Bagian Tiga Puluh

7.4K 464 6
                                    

Akibat dari ketakutan-ketakutannya, Alethea terus membatasi diri terhadap apapun yang akan membawanya ke dalam rasa sakit. Sikap datar, menolak mengakui kalau orang-orang kagum padanya, dan semuanya yang akan membuatnya kegeeran lalu harus jatuh karena salah.

Alethea akan mengakui kalau ia dibilang mudah jatuh cinta. Oh, hell! Dia terlalu mudah untuk jatuh cinta. Sedikit saja perlakuan manis dan perempuan itu akan jatuh ke tangan laki-laki. Tapi, lagi, Alethea membatasi diri karena tak ingin terlalu mudah jatuh. Termasuk pada Davian Adam Firdaus, suaminya.

Hahaha.

Apakah masih harus mengelak?

Alethea tau tanda-tandanya. Setelah ucapan 'sah' itu terlontar dari para saksi, Alethea tahu dan sadar kalau perasaan-perasaan yang menyiksanya itu terangkat begitu saja, meninggalkan deg-degan juga rasa ingin terus menempel dengan adam ketika berdekatan dengan laki-laki itu.

Dan jangan tanya apakah Adam tidak merasakan keanehan sikap Alethea yang langsung bisa meruntuhkan batas pada Adam. Karena pernikahan? Karena papinya? Apakah akan bertahan? Sampai kapan? Lalu sampai pada titik Adam mempertanyakan keaslian perilaku Alethea sekarang. Akankah seperti di pernikahan temannya dulu?

Malam itu, mereka sampai di rumah Adam pukul sembilan malam. Well, mau pulang sore juga mereka tidak bisa ngapa-ngapain sepuasnya, kan?

Selesai dengan kegiatan bersih-bersih, mereka naik ke kasur. Tapi tidak ada yang tertidur. Adam masih mengetik pesan di hapenya dan Alethea masih stuck dengan kebiasaannya selama tiga bulan terakhir. Karena ternyata Adam yang mendiami otak Alethea selama di Yunani membuat perempuan itu harus mencari cara agar bisa tidur di malam hari. And she found it! Menonton video di internet ternyata sangat membantu.

"Kerjaan kamu jadi gimana?"

Mendengar suaminya bersuara, Alethea mendongak. "Yeah, masih ada beberapa yang harus aku beresin. Mungkin dua minggu lagi aku ke Athena lagi. Atau kalau Ramond masih mau nahan, bisa jadi bulan depan. Sekalian ambil barang-barang yang masih di flat."

"What if...."

Alethea menatap Adam ketika mendengar Adam seakan memiliki rencana di kepalanya. Videonya ia stop dan fokusnya memusat pada Adam.

"Sekalian juga kita honeymoon di Yunani?" Adam melanjutkan. Tangan laki-laki itu bermain dengan rambut di puncak kepala Alethea.

"Honeymoon? Di Yunani?"

"Yes. Santorini kayaknya bagus. Kamu juga nggak asing-asing banget sama Yunani. Why not?"

"Mau berapa lama di sana? Kamu bisa cuti?"

"Bisa kok. Jatah cuti yang kemarin-kemarin hampir nggak pernah aku ambil. Mungkin nggak full satu bulan sih. Tapi kalau dua minggu aku bisa. Gimana?"

"Sounds good for me. Tapi nunggu surat keputusan dari Ramond dulu. Setelah itu baru kita berangkat." Hmmm. Berdua saja bersama Adam, ya?

"Hmmm." Oh, kalau saja Adam tahu Alethea menyukai ekspresi Adam ketika berpikir seperti itu. "Menurut kamu resepsi dulu atau honeymoon dulu?"

"We're gonna have reception?" Okay. What else am I missing here? "What else do I need to know, Mas?"

"So," Adam menurunkan tangannya dan menyentuh pipi istrinya, menatap lurus ke mata perempuan itu. "Akan ada resepsi, akan ada honeymoon, dan kamu akan tinggal di apartemenku sampai kita pindah ke rumah."

"Rumah?"

Tapi sayangnya Adam tidak berkooperasi untuk itu. Ia hanya tersenyum miring dan merosot di kasur, membenarkan posisinya untuk tidur.

Impulse (editing)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang