"Selamat siang, dokter. Ada yang bisa dibantu?"
Adam meletakkan kedua lengannya di atas meja resepsionis dan berkata, "Saya mau menemui Alethea."
"Sebentar ya, Dok. Biar saya hubungi ruangan Miss Alethea terlebih dahulu."
Adam mengangguk samar dan menunggu. Suara perempuan di kursi resepsionis itu cukup pelan dan ia tidak tertarik untuk mendengarnya. Ditolehkannya kepala ke sekeliling area lobby sampai ia mendengar suara perempuan tadi memanggilnya.
"Permisi, Dok."
"Ya? Saya langsung naik aja?" tanya Adam tanpa memperhatikan ekspresi perempuan di hadapannya.
"Maaf sekali, Dok. Tapi Miss Alethea sudah ditugaskan di Berlin sejak kemarin. Apa Miss Alethea tidak memberitahu dokter?"
Berlin? "Maksudnya dia dipindah?" Adam balik bertanya tak percaya.
"Saya tidak bisa mengkonfirmasi soal penugasan Miss Alethea, Dok. Tapi asistennya bilang Miss Alethea akan kembali sekitar bulan depan."
"Tanggal?"
"Kami belum tahu pasti untuk itu, Dok."
She didn't even say a word! "Terima kasih," ucap Adam sebelum keluar dari lobby dan menatap jalanan di depannya dengan marah.
Alethea pergi. Ditugaskan di Berlin sejak kemarin. Jadi dia sudah pindah, ya? Dan bahkan nggak ngomong dulu ke gue! Dia pikir gue nggak serius apa?!!
Sejak malam mengantarkan Alethea ke apartemennya, Adam telah mencoba untuk menghubungi perempuan itu lewat WhatsApp. Tapi hanya dibalas singkat oleh Alethea. Hari Senin pun Alethea tak banyak membuka pesannya. Hanya dua kali. lalu di hari Selasa Adam lihat Alethea tak membuka pesannya sama sekali. Seharian ia menunggu dan bahkan mencoba ke unit nya setelah praktik tapi tak ada jawaban. Bahkan satpam apartemennya berkata Alethea sudah pergi sejak pagi dan belum kembali. Lalu ini? Apakah orang tuanya tau?
"Dokter Davi?"
Suara itu membuat Adam menoleh dan melihat wajah yang tidak asing di matanya. "Ya?"
"Dokter kemari untuk mencari Miss Ale?"
Ah, pasti asisten Alethea! "Ya. Tapi saya baru dapat kabar kalau ternyata Ale sudah berangkat ke Berlin."
"Dokter nggak dikasih tahu, ya?"
"Kami sedang ada masalah dan dia sedang marah sama saya." Well, Adam tidak sepenuhnya berbohong, kan?
"Miss Ale sedang menjalani pelatihan, Dok. Kata Miss Alethea bisa hanya sebulan atau mungkin extend sampai enam minggu. Setelah itu akan diambil keputusan apakah miss Ale akan tetap di Jakarta atau mungkin malah dipindah ke luar negeri."
"Dan kamu masih di sini untuk...?"
"Ada beberapa barang yang miss Ale ingin singkirkan. Setelah itu saya akan dipindahkan di divisi keuangan untuk membantu selama miss Alethea di Berlin."
"Ah, ya. Apa kamu tau bagaimana cara menghubungi Ale? WhatsApp, telfon, dan sms saya tidak pernah sampai sama dia."
"Miss Alethea biasa menggunakan e-mail kalau sedang di luar negeri, dok. Dan biasanya memang mengganti nomor agar lebih mudah. Tapi pelatihan yang ini bisa semakin memakan waktu miss Ale. Kemungkinan e-mail dokter akan dibalas juga kecil."
Astaga, Alethea.... "Ya sudah kalau begitu. Terima kasih banyak atas infonya."
"Semoga beruntung berbaikan dengan miss Ale, dok. Mantannya bilang akan sangat susah."
Mantannya?
Tapi Adam bahkan belum sempat bertanya dan asisten Alethea sudah masuk ke mobil hitam yang kemudian langsung berlalu.
Sebaiknya Adam cepat kembali ke rumah sakit. Tiga puluh menit lagi pintu ruangan praktiknya sudah harus dibuka untuk pasien.
.........
To : alethea.harris@email.com
Subject : we need to talk
Ale, please reply. orang tua kita mulai khawatir sama kamu. Mereka tau kamu pulang 2 minggu lagi. Pernikahan kita bisa aja dimajukan by the time you get here, Al. I just need you to reply any of my email. I hope you're doing well.
Sekali lagi Adam mengirim e-mail pada Alethea. Sudah yang ketiga hari ini dan total sudah hampir seratus email yang ia kirim selama tiga minggu Alethea di Berlin. Tapi sejauh ini tidak ada balasan dari perempuan itu. Dari mamanya Adam tau kalau Alethea sempat beberapa kali menelfon orang tuanya dan berakhir dengan pertengkaran dengan bunda atau papi.
Layar hape Adam menampilkan foto Alethea ketika perempuan itu sedang di Melbourne empat tahun lalu. Terlihat tersenyum menatap ke arah gerbang utama universitasnya sambil mendekap laptop abu-abu dengan erat.
Awalnya Adam mengira perasaannya pada Alethea bisa lenyap begitu saja ketika perempuan itu pergi. Tapi nyatanya ia malah merasa kehilangan. Ia benar-benar gemas setiap kali melihat kalender dan masih harus menjalani beberapa hari lagi sampai Alethea datang. Kenapa mudah sekali berpaling pada perempuan itu? Padahal Alethea sendiri masih begitu cuek dan dingin padanya.
"Adam..."
Eh?
Adam menoleh dan matanya menangkap sosok perempuan dengan mata berair menatapnya.
What is she doing here?
"Sekar?"
"Adam, please.... Maafin aku, Dam...."
Mau tak mau Adam bangkit dan menghampiri Sekar di ambang pintu. "Di mana suami kamu, Sekar?" tanya Adam. Tentu saja ia masih dongkol dengan apa yang Sekar lakukan di belakangnya hingga hamil seperti ini. Tapi pikirannya terlalu kacau dengan Alethea hingga ia tak lagi memikirkan perempuan ini.
"Di mana suami kamu, Sekar?" Adam bertanya sekali lagi. Ia membawa Sekar masuk ke ruangannya.
"Aku nggak mau sama Leon, Dam. Aku mau sama kamu aja... Huhuhu... Jangan tinggalin aku, Dam, please...."
Dengan sabar Adam mencoba menghela napas dan berkata, "Kamu harus pulang ke suami kamu, Sekar. Aku udah nggak bisa lagi sama kamu."
"Apa kamu udah mulai jatuh cinta sama perempuan itu, Dam? Kamu udah jatuh cinta sama si Ale itu makanya sekarang kamu gampang banget ninggalin aku kayak gini, Dam?"
"Jangan menaruh masalah di aku, Sekar. Kita udah coba untuk ngomong sama mama, aku udah coba batalin perjodohanku dengan Ale, tapi di belakangku malah kamu jalan sama laki-laki lain bahkan sampai hamil! Aku bahkan nggak pernah menyentuh kamu lebih dari sekedar ciuman."
"Maafin aku, Dam... Huhu..." Kembali tetesan air mata jatuh dari pelupuk mata Sekar.
Sebenarnya melihat perempuan menangis adalah hal yang melemahkan Adam. Tapi untuk yang satu ini ia berusaha untuk melawan. Sekar sudah sangat keterlaluan. Dan sekarang dia ingin kembali? Jangan harap! Adam tidak sebodoh itu.
"Sebentar lagi jam praktikku, Sekar. Kamu nggak bisa di sini terus," kata Adam akhirnya.
"Dam..." Kepala Sekar mendongak dan matanya menatap penuh permohonan pada mantannya itu.
"Pasienku udah nunggu." Adam bangkit dan menolak untuk melihat ke arah Sekar lagi. Didengarnya kemudian isak tangis itu mulai pergi dan ia kembali menghela napas.
Ting!
Sebuah e-mail masuk dan Adam langsung melihat ke arah laptopnya.
From : alethea.harris@email.com
RE : we need to talk
I'll be back before you even know it. And when you do, saya akan memastikan saya sudah berada di tempat yang jauh dan tidak akan kembali.
Demi Tuhan, Alethea!!
----------
07/07/2018
edited : 09/14/2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Impulse (editing)
Romance(MATURE CONTENT!! PLEASE CHOOSE YOUR STORY CAREFULLY) Bagaimana jika hal yang selama ini kamu hindari adalah sumber kebahagiaan orang tuamu? Selama ini Alethea berpikir mimpinya akan membawa kebahagiaan juga kebanggan bagi orang tuanya. Ia tidak sep...