Thirty One

684 118 11
                                    

Kalo kalian lupa sama alurnya, boleh kok dibaca ulang hehe

Buat yang nanya kapan Joohyun sadar kalo itu Seulgi, tenang gaes, beberapa chapter ke depan bakal ada moment itu, tunggu aja yak

Selamat membaca~



Il Seung menekan tombol dial di ponselnya, mencoba menghubungi seseorang.

pip-

"Nde Hyung, ada apa?"

"Aku ingin kau melacak sebuah nomor telpon"

"Nomor telpon?"

"Ya, akan kukirimkan lewat pesan,"

"Baik, hyung."

pip-

Il Seung lalu berjalan kembali menuju kamar Go Eunbi, tempat ia dan Joohyun berjaga.

"Kenapa lama sekali?" tanya Letnan Bae begitu ia sampai ditempat berjaga.

"Maaf Letnan, antreannya tadi lumayan panjang," ujar Il Seung meminta maaf. Joohyun hanya memandangnya dalam diam, "Kembali."

"Hah?" Il Seung masih tidak paham dengan perintah Joohyun.

"Apa yang kau maksud dengan mengatakan 'Hah?' kepada atasanmu?" Joohyun balik bertanya dengan dinginnya.

"Ah- maaf Letnan, maksud saya, kenapa saya harus berbalik kembali?"

"Kapten tadi memanggilku, ada yang harus ia bicarakan, kau juga ikut" jawab Joohyun tanpa basa-basi lalu ia berjalan mendahului Il Seung.

Tanpa banyak bicara, Il Seung mengikuti langkah atasannya itu

.

.

.

"Akhirnya kalian datang juga," ujar kapten yang terlihat tidak tenang.

"Ada apa, kapten?" tanyaku begitu berhadapan dengan Kapten Nam Kiyoung.

"Pak kepala tadi mendatangiku, ia bilang kita harus menutup kasus ini." jawabnya cepat.

"Nde?! bagaimana kita bisa menutupnya kasus ini? Kita bahkan belum tahu siapa pelakunya!" ujarku tidak terima.

"Aku tahu reaksimu akan seperti ini, Joohyun. Aku tahu kau tidak akan menurut begitu saja." ucap kapten sambil memandangku lekat.

"Lalu apa yang harus kita lakukan, kapten?" tanyaku.

Kapten menghela napas sebentar, "untuk saat ini, aku ingin kau pergi bersama Il Seung, kalian berjaga di rumah sakit. Cari tahu informasi sebanyak-banyaknya dari korban." titah kapten.

Aku dan Il Seung mengangguk paham. Kami lantas berjalan keluar dari ruang kerja kapten. Baru beberapa langkah dari ruang kapten, tiba-tiba sebuah nada dering ponsel terdengar.

Refleks aku mengambil ponselku yang berada di kantong celana. Namun ternyata nada dering itu bukan berasal dari ponselku. Aku menoleh kearah Il Seung yang ternyata sedang menerima telepon.

Dahiku mengernyit heran, bukankah Il Seung sering kali mendapat telepon saat bekerja? apa itu hanya perasaanku saja?

Aku mengamati lekat anak baru itu, rasa curiga ku padanya semakin bertambah.

Jujur harus kuakui aku sebenarnya tidak berniat mencurigai Oh Il Seung, bahkan dari awal aku sama sekali tidak menaruh rasa curiga padanya. Tapi seiring waktu, entah mengapa aku merasa ada sesuatu yang ia sembunyikan dan itu membuatku penasaran. Dimulai dari ia yang berhasil mendapat koordinat pelaku dan juga korban dan tepat saat itu, sikapnya menjadi aneh. Ia berkata jika ia tidak bertemu dengan pelaku, tetapi ia selalu mengelak ketika aku bertanya tentang luka yang ia dapatkan pada saat itu. Tidak mungkin bukan ia memukul dirinya sendiri hingga sudut bibirnya robek?

Sehingga mau tak mau, aku harus menaruh rasa curiga dan juga mengawasi gerak-geriknya selama ia bekerja denganku.

.

.

.

"Aku sudah mendapatkannya, hyung"

"Dimana? Katakan dimana nomer ponsel itu aktif?!"

"Hei hei tenangkan dirimu, hyung."

"Bagaimana aku bisa tenang?!" ujarku kesal tapi dengan suara yang pelan, aku tidak ingin Joohyun mendengar percakapanku dengan Se Ho.

"Kau tidak akan percaya ini, hyung.."

"Cepat katakan dimana nomer ponsel itu, Oh Seho!"

"Dia berada ditempatmu, hyung"

"Huh?"

"Dia sedang berada ditempatmu berada saat ini, hyung."

mataku membulat, aku langsung mematikan panggilan telepon dari Seho. Aku berbalik, mendapati Letnan Bae yang menatapku heran.

"Siapa yang menelpon, Sersan Oh?" tanyanya.

"Adikku menelpon, Letnan. Dia bilang ada temannya yang selalu mengerjainya, jadi aku bilang padanya untuk bilang kepada temannya itu jika aku akan menangkapnya jika ia mengganggu adikku lagi."

Dahi Joohyun sedikit mengkerut, "Benar kah?"

Aku mengangguk mantap, "Ya, benar begitu."

"Baiklah kalau begitu, ayo kita bergegas kembali ke rumah sakit." ucapnya lalu melangkah menuju tempat parkir. Seperti biasa, aku mengekorinya dari belakang.

Namun begitu kami sampai di tempat parkir, aku melihat orang yang aku cari sedang bersembunyi dibalik salah satu mobil. Ia juga sedang melihat kearahku.

Sial! aku tidak suka melihat senyuman itu dari wajahnya. Ia kemudian menggerakkan kepalanya seolah memintaku ikut dengannya. Ia kemudian berjalan menuju sisi kiri kantor polisi tempatku bekerja.

Aku menghembuskan napasku dengan keras. Cukup keras untuk membuat Letnan Bae menoleh kearahku,

"Ada apa?" tanya Joohyun.

"Maaf Letnan, tapi bisakah anda menunggu disini sebentar? saya harus ke kamar kecil sekarang juga."

"Baiklah, aku akan menunggu disini. Tapi sebaiknya kau cepat, aku tidak suka menunggu terlau lama"

"Baik, Letnan." ucapku lalu bergegas masuk.

.

.

.

"Ternyata kau cepat juga menyusulku, Kang." ucap orang itu begitu melihatku.

"Tidak usah berbasa-basi, cepat katakan apa yang kau tahu tentang Gook Cha Kyung!" ujarku gusar.

Orang itu menatapku lekat dalam diam. Aku ikut memandangnya dengan sengit. Tidak lama kemudian, ia memasukkan tangannya kedalam saku jaket. Ia lalu melemparkan sebuah ponsel dari dalam jaket tersebut.

Aku menangkapnya dengan tepat. Mengamati ponsel tersebut dengan seksama.

"Apa ini?" tanyaku tak mengerti.

"Aku ingin kau menyimpannya untuk sementara, ponsel itu tidak aman bersamaku."

Aku menatapnya heran, "Kau menyuruhku untuk menyimpannya?" tanyaku sinis.

Ia mengangguk, "Aku akan menjelaskannya padamu disaat yang tepat."

"Dan kapan 'saat yang tepat' itu, huh?"

Ia mengangkat kedua bahunya, "Bisa jadi cepat, bisa juga lambat. Semua tergantung padamu, Kang."

"Kenapa harus aku?!" tanyaku semakin tidak sabar.

Ia menatapku dalam lagi, lalu berkata dengan tenang, "Karena sejak awal, aku sudah memilihmu."

MissingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang