Kalau Alethea berpikir hari-hari selanjutnya akan berjalan sama saja, ia salah. Sangat salah. Karena Adam tidak main-main dengan kata-katanya.
Pagi-pagi sekali sebelum berangkat ke kantor, Alethea dikejutkan dengan kehadiran Adam di depan pintu apartemennya. Dengan kemeja navy dan celana khaki, Alethea bisa melihat dengan jelas otot-otot laki-laki itu. Mungkin karena Alethea kini memperhatikan Adam dari atas sampai bawah, memastikan kalau penglihatannya tidak salah. Ngomong-ngomong....
"Saya sedang buru-buru. Kita bisa bicara besok di jam makan siang," ujar Alethea sambil menutup pintu apartemennya dan berjalan menuju lift.
"Well, aku memang berencana ngomong sama kamu. Tapi yang utama aku mau antar kamu ke kantor hari ini."
Belum sempat Alethea membalas, hapenya berbunyi dan mengharuskan ia menjawab panggilan itu. "Ya, Nan?"
"Aku udah di depan."
"Aku di lift kok. Sabar dulu bentar."
"Okkey, take your time, sweetie."
Hanya dalam gelengan kecil, Alethea mengembalikan hapenya ke dalam saku. Begitu denting menandakan lift berhenti di lobby terdengar, Alethea langsung melangkah keluar diikuti Adam.
"Ale," panggil Adam sambil mencegah langkah perempuan itu. "Aku parkir di basement."
"Oh, I forgot. Saya berangkat bersama teman pagi ini. Terima kasih karena sudah mau repot. Permisi."
Tapi Adam tidak tinggal diam. Ia mempererat cengkramannya di lengan Alethea. "Aku calon suami kamu, Al. Aku lebih berhak mengantar kamu sampai di kantor dengan selamat."
Ini orang kenapa sih! "Lepaskan tangan saya sebelum saya panggil satpam."
"Wajar aku menyentuh calon istriku sendiri."
"Saya tidak akan memberi peringatan untuk kedua kalinya." Jika tadi nada bicara Alethea masih datar-datar saja, kali ini sarat akan ancaman.
Bukannya mundur, Adam malah memberi tatapan menantang yang menyebalkan pada Alethea. Tapi reaksi perempuan itu malah tidak ia sangka-sangka.
BUGH!
Alethea tidak pernah ragu dengan langkah yang ia ambil. Termasuk membahayakan masa depan laki-laki yang dengan kurang ajar membuatnya kesal. Segera setelah memastikan Adam tidak akan berbuat gila lagi, Alethea segera menuju mobil hitam yang sudah menunggunya.
"Hey, lama amat dari lift doang?" tanya Nando heran.
"Ada masalah bentar. Jalan deh."
Nando hanya bisa mengangguk dan melaksanakan kata-kata Alethea. "Aku sebenernya mau ajakin kamu dinner nanti malam, Al," kata Nando saat mereka sudah bergabung dengan mobil lain di tengah situasi jalan yang ramai.
"Tuh kan! Udah dibilangin kalau mau ajak aku tuh tanya sama Siska dulu! Dia yang inget jadwalku."
"Tapi kan kalau tanya langsung ke kamu kesannya lebih romantis."
"Hidih! Harus banget ya yang romantis? Dinner doang, kan? Nggak pakai acara suap-suapan atau ngelamar aku. Ya udah tanya aja sama Siska aku bisanya kapan. Atau nggak nanti aja di Amsterdam sekalian. Aku nggak sibuk kok malamnya."
"Bener, ya?"
"Iyaa."
"Nice!"
"Tapi ada syaratnya."
Nando yang menekan pedal rem langsung menoleh waspada. "Apaan?"
"Nggak boleh ada media. Aku males diikutin kayak Ninis kemarin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Impulse (editing)
Romance(MATURE CONTENT!! PLEASE CHOOSE YOUR STORY CAREFULLY) Bagaimana jika hal yang selama ini kamu hindari adalah sumber kebahagiaan orang tuamu? Selama ini Alethea berpikir mimpinya akan membawa kebahagiaan juga kebanggan bagi orang tuanya. Ia tidak sep...