Dua Minggu kemudian...
Akhir-akhir ini aku disibukkan oleh persiapan tes kepolisian yang disyaratkan Detektif Shin. Mulai dari latihan soal hingga membaca buku pedoman yang saking tebalnya membuatku ingin untuk menjadikan buku itu sebagai bantal tidur.
"Hyung!" aku menoleh ke belakang dan menemukan Byul yang sedang berlari kearahku dengan cepat. Kali ini aku sungguh iri dengannya yang tidak perlu berkutat dengan buku-buku sialan ini dan bisa menjelajah kota dengan bebas.
"Ada apa Byul?" tanyaku begitu dia sampai didepanku. Dia mengatur napasnya sebentar lalu berkata, "aku..hah...dikejar.. oleh..gadis..hah..gila," jawabnya dengan napas yang tidak beraturan. "Gadis gila?" ulangku, dia mengangguk cepat lalu menoleh ke belakang. Aku mengikuti arah pandangannya lalu menemukan sesosok gadis berjalan dengan cepat kearahku dan Byul dengan wajah yang dingin. Sepertinya dia barusan pulang dan belum sempat mengganti baju seragamnya.
"Joohyun?" gumamku lirih menyebut nama gadis itu. Sudah lama aku tidak melihat gadis itu, mungkin sekitar dua bulan yang lalu? aku tidak begitu mengingatnya.
Kini Joohyun sudah berdiri dihadapanku. Byul langsung bersembunyi dibalik punggungku. Aku menatapnya tajam, begitu pula dengan dirinya.
"Apa yang kau lakukan disini?" aku masih menatapnya dengan tajam. Dia hanya diam saja, memperhatikanku dan Byul secara bergantian.
"Apa kau lupa dengan perjanjian kita?" tanyaku lagi karena tidak mendapat segera jawaban dari Joohyun. "Ani, aku ingat." jawabnya singkat. "Lalu apa yang kau lakukan sekarang? Kau yang menemuiku pertama kali bukan?" balasku dengan seringai tipis diwajahku.
"Ani, kau yang pertama kali melanggar hal itu." ucapnya yakin. "Aku? Aku bahkan tidak pernah bertemu denganmu sejak hari itu." ucapku tidak percaya dengan apa yang Joohyun barusan katakan.
"Kau datang ke area apartemenku dua hari yang lalu jika kau lupa." jelasnya. Aku membuka mulutku tidak percaya "Bagaimana bisa kau menganggapku datang kepadamu hanya karena aku berada disekitar apartemenmu?" seruku sedikit emosi.
Joohyun hanya terdiam, tidak menanggapiku. Kemudian aku melihat ia sedang menatap buku yang sedang aku baca.
"Apa itu?" dia balik bertanya. Aku menyembunyikan buku pedoman itu dibelakangku, tidak ingin Joohyun tahu bahwa aku akan ikut tes masuk kepolisian. "Apa urusanmu?" aku bertanya dengan sinis. Dia berjalan mendekatiku hingga kami hanya berjarak lima belas senti. Tinggi kami yang hampir sama membuatku bisa melihat mata jernihnya dengan jelas.
'dia semakin cantik' tanpa sadar pipiku mulai memerah saat melihat wajahnya dari dekat. Aku memalingkan muka, tidak ingin terlalu lama menatapnya. Dia yang melihat tingkahku menyeringai senang.
"Kenapa kau memalingkan muka?" tanyanya menggodaku. Aku hanya diam saja. melihatku yang tidak menanggapinya, ia semakin mendekatkan wajahnya. Aku refleks memundurkan kepalaku berusaha menjauh darinya. Seringai Joohyun semakin lebar, sepertinya dia sangat menikmati saat ini.
Tidak ingin diperlakukan seperti ini terlalu lama, aku mendorong mundur keningnya dengan jari telunjukku. "Berhenti menatapku seperti itu." titahku. "Memangnya kau siapa? Berani memerintahku seenaknya." sahutnya tidak ingin menuruti perintahku.
Aku menghela napas dengan kasar, gadis ini semakin lama semakin membuatku kesal. Aku menatapnya dalam, tiba-tiba mendapat sebuah ide untuk membalas kelakuannya tadi. Aku menoleh ke belakang, melihat Byul yang masih bersembunyi dibelakangku. Aku berbisik pelan kepadanya, menyuruhnya agar bersiap untuk lari. Dia mengangguk paham.
Aku kembali menatap Joohyun yang terlihat penasaran dengan apa yang kubisikan pada Byul. Kemudian dengan tiba-tiba aku memajukan kepalaku hingga jarak antara kami hanya tersisa tujuh senti. Joohyun yang kaget refleks memundurkan kepalanya, aku menyeringai senang lalu memiringkan kepalaku sedikit dan memajukan kepalaku lagi.
Cup!
aku mencium pipinya sekilas lalu menarik kepalaku dan berlari menjauh dari Joohyun yang berdiri mematung setelah kucium. Byul yang ikut berlari disampingku menatapku seolah berkata 'Apa kau sudah gila hyung?'
.
.
.
Author POV
Pada pukul lima sore, terlihat sebuah mobil sedan berwarna hitam berhenti didepan sebuah rumah yang cukup luas. Dari mobil tersebut turun seorang pria berperawakan tinggi dan tegap. Ia berjalan dengan membawa sebuah koper ditangan kirinya. Dia mengetuk pintu kayu yang tampak sudah usang dengan hati-hati.
Tidak lama pintu tersebut terbuka sedikit, tampak kepala seorang pria yang sepantaran dengannya menyembul keluar. Setelah mengecek keadaan disekitar rumahnya, si tuan rumah membukakan pintu lebih lebar untuk tamunya tersebut. Ia lalu menutup pintu dengan hati-hati.
"Kau sudah mendapatkan barang bukti lain Bae?" tanya si tuan rumah. Pria berperawakan tinggi tegap yang ternyata bernama Bae Jung Won itu pun mengangguk. Dengan sedikit percaya diri ia berkata, "Aku rasa bukti yang aku temukan sudah cukup untuk memenjarakannya."
Pria yang lebih pendek menggeleng, tidak setuju. "Kita butuh sesuatu yang lebih dalam, bukti-bukti yang kita punya masih terlalu umum."
"Bukankah kasus pembunuhan Tuan Jung In sudah cukup memberatkannya?" sekali lagi lawan bicara Bae Jung Won menggeleng, "kasus itu memang cukup kontroversial di masyarakat, hanya saja bukti dari kasus tersebut tidak ada yang mengarah secara langsung kepada Lee Jae Wook."
Direktur utama dari Bae Group tersebut tampak berpikir keras, kemudian ia menjentikkan jarinya karena teringat sesuatu, "Ah! kenapa aku bisa melewatkannya..." temannya menatap Bae Jung Won heran, "apa yang kau lewatkan?" tanyanya.
"Kita masih punya harapan!" wajahnya terlihat lebih cerah sekarang. Dia merasa sangat yakin dengan bukti yang ia dapatkan.
"Apa itu?"
"Temui aku akhir bulan ini, aku akan memberikannya padamu,"
"Akhir bulan ini? aku rasa aku tidak bisa..."
"Apa ada yang harus kau kerjakan?"
Temannya itu mengangguk, "aku harus menyelesaikan kasusku sekarang dan memberikan laporannya kepada pak kepala paling lambat bulan ini, jadi aku rasa aku tidak bisa."
"Kalau begitu apa yang harus kita lakukan? kita harus mengajukan bukti itu secepatnya."
"Aku akan menyuruh seseorang untuk mengambilnya, bagaimana?"
"Kau yakin? apa aku bisa mempercayainya?"
"Tenang saja, aku yakin seratus persen kepadanya, percaya saja padaku."
.
.
.
"HAAACHIIIM"
Kang mengusap hidungnya kasar. Byul yang berada disebelahnya kaget karena suara bersin Kang yang keras.
"Apa kau terkena flu hyung?" tanyanya khawatir. Tentu saja ia khawatir dengan Kang, ia takut jika hyungnya itu jatuh sakit sehingga ia tidak bisa mengikuti tes kepolisian yang diadakan minggu depan.
"Tidak, aku tidak flu, hanya saja hidungku tiba-tiba terasa gatal." jelas Kang. "huhh, kukira kau terkena flu hyung," ucap Byul lega karena kekhawatirannya itu tidak terjadi.
Kang mengacak rambut Byul pelan, "Tenang saja, aku tidak akan terkena flu semudah itu." kemudian ia menyengir lebar saat melihat Byul yang merajuk karena tidak suka rambutnya diacak oleh Kang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Missing
ActionBetween ambition, love, and sacrifice Started : 30/07/2018 End : 04/06/2020