Nineteen

981 140 24
                                    

5 tahun kemudian

"Darren! watch out!"

Dor! Dor!

"No! Leo!!"

"D-darren..."

".. aku..hhh.."

"Paramedis akan segera datang Leo... tetaplah sadar, tolong.."

"Aku senang..bertemu uhuk dengan...mu.. dan Byul.. kalian uhuk... memang.. luar..biasa.."

"Tidak hyung, jangan katakan apapun.. tetaplah bersamaku dan William... tolong.."

"Tolong... katakan pada ayah... dan t-tiff uhuk.."

"Aku... hhh...menyayangi mereka..hhh..."

"Hyung! diamlah! sebentar lagi.. hanya sebentar saja.."

"satu lagi...tolong uhuk.. katakan pada Taeyeon..aku..merestuinya uhuk..dengan.. tiff.."

"untuk semuanya...Kang..terima kasi—"

"Tidak hyung! andwae...hyung.." aku terus menggenggam erat kedua tangan Leo hyung yang dingin. Mataku memanas, menahan air mata agar tidak mengalir turun melewati kedua pipiku. Aku memeluk erat tubuh kaku salah satu hyung favoritku itu.

Delapan menit kemudian paramedis datang, membawa tubuh Leo hyung yang sudah tiada ke dalam ambulans. Aku terduduk lemas, bersandar pada salah satu dinding sambil menatap nanar ke arah lantai.

Pikiranku melayang, melihat kembali kejadian-kejadian yang barusan saja terjadi— ketika aku dan Leo hyung diminta oleh Simon untuk mengamati salah satu jaringan mafia Rusia yang akan menyeludupkan senjata api dalam jumlah besar ke salah satu kota besar di US.

Namun entah darimana mereka bisa tahu jika diantara mereka terdapat penyusup. Lalu semua terjadi begitu cepat— seperti potongan-potongan film laga yang selalu kutonton, baku tembak terjadi diantara dua pihak, tidak dapat terelakkan.

Dua melawan tujuh puluh orang, sungguh tidak sepadan. Aku dan Leo hyung mati-matian berusaha lepas dari kepungan lawan. Bukan demi keselamatan diri, sama sekali bukan. Terlepas dari kepentingan pribadi, kami berusaha keluar agar dapat menyerahkan hasil yang kami dapatkan selama memata-matai mereka.

Awalnya semua berjalan dengan baik, aku maupun Leo hyung dapat melarikan diri. Merasa menang, aku melakukan sedikit selebrasi untuk merayakannya. Namun karena kecerobahanku itulah nyawa Leo hyung yang menjadi bayarannya.

Aku masih saja meratapi apa yang barusan terjadi hingga seseorang menepuk pundakku. Aku mengangkat kepalaku dan menoleh kearah orang itu.

"Hyung..."panggilku lirih

Orang tersebut langsung memelukku erat, "Tidak apa Kang, tidak apa, itu bukan salahmu" ucapnya menenangkanku. Aku menggeleng pelan dalam pelukannya, "Jika aku tidak lengah, Leo hyung pasti masih ada disini hyung.."

Taeyeon hyung mengeratkan pelukannya dan mengelus rambutku, berusaha untuk menenangkan diriku. Air mata yang berusaha kutahan akhirnya lolos, mengalir pelan melewati pipiku. Aku terisak pelan didalam pelukan taeyeon hyung.

"Kuatkan dirimu Kang... ini masih belum seberapa, ingat tujuan awal kita kemari"

.

.

.

Joohyun POV

"Sisi timur clear "

"Sisi barat juga clear "

"Periksa lantai dua dan halaman belakang."

"Siap letnan!"

Usai memerintah bawahannya, Joohyun berjalan mendekati Kapten Nam, "apa kau yakin dia ada disini?" tanya Kapten Nam ragu.

"Tentu saja, aku yakin dia ada disini Kapten"

"Aku akan memecatmu jika orang itu berhasil lolos lagi."

"Kali ini tidak, percaya padaku." setelah itu Joohyun berjalan menuju sisi barat halaman rumah itu, ia berdiri menunggu dibawah balkon.

"5..."

"4..."

Joohyun menarik pistol yang ia bawa.

"3.."

"2.."

klik, Joohyun mengokang pistol semi otomatisnya, kemudian mengarahkan pistolnya ke balkon.

"1.."

Tiba-tiba muncul seseorang dan melompat dari balkon. Joohyun tersenyum melihatnya, ia membidikkan pistolnya kearah orang tersebut. Berbeda dari Joohyun, orang yang melompat tersebut membelalak kaget saat melihat seorang polisi sudah menunggunya dibawah.

Begitu kakinya mencapai tanah, orang tersebut segera berniat untuk lari kabur. Tetapi Joohyun tidak akan membiarkannya begitu saja, saat melihat orang tersebut hendak melarikan diri, ia langsung menembak pot yang tepat berada disamping orang itu.

Tersangka yang hendak kabur itu langsung tersentak kaget hingga terjatuh. Dengan sigap Joohyun langsung memborgol tersangka penguntitan yang meresahkan masyarakat tersebut.

"what are you doing?! Let me go!"

"keep quiet, you have the right to defend yourself when we arrive at the police station"

"i am just a tourist! I did not make any mistakes!

Joohyun hanya diam dan membawa tersangka tersebut menuju mobil polisi yang terparkir tepat didepan rumah yang diyakini menjadi tempat persembunyian tersangka. Begitu Joohyun melewati Kapten Nam, ia tersenyum menang, "Sudah saya bilang, hari ini saya yakin akan menangkap tersangka."

Kapten Nam hanya tertawa tidak percaya saat mendengar bawahannya itu berbicara dengan sangat percaya diri kepadanya.

Namun kemudian ia segera tersenyum bangga melihat hasil kerja salah satu orang yang ia percaya itu, "Terserah kau saja Joohyun, kerja bagus nak!"

Joohyun tersenyum tipis mendengar pujian dari Kapten Nam, "Seharusnya anda mengatakan itu kepada Sersan Jang dan Sersan Lee, inspektur"

"Mereka bekerja lebih keras daripada aku hari ini." lanjutnya kemudian membawa masuk tersangka kedalam mobil polisi dan mengemudikannya menuju kantor polisi.

"Kau sudah bekerja sangat keras Joohyun, kau sudah banyak berubah.." gumam Kapten Nam begitu mobil yang dikendarai Joohyun bergerak perlahan lalu menghilang pergi dari tempat itu.

.

.

.

Someone POV

"Anda tidak perlu khawatir Tuan, untuk pemilihan presiden selanjutnya, persentase kemungkinan anda dipilih kembali sangatlah besar, mengingat kinerja anda dahulu dianggap oleh masyarakat sangat bagus."

"Aku tidak ingin mendengar basa-basi, berikan angka pasti kepadaku!"

"Persentase terpilih kembali menjadi presiden untuk anda saat ini berada pada kisaran 75% - 87%, angka tersebut belum termasuk penduduk di wilayah selatan pulau ini"

"Hmm... aku ingin kau pastikan presentase tersebut bertambah tinggi saat kau sudah memasukan data penduduk di wilayah selatan."

"Baik tuan."

"Sekarang keluar, aku ingin sendiri saat ini."

"Baik Tuan, kalau begitu saya pamit undur diri."

Aku mengangguk, mengizinkan orang tersebut untuk pergi. Aku menutup kedua mataku sejenak sembari bersender pada kursi kerjaku. Tanpa sadar, ujung bibirku tertarik keatas saat membayangkan aku dapat duduk kembali dikursi pemerintahan tertinggi di negara ini.

"Tidak sia-sia aku menyingkirkan bocah sombongitu.." ucapku ya lirih dengan senyum licik yang menghiasi wajahku.





MissingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang