Penerbangan 17

18.9K 2K 47
                                    

Rebbeca turun dari chuchu train dengan perasaan senang walau hanya mengitari pertokoan di mall, dia tetap happy. Kalau kata Al sogokan Rebbeca mah murah. Otaknya belum teracuni dengan yang namanya LV dan teman-temannya.

"Pa, ada tante waffel!" lapornya kepada Al yang tengah menunggunya di loket tempat Al membeli tiket chuchu train.

Al mengerutkan dahinya bingung. Tante waffel? Penjual waffel maksudnya?

"Yang mana tante waffel?" tanya Al sembari mengingat siapa yang Rebbeca maksud tante waffel.

"Itu yang makan waffel kayak burung Papa!" jawab Rebbeca semangat namun sekali lagi suaranya terlalu besar sehingga Al terpaksa menyumpal mulutnya dan tentu saja itu mengundang malu untuk Al karena orang-orang menolehnya.

Urat malu anak gue ke mana? Batin Al bertanya sekaligus menangis.

Dia jadi teringat ketika acara pelepasan TK kemarin, Rebbeca dinobatkan sebagai anak paling berani serta ceria. Tentu saja Al bangga, walau hanya memiliki Al Rebbeca tetap tumbuh seperti anak normal pada umumnya. Namun diakhir acara sekaligus bagi rapor, walikelasnya berkata harusnya Rebbeca mendapatkan satu penobatan lagi yaitu, paling gak tahu malu.

Reaksi Al? Tentu ia tidak marah karena memang anaknya tidak tahu malu. Al hanya tertawa, walau urat malu Rebbeca sudah atau memang dari lahir putus tetap saja Al sayang padanya.

"Beca jangan keras-keras!" peringat Al kemudian melepas sumpalan mulut Rebbeca. Rebbeca menyengir lebar seolah tak ada salah. Al menghela napas lelah lalu ia mengajak Rebbeca makan karena jam sudah menunjukkan pukul satu siang dan itu artinya waktu sogokan dua Rebbeca, makan siang.

"Beca, mau makan apa?" tanya Al. Kali ini Al membiarkan Rebbeca memilih tempat makan karena biasanya Al yang memilih dan Rebbeca nurut saja. Ini semua demi kelancaran agar Rebbeca tepar dan tidak mengacau pada malam hari.

"McDonald!" serunya semangat. Walau Al selalu mengatainya kurang micin tapi untuk urusan makanan junk food Rebbeca layaknya anak bermicin pada umumnya, tapi Al membatasi Rebbeca untuk menikmati makanan sejuta umat itu. Sebulan hanya boleh dua kali paling banyak.

Al mengangguk saja. Selama satu semester ini Rebbeca juga belum pernah makan McDonald. Jadi tak apalah. Demi membuat Rebbeca senang dan anteng saat malam hari.

✈️✈️✈️

Rebbeca itu makannya lucu. Ayamnya dia tidak makan dalam artian dimakan akhiran. Ia hanya menikmati nasi dengan saus sambal dan scrambled egg, kecil-kecil begini Rebbeca sudah bisa makan sambal dan ia paling suka makan sambal ulekan buatan Mbok Sumi yang pedasnya disesuaikan, namun masih belum dikasih cabe rawit.

Al hanya mengamati anaknya makan dengan tenang berbeda dengan anak-anak yang makan di sini, kebanyakan mereka pecicilan jalan sana jalan sini. Ini semua berkat dirinya dan Mbok Sumi yang siap menjai kepiting kalau Rebbeca mau makan sambil jalan.

"Kalau makan anteng betul, anaknya? Aslinya? Tengil minta ampun," celutuk Islean tiba-tiba membuat Al menoleh. Islean menyengir kemudian duduk di meja sebelah Al.

"Tante Wafel?" panggilnya membuat Islean menoleh.

"Sst! Beca nama Tantenya bukan wafel! Namanya Islean," tegur Al sekaligus memberi tahu Rebbeca bahwa nama asli Islean.

"Tante Islean?" entah Rebbeca tengah mengulang atau memanggil pokoknya Islean menoleh.

"Ya?"

"Kok Tante makan McDonald juga? Tante buntutin Beca yang manis ya?" tanyanya polos membuat Islean terkejut sedangkan Al sudah pasrah.

PRIDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang