Bagian Tiga Puluh Delapan

6.5K 376 6
                                    

Berita kehamilan Alethea dengan cepat menyebar. Apalagi Ivan sudah mengetahui terlebih dahulu dan Rista juga cukup dekat dengan keluarganya. Dan alhasil, segala macam wejangan dari kedua orang tua Adam dan Alethea harus mereka telan bulat-bulat. Tidak hanya itu, Wilona dan Farel juga ikut andil. Belum terhitung teman-teman mereka yang tak mau kalah memberi wejangan dan berbagi pengalaman tanpa diminta.

Selain keterlambatan gejala yang kemarin, kehamilan Alethea normal-normal saja. Hanya saja ia sudah gerah ditanya oleh Adam tiap kali perempuan itu bergerak sedikit saja. Bagaimana mau berhenti? Harusnya waktu mual-mual itu Alethea memberitahunya, kan? Ah, andai Adam tahu apa yang ada di otak Alethea saat itu.

Memasuki bulan keempat kehamilannya, Adam memberikan kejutan luar biasa pada istrinya itu. Pagi-pagi sekali ia bangun dan membawa istriya jalan-jalan, sebuah alibi agar Alethea keluar dari apartemen. Lalu sore harinya, Adam membawa Alethea ke daerah komplek perumahan dan berhenti di depan rumah minimalis yang terlihat sekali baru jadi. Rumah baru yang Adam bicarakan di hari pernikahan mereka. Alethea bahkan sudah lupa dengan hal itu.

Pengajian yang diadakan dimaksudkan untuk dua hal. Rumah, dan kehamilan Alethea. Semakin kesini rasanya Adam semakin luar biasa memperlakukannya.

Sabtu sore, ketika mengaduk teh sorenya, Alethea mendengar suara bel di pintu. Tapi Adam sudah lebih dulu bangkit dan membuka pintu. Terdengar suara perempuan yang sepertinya familiar di telinga Alethea. penasaran, Alethea memutuskan untuk keluar. Untung saja Alethea sudah mengganti baju.

Selain tidak mengizinkan Alethea mengenakan apapun di balik kausnya, Adam juga ikut tidak setuju ketika mamanya menyarankan agar Alethea mengenakan daster saja. Padahal selain lebih longgar, perutnya juga tidak akan tertekan dengan ukuran lingkar pinggang baju. Alasan Adam menolak ide itu adalah karena kalau ia ingin mencium perut ALethea, ia tidak perlu lagi repot membuka kaus Alethea. Biarkan saja perutnya terlihat. Adam tidak peduli dengan stretch marks yang terlihat. Yang ia pedulikan Alethea dan anaknya sehat-sehat saja setiap harinya.

"Siapa, Mas?" tanya Alethea. Ia melihat perempuan yang sedang menggendong bayi berumur empat bulan bersama wanita paruh baya di sampingnya.

"Ini Sekar sama mamanya," jawab Adam dengan nada datar.

"Oh, halo." Alethea menyalami keduanya sopan lalu berniat ke dapur untuk membuat minuman, tapi Adam menahannya untuk duduk di sampingnya.

"Saya tetap tidak akan menyetujuinya. Ini bukan hal yang bisa dinegosiasikan lagi, Tante," ujar Adam dengan nada tidak suka.

"Kenapa, Mas?" tanya Alethea bingung. Ketus sekali kata-kata Adam barusan.

"Ah, begini nak Ale," wanita yang ternyata mama Sekar langsung bersuara. "Tante sudah kehabisan cara gimana caranya biar Sekar bisa kembali seperti dulu. Dia kabur dari rumah dan ingin kembali dengan suami kamu. Bahkan rela untuk jadi yang kedua. Maka dari itu, Tante mohon kalau Nak Ale berkenan mengizinkan Adam untuk menjadikan Sekar istri keduanya. Demi Dio, nak Ale."

What?! Are we fucking serious right now, lady??

Ale menatap Sekar yang hanya bisa terisak sambil menggendong anaknya. "Please, Al. Kamu nggak kasian sama anakku? Sebentar lagi kamu akan merasakan rasanya punya anak, Al. Kamu nggak mau terjadi apa-apa sama anak kamu, kan?"

Alethea berdehem sebentar sebelum tersenyum dan berkata, "Saya kasihan sama anak kamu, Sekar. Tapi itu nggak cukup untuk membuat saya mau membagi mas Adam dengan kamu atau dengan siapapun. Lagipula mas Adam mencintai saya, saya juga mencintai mas Adam. Insya Allah nggak akan terjadi hal buruk dengan anak kami. Sekarang, kalau memang tidak ada lagi yang perlu dibicarakan, kalian bisa pergi karena kami masih sibuk." Enak aja main ambil!

Impulse (editing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang