Bab 9. Perjodohan dengan Anak Abi

20.8K 2K 16
                                    

"Iqbal?!" Ku dengar dari nada suaranya, ia nampaknya kaget.

Aku mengangguk pelan.

"Apa kau menerimanya?" tanyanya penuh cemas.

"Insya Allah. Kenapa?" aku memandang lurus kedepan, melihat orang berlalu lalang.

"Ga! Kamu ga boleh nikah sama dia!!" bentak Daniel "Kamu boleh nikah sama siapapun selain Iqbal!" Daniel berlalu meninggalkan ku dengan penuh tanda tanya.

Ada apa dengan Iqbal dan Daniel? Kenapa Daniel seperti tidak suka pada Iqbal?

Aku menggeleng pelan, mencoba untuk menepis semua prasangka buruk yang memenuhi pikiranku.

***
Saat pulang kuliah dan telah memasuki waktu sholat, aku pasti singgah di salah satu masjid terfavorit ku. Seperti saat ini.

Masjid Ar-Rahman. Masjid yang lumayan besar dan megah, terletak tidak jauh dari rumahku.

"Ka mica..." anak usia 5 tahun itu datang menghampiriku, memelukku erat.

"Alin" aku membalas pelukannya.

Aku lumayan akrab dengan beberapa jama'ah dimasjid ini. Terutama anak-anak yang ada dimasjid ini. Karena, aku sangat suka bermain dengan anak-anak.

Terkadang jika ada waktu, aku akan mengajari mereka mengaji dan bersholawat.

"Alin lindu cama kaka mica.." ucap Alin dengan wajah sangat ceria.

"Maafin kakak ya, kakak belakangan ini sibuk.. Nanti, abis sholat kita ngaji lagi ya sama temen temen Alin.." aku mencubit kedua pipi Alin yang tembem.

"Yeyy" ucapnya girang.

Aku bahagia ketika melihat mereka tersenyum dan tertawa riang seperti ini. Aku suka momen seperti ini, membuat masalah ku hilang sejenak.

'Allahu akbar Allahu akbar'

"Sekarang kita sholat dulu yaa" ajakku. Mereka mengangguk dan melompat kegirangan.

***

Aku mulai mengajarkan mereka mengaji dan bersholawat, setelah sekian lama aku tidak punya waktu  untuk mengajari mereka.

"Ayoo, siapa yang sudah hafal surah An-Naba?" tanyaku pada anak-anak polos dan lugu yang berada dihadapanku saat ini. Terakhir aku mengajari mereka, sebulan yang lalu aku memberikan mereka tugas untuk menghafal surah An-Naba

"Aku" hampir seluruh dari mereka mengangkat tangannya, hanya Alin yang tidak mengangkat tangannya.

"Alin belum hafal?" aku bertanya pada Alin yang terlihat cemberut.

Ia menggeleng lemah.

"Tak apa, nanti kakak ajari ya.." perubahan raut wajah Alin membuatku sedikit tenang.

"Misha..." seseorang menepuk pundakku. Aku segera berbalik badan.

"Eh, Hani.. Assalamu'alikum. Apa kabar han?" aku segera memeluknya.

"Wa'alaikumsalam. Alhamdulillah kabar baik" ia membalas pelukanku.

"Ada apa han?" tanyaku setelah melepas pelukanku.

"Ka mica... Ayo ngaji lagi..." rengek Karin, gadis kecil dengan wajah keturunan arab.

"Tunggu ya Karin sayang, ini kakak ada temen.." aku mengelus puncak kepala Karin, lalu tersenyum.

"Yahh" Karin menjauh dari ku dengan rasa kecewa.

Hani melihatku dengan wajah tersenyum, "Abi manggil kamu, sha"

"Abi? Abi kamu?" aku menaikkan sebelah alisku, ada urusan apa abinya Hani denganku?

Hani mengangguk "Ada yang ingin Abi bicarakan padamu."

"Sebentar lagi, aku akan kesana.." Hani mengangguk kemudian berlalu meninggalkan ku.

Aku kembali berjalan kearah sekumpulan anak-anak tadi, "Besok lagi ya belajar ngaji nya, kakak ada urusan sebentar."

Aku berjalan menuju rumah Hani yang tidak begitu jauh dari masjid ini.

"Assalamu'alaikum" ucapku memberi salam ketika aku sudah berada didepan rumah Hani.

"Wa'alaikumsalam, masuk nak Misha" ucap Ummi Aisyah mempersilahkan ku masuk.

"Iya, ummi" aku berjalan menuju ruang tengah, melewati ummi yang mempersilahkan ku untuk masuk.

"Ayo, duduk" aku mengangguk pelan kemudian mengambil posisi duduk dihadapan Ummi Aisyah.

"Apa abi memanggil ku?" tanyaku pada Abi yang sedari tadi memperhatikanku.

"Iya, Abi memanggilmu. Ada yang ingin abi bicarakan.." ku lihat dari raut wajahnya, nampaknya Abi Zaenal sedang ingin membicarakan hal serius.

"Mohon maaf sebelumnya, nak Misha.. Abi lancang mengatakan ini padamu. Tapi, abi sangat suka dengan kamu. Maka dari itu, abi berniat ingin menjodohkan mu dengan anak abi.." seperti ada sengatan listrik yang menjalar diseluruh tubuhku.

Cobaan apalagi yang kau berikan Ya Allah? Sungguh, aku menyerahkan segalanya kepada engkau.

"Anak abi?" tanyaku ambigu.

"Iya, nak.. Kalau Misha berkenan, Abi akan melamar Misha langsung dihadapan orang tua Misha.."

Pernyataan Abi membuatku terdiam. Bagaimana aku bisa menolaknya? Abi Zaenal selama ini bersikap baik padaku, bahkan menganggapku sebagai anaknya.

Disisi lain, aku sudah berjanji akan menunggu Iqbal menyelesaikan study nya.

"Apakah abi memiliki anak lelaki? Misha tak pernah melihat anak abi selain Hani.." selama ini, yang ku tahu hanya Hani anak Abi Zaenal dan Ummi Aisyah. Hani pun tak pernah menceritakan mengenai saudaranya padaku.

"Hani punya abang cowok, dia saat ini sedang melanjutkan study di Mesir." 

Deg.

Pernyataan abi barusan berhasil membuat ku terdiam dan tenggelam dalam pikiranku.

Anak abi? Kuliah di Mesir? Jangan-jangan.... Ah, engga Misha. Engga. Itu bukan Iqbal.

"Kalau boleh tau namanya siapa, bi?" tanyaku penasaran, berharap abi akan memberitahuku.

"Nanti kalau anak abi udah pulang, abi akan mempertemukan kalian. Ta'aruf gitu, Misha sholat istikharah dulu. Nanti Insya Allah, kalau memang kalian jodoh. Abi akan segera membawa anak abi kerumah Misha untuk mengkhitbah nak Misha." Abi Zaenal tersenyum tulus kearahku.

"Iya, bi." aku mengangguk pertanda mengerti.

***
Aku menyerahkan segalanya pada-Mu, Ya Rabbi.

CINTA SEPERTIGA MALAM [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang