnya. Meskipun tadi ia sempat tidak ingin kembali ke Jakarta karena serangan jantung papi tiba-tiba datang begitu saja. Tapi bahkan papi sudah menyuruhnya kembali ke Jakarta, what else she can do?

"Mau turun sekarang?" tanya Adam melihat Alethea telah selesai berkemas.

"Terakhir saja. Masih ramai," jawab Alethea sebelum kembali memandang keluar jendela.

Masih ada sekitar sepuluh jam sebelum Alethea harus menemui Ramond. Dan ia benar-benar menantikan waktu itu. Hingga pada saat Adam memaksa untuk mengantarnya sampai ke apartemen pun Alethea tak lagi peduli. Ia sibuk memikirkan apa saja yang mungkin harus ia persiapkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan Ramond nanti.

Alethea sadar ia adalah seorang dari beberapa yang dipercaya oleh Ramond. Terbukti dari beberapa kali ia ditunjuk untuk menggantikan laki-laki itu dalam rapat petinggi. Entah bagaimana reaksi Ramond saat mengetahui Alethea ingin bergabung dengan tim di luar.

"Kamu nggak pa-pa, Al?" tanya Adam membuat Alethea menoleh. Mereka sudah berada dalam taksi pesanan Adam dan apartemen Alethea sudah di depan mata.

"Saya baik-baik saja. We can split the check if..."

"Al." Dengan cepat Adam menghentikan gerakan tangan Alethea yang hendak mengambil tas punggungnya. Bisa laki-laki itu lihat Alethea menatap tangannya dengan tatapan aneh. "My treat. Don't think about it."

"Okay then," Alethea mengedikkan bahunya tak peduli dan segera memakai tasnya sebelum keluar ketika taksi berhenti di depan lobby. Baru saja ia bersiap mengambil koper dari bagasi ketika ia menyadari Adam juga ikut turun untuk membantunya.

"Besok aku antar ke kantor, ya?"

Alethea menatap Adam dengan bingung. No way! "No, thanks. Saya sudah janji untuk sarapan dengan Nando besok pagi."

"Nando penyanyi yang waktu itu mau cium kamu di bandara?"

"Yep." Tangan Alethea dengan cekatan menarik handle koper dan siap membawanya.

"Kamu serius nerima tawaran sarapan dari dia? Kamu calon istriku, Al. He better not mess around with you."

Hhhh.... "Thank you for the treat, Mas. Saya masuk duluan. Good night."

Tak ada yang menahan Alethea ketika menarik kopernya dan bahkan sampai di unit apartemennya.

Oh my God....

Alethea menatap pantulan bayangan dirinya di cermin kamar mandi dengan seksama. Napasnya teratur dan tatapannya menajam.

Papi is gonna be okay and everything's gonna be fine.

Berkali-kali ucapan itu ia ucapkan dalam hati hingga terngiang seperti lagu-lagu Westlife yang sudah biasa berdengung di kepalanya saking seringnya ia memainkannya. Ia akan mendapatkan transfer ini. Ramond akan melepaskannya, meski tidak mudah. Ia tidak akan menikah dan orang tuanya akan baik-baik saja. Semua akan baik-baik saja.

Iya, kan?

----------

07/06/2018

edited : 09/14/2020

Impulse (editing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang