Thirty Eight

613 106 49
                                    

"Sayangnya ... kau melihatku saat itu, iya kan?"

Joohyun yang sedari tadi terdiam mengangguk pelan. Ia terkejut sekali mendengar apa yang dikatakan oleh Kang tadi. 

"Jadi ... bukan kau yang-"

"Sudah kubilang dari awal bukan? Bukan aku yang membunuh ayahmu" potong Kang.

"Lalu, apakah kau tahu siapa yang mendorong ayahku dari atap waktu itu?"

Kang menggeleng, "aku tidak tahu dengan pasti karena waktu aku hampir sampai di atap, aku ketahuan oleh orang-orang yang mengejar kita saat itu"

"Ah begitu ..."

Keheningan kembali muncul di antara mereka berdua. Joohyun kini memainkan kedua ibu jarinya. Kang menyeruput ice americanonya dengan perlahan.

"Dan soal malam itu ... aku minta maaf karena tidak menepati janjiku. Aku tidak datang saat itu." ujar Kang setelah selesai menyeruput ice americanonya.

Joohyun mendongak, "Kau ingat tentang itu?"

Kang mengangguk, "Aku tidak akan pernah lupa."

"Kalau begitu, katakan padaku kenapa kau tidak datang pada saat itu? kau sengaja membuatku kedinginan karena menunggumu?" tanya Joohyun bertubi-tubi. Jujur jika mengingat malam itu, dia sungguh kesal dengan orang yang ada dihadapannya ini.

"Tidak- sungguh aku sama sekali tidak berencana untuk membuatmu menunggu. Hanya saja saat itu-" ucapan Kang terhenti. Raut wajahnya berubah menjadi sendu.

"Kenapa? apa yang terjadi?"

"Aku dijebak. CCTV di kantor ayahmu dimanipulasi sehingga aku terlihat seperti orang yang mendorong ayahmu. Seharusnya setelah membuatmu aman, aku diminta pergi ke kantor polisi. Tapi karena polisi lain menemukan cctv itu, membuatku mau tak mau harus pergi meninggalkan negara ini secepatnya." ujar Kang menjelaskan apa yang terjadi pada malam itu.

"Aku terpaksa Joohyun. Bukan kemauanku untuk meninggalkanmu saat itu. Aku tahu kau akan marah dan akan terus menungguku jika aku tidak muncul saat itu. Jadi aku meminta tolong Taeyeon hyung untuk menjemputmu. Maaf jika ia terlalu kasar untuk membawamu pulang." Kang kembali menjelaskan dan itu membuat Joohyun terkejut.

"Jadi ... kau yang meminta Taeyeon-ssi untuk menjemputku?" tanya Joohyun tidak percaya. Kang mengangguk, "Hanya dia satu-satunya yang aku percaya saat itu."

"Hari itu sangat berat bagimu dan juga bagiku. Aku tahu bagaimana rasanya kehilangan orang tua, Joohyun. Kau ingat gelang yang selalu kupakai saat kita masih kecil?"

"Gelang milik ibumu?" 

Kang mengangguk, "Saat aku kecil, ibuku meninggalkan aku setelah tertabrak mobil. Aku menyaksikannya tepat di depan mataku. Saat itu sudah larut malam dan juga hujan deras. Tidak ada orang yang berkeliaran di jalan. Aku hanya bisa menangis disamping ibuku yang sekarat. Malam itu, sebelum ia menghembuskan napas terakhirnya, ia memberikanku gelang itu. Katanya, itu adalah gelang yang diberikan ayahku. Ia ingin aku memakainya jadi ayahku akan tahu kalau aku adalah anaknya jika suatu saat kami bertemu."

Tanpa sadar Joohyun mengenggam tangan Kang yang bergetar, "Kau hebat, Kang. Aku selalu ingin mengatakan itu padamu. Kau selalu menyembunyikan perasaanmu dengan baik. Kau selalu tampak percaya diri dan kuat, tapi bisakah untuk kali ini. Kali ini saja, kau tunjukkan padaku dirimu yang sebenarnya? Tidak usah berusaha untuk menahannya, tumpahkan saja air matamu itu. Aku akan ada di sini sebagai tempatmu bersandar."

Mendengar itu, air mata yang sedari tadi ditahan oleh Kang Seulgi akhirnya tumpah. Ia menyembunyikan tangisannya dibalik tangan kanannya yang tidak digenggam  oleh Joohyun. Sementara itu, Joohyun semakin mengeratkan genggaman tangannya. 

MissingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang