Sixteen

996 144 9
                                    

Kota Seoul yang penuh akan gedung-gedung tinggi tampak begitu indah saat senja. Sinar matahari yang memudar menambah goresan indah sore itu. Tidak ingin ketinggalan, angin yang berhembus pelan membuat suasana hari itu menjadi semakin lengkap.

Seorang pemuda terlihat duduk di salah satu rooftop gedung tertinggi di kota Seoul tersebut. Ia terlihat menikmati pemandangan hari ini. Seakan ingin melepaskan sejenak beban pikirannya beberapa hari ini.

Ting!

Ponselnya berbunyi— menandakan sebuah pesan telah masuk. Ia segera membuka ponselnya itu dan melihat pesan tersebut


Jangan lupa untuk menemui Tuan Bae hari ini

- Tuan Shin -


Setelah membacanya, Kang langsung menutup ponselnya tersebut dan menyimpannya didalam saku jaketnya. Kemudian ia berjalan memasuki gedung yang ternyata adalah gedung pusat Bae Group. Sebelum ia turun menuju lantai tempat ruangan Tuan Bae berada, ia memeriksa jam tangannya terlebih dahulu.

29 Maret, 4:18 PM

ia lalu kembali melangkah turun. Ia harus tiba di ruangan tuan bae dua belas menit lagi, jika tidak maka ia telah gagal menjalankan tugas yang diberikan oleh Detektif Shin.

Sekarang ia telah berada didalam lift yang turun menuju lantai ke tujuh belas. Ia terus saja memeriksa jam tangannya, berharap ia bisa sampai tepat waktu.

Saat pintu lift terbuka— menandakan bahwa ia telah sampai di lantai yang ia tuju. Kang langsung berjalan keluar kemudian berbelok ke kiri menuju ruangan tuan bae. Dia berhenti tepat didepan pintu lalu mengetuknya sesuai irama yang diberitahukan oleh Detektif Shin.

.

.

.

Joohyun POV

Hari ini aku sengaja pulang cepat. Aku tidak ingin melewatkan hari spesial ini. Pagi tadi Ayah telah berjanji akan merayakan ulang tahun hari ini bersama denganku dan eomma.

Usai bel sekolah berbunyi aku langsung menuju halaman sekolah dimana Pak Han telah menungguku. Aku segera masuk ke dalam mobil dan meminta Pak Han untuk mengantarku ke kantor Ayah.

Aku ingin membuat kejutan untuk Ayah di hari ulang tahun ini. Tidak lupa sebelum sampai di kantor Ayah, aku berhenti di sebuah toko roti dan membeli sebuah roti ulang tahun dan juga beberapa perlengkapan ulang tahun.

Selama di perjalanan, aku berkhayal jika Ayah akan senang dengan kejutan yang kuberikan. Ayah pasti juga akan terkejut karena aku sudah memberitahu Pak Han untuk tidak membocorkan rencana kejutanku ini ke Ayah. Tahun lalu dan tahun-tahun sebelumnya Ayah selalu tahu kejutan yang kuberikan karena diberitahu oleh Pak Han. Jadi kali ini aku sedikit 'mengancam' Pak Han agar ia mau tutup mulut.

Sampai di kantor Ayah aku segera berlari menuju lift sambil membawa roti ulang tahun dan perlengkapan ulang tahun yang tadi kubeli diperjalanan. Setelah masuk kedalam lift aku segera memencet tombol yang menunjukkan angka tujuh belas.

Kakiku terus mengetuk lantai, tidak sabar untuk segera bertemu Ayah. Aku juga terus melihat jam tanganku memastikan aku tidak terlalu cepat datang agar tidak mengganggu Ayah.

4:26 PM, 29 Maret

Aku tersenyum simpul, Ayah biasanya sudah selesai bekerja di jam segini. Aku masih mengetuk-ketukkan sepatuku dilantai, hingga akhirnya pintu lift terbuka dan aku segera berjalan keluar dari lift. Sebelum aku berbelok menuju kantor Ayah aku berhenti sebentar untuk mempersiapkan kejutanku. Aku memasang lilin ulang tahun di roti dan memakai topi ulang tahun di kepalaku. Tidak lupa aku menyalakan lilin ulang tahun berangka 36 dan 16 itu. Setelah selesai menyiapkan kejutanku aku membawa roti ulang tahun dengan kedua tanganku dan berjalan menuju ruangan Ayah.

Tetapi saat aku hendak berbelok aku melihat seseorang keluar dari ruangan Ayah dengan tergesa-gesa. Aku yang terkejut refleks menyembunyikan diri dibalik tembok. Aku sedikit mengintip untuk melihat orang itu. Betapa terkejutnya aku ketika melihat wajahnya. Wajah yang akhir-akhir ini sering muncul dikepalaku, wajah seorang anak laki-laki yang cukup dingin padaku— Kang Seulgi.

Aku terus memperhatikannya yang kini berlari menuju atap. Setelah ia sudah tidak terlihat, aku memberanikan diri keluar dari persembunyianku. Aku berjalan masuk ke ruangan Ayah. Namun saat aku masuk aku tidak menemukan siapa pun. Aku menjadi sedikit bingung, Ayah biasanya masih berada di kantornya dan bersiap-siap pulang. Aku pun berjalan menuju meja kerja Ayah, berharap Ayah bersembunyi dibawah mejanya. Tetapi nihil, aku tidak menemukan Ayah di sana.

Tiba-tiba aku mendengar suara sirine dari bawah. Aku pun berjalan menuju jendela yang anehnya— terbuka lebar. Aku melihat ke bawah, orang-orang berteriak saat melihat tubuh seorang pria yang kini terbaring tanpa nyawa di tanah. Kakiku seketika menjadi lemas, pikiran-pikiran buruk berkeliaran diotakku. Aku berjalan gontai menuju meja Ayah kemudian terduduk lemas di kursinya.

Mataku menjadi sedikit buram karena air mata yang hampir tumpah. Aku berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis. Namun, aku tidak bisa membendung air mataku lagi begitu melihat sebuah surat diatas meja ayah. Tanganku bergetar saat mengambilnya. Aku memberanikan diri untuk membuka surat itu.

Tangisku semakin pecah saat aku membacanya. Aku terjatuh dilantai sambil mendekap erat surat itu— surat wasiat Ayah. Aku terus meraung-raung memanggil nama Ayah, tidak percaya jika Ayah akan meninggalkanku dan eomma secepat ini.

Dengan cepat, kenangan-kenanganku bersama Ayah berkelebat. Wajah Ayah, senyum Ayah, hingga saat Ayah memanggil namaku terus berputar dipikiranku. Aku tidak rela Ayah meninggalkanku dengan cara seperti ini, disaat seperti ini.

aku pikir hari ini aku dan keluargaku akan berbahagia merayakan ulang tahun Ayah dan juga























—ulang tahunku.

MissingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang