Bagian Tiga Puluh Empat

6.9K 431 3
                                    

"Kamu nggak butuh apa-apa?"

Alethea menatap Adam bingung dan menurunkan tangannya yang menggenggam paha ayam krispi hasil pesanan ojek online dua puluh menit yang lalu. "Butuh apa?"

"Apa aja. Baju, make up, mungkin?" Adam bangkit dan menuju dapur untuk mencuci tangan.

"Bajuku masih oke, palingan beberapa itu aja yang kamu rusakin. Make up juga aku nggak banyak pakai."

"Udah sebulan lebih kita menikah. Kamu kayaknya nggak pernah minta apa-apa ke aku. Kalau kemarin-kemarin nggak debat dulu, aku nggak akan bayarin resepsi kita juga."

"Lagi nggak butuh apa-apa, Mas. Beneran deh. Tenang aja, nanti aku bilang kalau butuh apa-apa."

"Terus gimana perusahaan sama kerjaan kamu?"

"Udah beres. Ramond bilang surat keputusan bakalan turun dalam waktu dekat. Bisa besok atau lusa. Tapi kalau mau ambil kerjaan lain udah boleh sih."

"Mau ambil kerjaan di mana?"

"Mana aja. Mau freelance aja kayak dulu. Kerjanya bisa milih, duitnya juga."

"Sayang, listen to me." Adam kembali duduk di sofa di sebelah Alethea dan menatap istrinya. "Aku kasih izin kamu kerja. Tapi bukan buat duitnya, oke? Berapapun yang kamu dapat, keep it. Aku nggak akan minta. Tapi duitku itu hak kamu juga. PIN ATM udah aku kasih, kamu tinggal pake aja. Kamu butuh baju, tas, make up, everything asal kamu bahagia."

"Belum butuh apa-apa, Mas. Tiap minggu kamu transfer uang belanja aja masih lebih banyak kok. Itu Bi Rina aja sampe kaget aku belanja banyak terus. Katanya dulu kamu kalau makan diluar terus atau sukanya pesen." Kembali Alethea mengambil potongan ayamnya dan menikmatinya.

"Yaudah besok kita jalan-jalan aja. Itu makan pelan-pelan. Masih ada satu porsi lagi, tenang aja." Bukannya illfeel, Adam malah mengacak rambut Alethea gemas dan mengganti channel TV di hadapannya.

Pelototan Alethea yang menyertai setelahnya tak Adam lihat. "Mas, benerin, ih! Ini rambut kena bumbu!"

Adam yang menyadari perbuatannya langsung bergerak dan membenarkan rambut Alethea. Sejak menikah, rambut Alethea menjadi mainan favorit Adam terlebih ketika mereka sedang santai di sofa dan Alethea bersandar di dadanya sambil membaca buku atau bermain hape. Wangi menthol bercampur citrus dari masker yang biasa Alethea pakai seminggu sekali mampu memberikan sensasi ketenangan bagi Adam.

"Bikinin cepol dong, Mas."

"Rambut kamu cepet panjangnya, ya? Kayaknya waktu itu di rumah sakit rambut kamu masih se leher. Ini udah bisa dibikin cepol semua."

"Itu kan biasa pakai masker lemon. Ngaruh ke tumbuhnya juga jadi cepet banget." Segera setelah Adam selesai membuat cepol yang cukup bagus, Alethea kambali menegakkan tubuhnya dan membuka bungkusan kedua di atas meja.

"Kenapa suka pake masker gitu? Kamu make up aja nggak ada aneh-aneh loh. Lipstick kadang-kadang, alis nggak dipakein apa-apa kayak cewek di luar, foundation juga kamu pakenya kalau ada undangan aja."

"Dulu waktu kuliah suka rontok. Kata Vidy pake lemon sama minyak kelapa, minyak zaitun itu bisa. Aku coba ternyata ngaruh. Ya udah keterusan. Baunya enak juga."

"Kebanyakan mikir kamu, Yang. Sekali-sekali hatinya dipake."

"Kalau aku pakai hati dari dulu, aku nggak nikah sama kamu, Mas."

"Kalau Tuhan maunya kamu sama aku, mau seratus laki-laki kamu pacarin, berakhirnya sama aku juga."

Daging ayam yang baru saja masuk ke mulut Alethea tak sempat diproses karena perempuan itu terlanjur menoleh karena terkejut dengan kata-kata suaminya yang kelewat pede.

Impulse (editing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang