Bagian Empat Puluh Dua

7K 390 4
                                    

Berpengalaman dalam bidang kedokteran, melihat orang melahirkan memang bukan hal yang baru bagi Adam. Tapi melihat Alethea merasakan kesakitan yang tak bisa Adam rasakan, rasanya ingin mengganti posisi Alethea. Meskipun Adam tidak yakin bisa sekuat Alethea kalau itu benar terjadi.

Sudah dua jam berlalu sejak Alethea terbaring di ruang bersalin, tapi rupanya putra pertama mereka belum ingin keluar secepat itu. Alethea sudah tidak lagi banyak bicara. Adam hanya bisa mengelus satu titik di kepala Alethea sambil menempelkan punggung tangan Alethea di bibirnya.

Detik demi detik berlalu dan seorang suster masih mengerjakan entah apaun itu di meja yang akan ditempatkan bayi Adam dan Alethea nanti.

Cengkraman Alethea di tangan Adam semakin kencang dan mata Alethea terpejam erat. Kontraksi lagi. Adam mendongak, menatap wajah Alethea yang dipenuhi kesakitan sambil berdoa dalam hati.

Mendengar erangan Alethea dari arah ranjang, suster tadi berbalik dan kembali melihat proses bukaan di antara kedua kaki Alethea dan berkata, "Saya panggilkan dokter dulu."

"Tahan, Sayang. Jangan teriak, nanti capek," ujar Adam menenangkan.

"Kayaknya udah mau keluar, Dam," kata Bunda dari sisi ranjang yang lain.

"Iya, Bunda."

Pintu ruangan dibuka dan Shania masuk ke ruangan.

"Halo, mbak Ale," sapanya ramah sambil mengenakan sarung tangan dan masker. "Dedeknya sudah siap keluar, ya?" Shania mengintip dari jarak beberapa langkah dan menoleh pada suster. Berbicara sebentar dan Shania mengambil posisi di depan selangkangan Alethea yang terbuka lebar.

"Okey, kita mulai."

.........

02.10 a.m.

Memasuki hari keempat di rumah sakit. Alethea menatap wajah mungil yang masih terlelap di samping ranjangnya. Makhluk kecil yang selama sembilan bulan terakhir bersarang di perutnya kini telah menghirup udara luar, menanti untuk menentukan kehidupannya sendiri di masa mendatang.

Gerakan dari arah sofa mengalihkan pandangan Alethea. Adam terduduk dan menatapnya bingung dalam kegelapan.

"Belum tidur, sayang?" tanya Adam dengan suara pelan.

"Kebangun barusan," jawab Alethea sebelum mengulurkan tangannya, meminta Adam mendekat.

"Ada yang sakit?" tanya Adam setelah duduk di sisi ranjang Alethea.

Alethea menggeleng dan menggenggam tangan Adam erat. "Anak kita belum punya nama."

"Iya, tau."

"Bunda sama mama mau ada Prabu nya."

"Iya, udah bilang ke aku juga."

"Menurut kamu?"

"Bagus kok."

"Anak kamu bakalan marah kalau kamu panggil kacang terus, Mas."

Adam tertawa kecil dan dibalas oleh tawa juga oleh Alethea. "He's our little peanut."

"Nggak mau dipanggil yang lain?"

"Naka, mungkin?"

"Naka? Just Naka?"

"Tanaka."

Alethea terlihat berfikir sambil melantunkan, "Prabu Tanaka Firdaus... Prabu Tanaka Firdaus..."

"Rayyan Prabu Tanaka Firdaus," sela Adam membuat Alethea menoleh.

"Panjang banget. Susah kalau dia ujian nanti."

Impulse (editing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang