Four

1.3K 213 6
                                    

Setelah ayah Joohyun pergi, aku melangkah masuk. Aku berjalan mengelilingi apartemen, mencari gelangku. Apartemen ini lumayan luas, aku rasa aku akan memakan waktu agak lama untuk mencarinya.

"Dimana dia menyimpan gelang itu?" aku terus mencari gelang itu. Aku sudah mencari di daerah ruang tamu dan ruang keluarga tetapi tetap saja aku tidak dapat menemukan gelangku. Aku melihat ke sekeliling dengan frustasi, aku harus menemukan gelang itu.

Aku terus saja mencari hingga aku berdiri disebuah pintu. Terdapat tulisan Joohyun's dipintu itu. Aku rasa itu adalah kamar Joohyun. Sejenak aku berdiri didepan itu bingung. Apakah aku harus mencari dikamarnya atau tidak. Selama ini aku tidak pernah memasuki kamar seorang gadis, aku gugup. Akhirnya aku memutuskan untuk membuka pintu itu dan mencari gelangku disana.

Rapi. Itu adalah kesan pertamaku ketika melihat kamarnya. Tidak kusangka dia memiliki sisi feminim. Kamarnya bercat pink muda dan putih, tampak feminim. Aku mulai mencari gelangku dikamarnya. Setelah 20 menit mencari aku tidak menemukan gelangku. Aku sudah menggeledah kamarnya namun tetap saja aku tidak berhasil menemukan gelangku. Aku akhirnya keluar dari kamarnya. Lalu mencari ke kamar lain.

Aku membuka pintu kamar disebelah kiri kamar Joohyun. Kamar itu sedikit lebih luas dari kamar Joohyun. Kamarnya didominasi warna cokelat dan putih. Aku mendekati meja kerja dikamar itu untuk mencari gelangku. Diatas meja terdapat berbagai kertas. Aku menjadi sedikit penasaran. Aku pun membaca kertas-kertas itu. Aku terkejut tidak percaya dengan apa yang aku lihat.

"Joohyun adalah anak dari direktur Bae Group?" ucapku tak percaya. Tidak kusangka apartemen ini adalah apartemen milik direktur utama Bae Group. Salah satu perusahaan terbesar di Korea Selatan.

"Berarti... pria tadi adalah Tuan Bae Jung Won?" aku masih saja tidak percaya. Aku kembali membaca berkas-berkas di meja kerja itu.

"Eung? Lee Jae Wook? bukankah dia mantan presiden?" aku membaca sebuah artikel yang tersalip diantara berkas-berkas perusahaan. Aku terus membaca artikel itu, aku tersenyum miris setelah selesai membacanya. Sebuah kasus korupsi, hal umum yang sudah sering kudengar. Aku membalik kertas artikel itu. Namun aku tidak menduga apa yang terdapat dibalik kertas tersebut. Terdapat coret-coretan yang sepertinya berhubungan dengan kasus korupsi yang barusan kubaca.

Mataku membulat kaget begitu membaca coret-coretan itu. Pembunuhan? Tuan Lee Jae Wook berani membunuh orang? bagaimana bisa seorang mantan presiden melakukan hal tersebut? Bukankah seorang presiden harusnya menjadi seorang teladan bagi rakyatnya? aku yang merasa harus melaporkannya refleks mengambil kertas tersebut lalu menyimpannya didalam kantong celanaku. Aku keluar dari kamar itu lalu berjalan cepat ke arah balkon. Saat ini ada yang lebih penting dari gelang ibuku. Aku melompat pagar lalu turun, dibawah masih ada Byul yang menungguku.

Sesampainya dibawah aku langsung menghampiri Byul, "Kita harus pergi dari sini," Byul menatapku bingung. "Kita harus bertemu seseorang." aku langsung berjalan pergi setelah berkata begitu. Byul diam saja, mengikutiku dibelakang. Aku berjalan ke arah kantor polisi.

.

.

.

Aku bersembunyi dibalik dinding luar kantor polisi. Aku menunggu seseorang untuk keluar. Byul ikut bersembunyi disebelahku. Diperjalanan menuju kantor polisi tadi dia hanya diam saja. Mengikuti langkah kakiku.




"Kenapa kita ke sini, hyung?" tanya Byul akhirnya membuka suara. Aku menoleh ke arahnya, "Kita akan menemui seseorang." Dia menatapku penasaran. "Apakah tuan detektif kemarin?" tanyanya. Aku mengangguk kemudian menoleh ke arah kantor polisi.

Terlihat seorang pria yang baru keluar dari sana. Aku langsung berjalan menghampirinya. "Tuan detektif," panggilku. Pria itu menoleh ke arahku lalu tersenyum, "Sudah kubilang bukan kita akan bertemu lagi?" Aku terkekeh geli, "Itu benar tuan, aku masih ingat itu."

"Jadi, apa yang membuatmu menemuiku?" tanyanya. Sejenak aku ragu apakah aku harus memberitahunya. Akhirnya aku menyakinkan diriku untuk memberitahunya.

"Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan, tapi tidak disini." jelasku. Aku melihat Byul yang masih bersembunyi. Detektif Shin mengikuti arah pandanganku.

"Adikmu?" tanyanya. Aku hanya mengangguk sebagai jawabannya. Dia mengerutkan keningnya, "Apakah karena dia kau tidak ingin menyampaikannya disini?" tanyanya lagi. "Tidak, kita memang tidak bisa membicarakannya disini." jawabku dengan menggeleng. Dia mengangguk paham.

"Tolong ikut aku tuan, aku tahu tempat yang tepat untuk membicarakannya." ucapku lalu berjalan keluar dari kawasan kantor polisi. Aku dan Byul saling menatap lalu seakan mengerti dengan tatapanku dia berjalan mengikutiku. Detektif Shin juga mengikutiku dari belakang.

.

.

.

Kini kami telah sampai ditempat yang kumaksud, taman kota. Sebuah tempat yang tidak terduga bukan? Tapi menurutku tempat ini merupakan salah satu tempat yang paling aman. Tidak akan ada yang menduga bahwa kami akan membicarakan sesuatu yang penting ditempat seperti ini.

Aku menunjukkan artikel yang aku curi tadi kepada Detektif Shin. Dia menatap kertas itu lalu menatap ke arahku. Dia menatapku bingung.

"Anda harus membacanya." suruhku. Dia lalu mengambil kertas itu dan membacanya. Selesai membaca atikel itu dia kembali menatapku, "Kenapa kau memberikan ini padaku?". Aku mengangkat kedua bahuku, "Tidak tahu, aku hanya berpikir untuk memberikannya kepada anda." Dia lalu mengembalikan kertas itu padaku.

"Aku sudah tahu tentang hal itu, itu berita lama." ucapnya. Aku menggeleng tidak setuju, "Anda harus membaca tulisan dibalik kertas, anda pasti akan mengerti." Dia lalu mengambil lagi kertas itu lalu membaliknya. Byul yang berdiri disebelahku sepertinya menjadi penasaran lalu ikut membaca tulisan dibalik kertas itu

Mata mereka membulat kaget sama seperti reaksi pertamaku membacanya. Dia lalu melihat ke arahku, "Dimana kau menemukan kertas ini?"

"Tidak akan kuberitahu." jawabku tenang. Byul kini sedang menatapku tidak percaya, "Jangan bilang kau mengambilnya dari-" Aku langsung menatapnya lalu menaruh jari telunjukku di depan bibir, memberikan kode agar dia tidak berbicara lebih jauh lagi. Detektif Shin sekarang melihat ke arah Byul dengan wajah penasaran.

"Siapa namamu anak muda?" tanyanya. Byul bingung lalu menatapku seakan meminta izin apakah dia boleh memberitahu namanya. Aku mengangguk memberikan izin.

"Emm.. namaku Byul, Tuan." ucapnya memberi tahu Detektif Shin. Detektif Shin mengangguk senang lalu menoleh ke arahku lagi.

"Kau tahu? aku ingin menawarkan sebuah pekerjaan padamu." tawarnya padaku.

"Apa itu, Tuan?" tanyaku penasaran. Aku melihatnya tersenyum senang.

"Aku ingin kau menjadi informanku." ucapnya. Aku terkejut dengan tawarannya. Tidak kusangka dia akan memberiku pekerjaan yang berat untuk seorang anak kecil sepertiku.

"Jadi, apakah kau menerima tawaranku?" tanyanya memastikan. Aku terdiam sejenak, memikirkan segala untung dan rugi jika aku menerima tawarannya.

"Tawaran ini juga berlaku bagimu Byul." ucapnya sambil melihat ke arah Byul.

"Aku ikut dengan hyungku saja tuan. jika dia menerimanya, aku juga akan menerimanya." jawab Byul cepat. Kini mereka berdua sedang menunggu jawabanku.

"Bagaimana Kang? kau terima atau tidak?" tanya Detektif Shin lagi.

"Maaf tuan, aku belum bisa menjawabnya. Aku akan memberitahumu lusa ditempat ini." jawabku mantap. Detektif Shin hanya menatapku dengan senyuman, dia tidak keberatan dengan keputusanku.

"Baiklah, lusa kita akan bertemu lagidisini." ucapnya memutuskan pertemuan selanjutnya kemudian Detektif Shin berjalanpergi. Aku dan Byul hanya menatap punggung Detektif Shin yang berjalan semakinjauh.

MissingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang