One

5.9K 308 19
                                    

"Hyung! Turunlah dari sana! Itu tidak begitu penting!" teriak seorang anak laki-laki.

"Tidak apa Byul. Kau tunggu saja di situ, aku akan cepat!" Aku lanjut memanjat saluran pipa dan meloncat masuk ke balkon apartemen yang beberapa menit lalu aku 'curi'. Sampai di dalam apartemen itu, aku langsung mencari gantungan milik Byul.

"Ternyata disini kau terjatuh." aku langsung mengambil gantungan berbentuk semangka yang terjatuh di sofa lalu beranjak pergi ke arah balkon. Saat aku hendak turun, tiba-tiba pintu apartemen itu terbuka. Sesosok anak perempuan yang sedang menerima telpon berjalan masuk.

"Aku tidak membolos Appa, aku benar-benar sedang sakit."

Aku mengurungkan niatku untuk turun dan segera bersembunyi dibalik pintu. Untung saja tanaman hias yang agak tinggi dapat menyembunyikan tubuhku.

"Aku akan beristirahat sekarang, nanti sore aku ada les."

"Nde~ aku tutup telponnya."

Aku tidak sengaja menguping pembicaraan anak perempuan tersebut dengan ayahnya tersebut. Aku memberanikan diri untuk mengintip. Aku melihat anak itu mengambil minuman dingin dari kulkas lalu berjalan ke arah balkon. Aku buru-buru bersembunyi lagi agar tidak ketahuan. Anak itu berhenti di depan pintu lalu membuka minuman dan meminumnya. Aku dengan jelas dapat melihat anak itu dari tempatku.

'cantik' batinku ketika aku melihatnya. Sungguh, ini kali pertama aku melihat seorang perempuan secantik ini, setelah ibuku tentunya. Kulitnya yang putih bersih, kelopak mata gandanya yang bulat, dan juga bibir ranum itu, sungguh sebuah kesempurnaan.

Aku yang kembali tersadar berjalan mundur teratur agar tidak terlalu menampakkan badanku, tapi tidak sengaja aku malah menyenggol salah satu pot yang ada di meja lalu pot itu terjatuh dan pecah. Anak perempuan itu menoleh kearah sumber suara dan mendapatiku yang sedang terkejut karena pot yang sudah pecah itu.

"Siapa kau?! apa yang sedang kau lakukan disini?!" teriak gadis itu. Aku menoleh kearahnya. Dia tampak sedang memasang kuda-kuda seperti hendak menyerangku.

"Wow, wow, santai saja, aku hanya mengambil barangku yang ketinggalan." aku mencoba menenangkannya lalu berjalan pelan menuju balkon.

"Jangan mendekat atau aku akan menelpon polisi!" ancamnya. Aku yang sudah terbiasa, sama sekali tidak merasa terancam. Aku tetap berjalan ke arah saluran pipa dekat balkon.

"Hei! Sudah kubilang jangan mendekat!" ia berteriak lalu melempar sebuah pot ke arahku. Aku berhenti lalu menatapnya. Dia menatapku tajam sembari menelpon seseorang. Aku lanjut berjalan menuju pagar balkon.

"Halo pak Polisi! Di apartemen xxx sedang ada pencuri, tolong segera datang kemari!" Aku kembali melihat ke arahnya. Dia menutup telponnya dan memandangku sinis, merasa menang.

Aku hanya tersenyum melihat raut wajahnya, "Hal itu tidak akan berguna Nona-," aku melihat name tag yang ada diseragamnya "Bae Joohyun-ssi."

Dia menatapku kaget, lalu menutupi name tagnya. Aku tertawa geli, aku sudah tahu namanya untuk apa ia menutupi name tagnya lagi.

"Kau?!" teriaknya lagi.

"Akh! telingaku lama-lama sakit mendengarmu berteriak." ucapku sambil menutup kedua telingaku, wajahku menunjukkan raut muka kesakitan, pura-pura tentu saja.

"Yakk!!" ia berteriak lagi sambil melemparkan minumannya ke arahku. Aku berhasil menangkapnya, namun sayang aku menangkapnya terbalik sehingga air itu tumpah dan membasahi lantai.

Lantai balkon yang tadinya sudah kotor karena tanah dari pot yang dilempar Joohyun tadi bertambah kotor tersiram air. Aku yang melihat kaos kaki Joohyun yang kotor terkena air bercampur tanah itu berinisiatif melepas kemejaku dan membersihkan genangan air tanah itu. Dia hanya terdiam melihatku. Tiba-tiba terdengar suara sirene mobil polisi dari kejauhan. Aku kaget lalu bergegas meloncat pagar balkon dan hendak turun. Namun, saat aku hendak turun tiba-tiba Joohyun menarik rambutku.

"Akh! Lepaskan aku." pintaku

"Tidak akan, aku akan memenjarakanmu." tolaknya

"Kubilang lepaskan!"

"Tidak akan!"

"Hyung! Ayo cepatlah!" teriak Byul dari bawah.

"Mwo?! kau bahkan punya komplotan? Akan kubunuh kalian berdua!" Serunya marah.

Aku meringis kesakitan karena rambutku dijambak, "Joohyun! Lepaskan rambutku!"

Dia terdiam mendengar namanya dipanggil lagi namun tetap tak mau melepaskkan tangannya dari rambutku.

"Lepaskan aku atau,"

"Atau apa?" tanyanya sinis.

Aku menaikkan badanku, mendekatkan wajahku ke wajahnya, "ku cium kau."

Joohyun terkesiap, dia menutupi mulutnya dengan kedua tangannya. Aku tersenyum menang lalu bergegas turun. Sesampainya dibawah aku mendongak ke atas melihat ke arahnya. Ia masih terdiam mematung. Saat aku hendak berlari kabur, aku merasakan gelang yang biasa kupakai tidak ada ditanganku. Aku kembali mendongak dan melihat gelangku yang ada ditangannya. Dia memandang ke bawah lalu melambaikan gelangku dengan wajah mengejek.

"Ya! kembalikan gelangku!" teriakku dari bawah.

"Jika kau mau, ambil saja sendiri!" balasnya lalu menjulurkan lidahnya, mengejekku.

Aku bimbang, apakah aku harus naik ke atas sana lagi atau kabur. Gelang itu sangat berarti bagiku. Tetapi suara sirine mobil polisi yang semakin dekat menyadarkanku. Aku pun bergegas pergi dari sana.

'awas kau Bae Joohyun!' batinku geram.

MissingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang