Three

1.7K 222 14
                                    

Joohyun POV

"Apa-apaan anak itu!" keluhku kesal teringat kejadian tadi siang. "Kita bahkan tidak saling mengenal dan dia mengancam akan menciumku?! tidak masuk akal!"

Aku merebahkan tubuhku diatas kasur lalu menatap langit-langit kamarku. Hening, hanya ada suara jarum jam yang berbunyi. Apartemenku memang selalu sepi. Ayah dan ibu baru akan pulang sekitar jam 11 malam nanti. Aku bangkit dari kasur, memutuskan untuk mandi. Badanku sudah lengket karena aku sama sekali belum berganti pakaian sejak pulang dari les tadi.

Saat aku berjalan menuju kamar mandi, aku melihat kemeja anak laki-laki tadi siang yang masih tergeletak di balkon. Aku berjalan mendekati balkon yang masih dalam keadaan berantakan karena kejadian tadi siang. Aku tidak sempat membersihkannya karena harus pergi les sampai jam 7 malam.

"hhhh... aku harus membersihkannya sebelum ayah dan ibu datang." Aku lalu mengambil sapu di gudang dan mulai membersihkan balkon rumah.

Aku memungut pecahan pot yang tadi ku lempar dan yang dijatuhkan anak tadi. Lalu aku mulai menyapu dan mengepel lantai yang kotor.

"Harus ku apakan kemeja ini? Apa aku harus mencucinya?" akhirnya aku memutuskan untuk mengambil kemeja yang kotor itu lalu meletakannya di mesin cuci. Selesai membereskan balkon aku kembali ke rencana awalku, mandi.

.

.

.

Seulgi POV

"Byul-ah, disini bersih, ayo kita tidur disini." ucapku setelah mengecek salah satu bilik toilet umum. Aku dan Byul memang tunawisma.

Ibuku meninggal karena tertabrak mobil saat aku masih kecil sedangkan ayahku sudah meninggal, itu yang dikatakan oleh ibuku. Dia meninggalkan ibu saat ibuku sedang mengandungku. Sedangkan kedua orang tua Byul masih ada, tetapi mereka bercerai. Kemudian Byul melarikan diri karena ibunya yang sering menyiksanya. Saat dia melarikan diri dia bertemu denganku lalu dia mengikutiku kemanapun aku pergi. Akhirnya aku memutuskan untuk menjadikan Byul sebagai adikku.

Kami sudah terbiasa tidur di berbagai tempat. Seperti sekarang ini, aku dan Byul berbaring nyaman disalah satu bilik toilet umum. Aku bersyukur karena pemerintah melakukan pekerjaan mereka dengan baik karena aku tidak pernah menemukan toilet umum yang bau dan kotor.

Baik aku maupun Byul tidak pernah merasa menyesal dengan kehidupan kami. Kami selalu bersenang-senang setiap hari; ketegangan saat berlari dari kejaran polisi, saat pemilik toko menyadari aksi pencurian kami itu sangatlah menyenangkan. Kami tahu kami tidak seharusnya melakukan itu tapi jika tidak kami pasti akan mati kelaparan jadi kami memutuskan untuk tetap mencuri.

.

.

.

"Hei, apa yang kalian lakukan disini?" suara seseorang membangunkanku. Aku mengusap mataku yang masih mengantuk. Ketika aku membuka mataku aku melihat seorang ibu paruh baya yang membawa pel lantai.

'petugas kebersihan?' batinku. Aku segera membangunkan Byul. Dia terbangun. Aku langsung menariknya berdiri.

"Maafkan kami, Bu." aku membungkuk meminta maaf setelah itu aku langsung berlari dan menggeret Byul pergi. Sampai dijalan raya, aku langsung melepaskan tangan Byul.

"Untung saja ibu itu tidak melaporkan kita ke dinas sosial hyung." ucap Byul. Aku mengangguk setuju. Setelah mengatur napasku, aku berjalan ke arah taman kota. Byul mengikutiku dari belakang.

"Hei hyung, sekarang apa yang akan kita lakukan?" tanyanya

"Hari ini kita istirahat, kau masih membawa hasil curian kemarin kan?"

Byul mengangguk. Aku mengacak rambutnya, "kerja bagus,". Sampai di taman kota, aku dan Byul naik ke sebuah perosotan lalu berbaring disana. Kami sudah menjadikan perosotan ini sebagai basecamp kami. Aku sudah hendak tertidur lagi sebelum suara Byul menginterupsiku.

"Aku hampir lupa hyung."

"Tentang apa?" tanyaku masih sambil berbaring. "Kemarin, saat kau mengambil gantunganku, kenapa kau sangat lama?" aku menatapnya agak lama. Dia menjadi agak kikuk karena aku menatapnya, "Tidak apa jika kau tidak ingin menjawabnya."

Aku menggeleng, "Kemarin aku tertangkap basah." Byul menoleh kearahku dengan wajah terkejut. "Lalu bagaimana?" tanyanya khawatir. "Tidak apa, dia hanya seorang gadis," jawabku tenang. "Jadi yang menelpon polisi kemarin adalah gadis itu?". Aku mengangguk, "Dia lumayan berani untuk ukuran seorang gadis."

"Benarkah?" dia bertanya memastikan. "Dia melemparku dengan pot saat aku hendak kabur." jawabku. "Sungguh?!" teriak Byul tak percaya. Aku hanya mengangguk. Byul menatapku tak percaya.

Akibat pertanyaan Byul tadi, aku menjadi tidak bisa tidur. Gadis itu, Bae Joohyun kembali melintas dikepalaku. Dia membuatku penasaran. Wajah dan perilakunya tidaklah sesuai, kukira dia hanya akan diam ketakutan saat melihatku kemarin. Reaksi cepatnya ketika melihatku masih saja terbayang. Bagaimana bisa seorang gadis dengan mudahnya memasang kuda-kuda untuk menyerangku. Aku tertawa geli memikirkannya.

Tiba-tiba aku teringat bahwa gelangku dan kemejaku masih ada di apartemennya. Aku bangkit terduduk. Byul yang berbaring disebelahku terkejut.

"Ada apa hyung?" tanyanya ikut duduk disebelahku. Aku menoleh kearahnya, "Aku harus mengambil sesuatu." Dia menatapku heran. "Gelangku ada di dia." ucapku memperjelas kata-kataku tadi. "Gadis itu?" tanya Byul memastikan. Aku menggangguk sebagai jawaban dari pertanyaan Byul. "Kita harus mengambilnya hyung! itu kan gelang ibumu!"

Kemudian aku dan Byul turun dari perosotan lalu berlari kearah apartemen milik Bae Joohyun. Sampai disana aku melihat Bae Joohyun yang sedang memasuki sebuah mobil, sepertinya dia akan pergi ke sekolah. Aku dan Byul diam memperhatikan dibalik semak-semak. "Apakah dia adalah gadis yang kau ceritakan?" tanya Byul berbisik. "Iya, dia orangnya." jawabku. "Dia cantik, hyung." Byul memuji gadis itu. "Aku tahu." ucapku pelan. "Kau tertarik kepadanya hyung?" tanya Byul menggodaku. Aku hanya diam, tidak termakan ucapan Byul. Byul hanya terkikik pelan disebelahku.

Setelah mobil yang dinaiki Joohyun pergi, aku segera keluar dari persembunyianku. Aku berlari dengan menunduk mendekati pipa air yang berada ditembok. "Kau tunggu disini, awasi keadaan sekitar, jika tidak aman berteriaklah." aku memberikan instruksi kepada Byul. Dia mengangguk paham. Aku segera memanjat pipa itu. Tidak terlalu sulit bagiku karena aku sudah sering melakukannya. Apartemen Joohyun berada dilantai 5, salah langkah sedikit aku bisa jatuh dan mati. Aku fokus memanjat, sesampainya dibalkon apartemen Joohyun aku langsung melompat masuk.

'sepi sekali apartemennya, apa dia tinggal sendiri?' batinku. Saat aku hendak melangkah masuk, sayup-sayup aku mendengarkan percakapan seorang pria ditelpon.

"Aku telah menemukan buktinya, aku ingin kita bertemu ditempat biasa."

"Aku akan datang sendiri, aku sudah menghubungi jurnalis itu. Setelah bertemu denganmu aku akan pergi menemuinya."

"Jam 7 malam ini, aku akan menunggumu."

"..."

"Aku tahu, tenang saja aku masih mencari bukti lain,"

"..."

"Baiklah, kututup telponnya."

Aku mengintip sedikit dari pintu. Seorang pria dengan setelan jas yang rapi berdiri didekat pintu apartemen. Aku tebak dia adalah ayah dari Joohyun. Sekarang aku mengerti darimana Joohyun mendapatkan wajah cantiknya itu. Ayah Joohyun berjalan mengambil tas kerjanya di meja ruang tamu lalu dia berjalan keluar apartemen. 

MissingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang