Bab 5. Ta'aruf(?)

24K 2.4K 190
                                    

Aku membaca isi surat itu.

Astaga...

Kalian mau tahu apa isi suratnya? 

Kepo ya?

Hm?

Hahaha!
Oke oke, akan aku beritahu.

Di selembaran kertas bekas sobekan buku, disitu tertulis kalimat :
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Afwan sebelumnya, aku telah lancang mengatakan hal ini.
Namun, aku tidak ingin menundanya lebih lama lagi. Aku ingin menjaga pandangan ku, memuliakan mu dengan menikahi mu dan mengajakmu berpacaran setelah halal. Aku ingin menyempurnakan separuh agama ku bersama dirimu, Mahveen Annisa.
Aku tidak ingin terlalut lebih dalam lagi dalam dosa.
Aku sudah melaksanakan sholat istikharah. Alhamduluillah, aku menemukan jawabannya lewat kemantapan hati dan jiwa raga ku untuk mengajak mu ta'aruf kemudian mengkhitbah mu. Itu pun jikalau kamu membalas surat ta'aruf ku ini.
Jikalau kamu bersedia menjadi pendamping hidupku, balaslah surat ta'aruf ku ini dengan mengirimkan biodata mu. Aku memberikan mu waktu untuk melaksanakan sholat istikharah dan memantapkan hatimu. Kalau hatimu telah mantap. Balaslah surat ini dan biodata ta'aruf ku. Kemudian aku akan mengkhitbah mu seminggu setelahnya.

Syukron.
-Muhammad Iqbal Khair.

***

 Aku memukul kedua pipiku, memastikan apakah ini mimpi ataukah nyata. Ternyata bukan mimpi! Ini nyata. Benar-benar nyata!

Ya Allah, inikah jawaban atas segala doa-doa ku di sepertiga malam? Menginginkan dia untuk menyempurnakan separuh agama ku. 

Bola mataku beralih melihat selembaran yang satunya. Membaca dengan seksama isi biodata tersebut.

Nama lengkap : Muhammad Iqbal Khair
Nama panggilan : Iqbal
Tempat/Tgl lahir : Makassar, 20 Juni 1996
Agama : Islam
Riwayat pendidikan :
SD : Athirah Baruga Makassar
SMP : Athirah Baruga Makassar
SMA : SMA Islam Al-Azhar 12 Makassaar
Anak ke : 1 (Satu) dari 3 bersaudara

Begitulah seterusnya...

Aku melihat di ujung bawah kertas, ada sebuah foto yang sungguh menarik perhatianku.

Foto dirinya, Ya. Iqbal.
Namun, tak ada ekspersi yang ia tunjukkan. Huh, tetap saja seperti itu.

***

"Jadi, iqbal mengajakmu ta'aruf?" tanya Ibu heran. Setelah aku membaca surat dan biodata yang di berikan Arkan tadi, aku segera berlari keluar kamar dan mencari Ibuku. Aku tak sabar untuk memberitahu kebahagiaanku.

Aku mengangguk pelan.

"Allahu Akbar, Sungguh besar kuasa-Mu Ya Allah." aku menikah dengan pria yang taat pada agama dan tentunya hafizh Qur'an, itu adalah impian Ibu. Jadi, pasti ia akan merasa senang. Terlebih lagi, aku sering menceritakan perihal Iqbal kepada beliau.

"Misha masih belum percaya bu.. Besok Misha akan tanya lagi ke Arkan" Ibu menatapku lekat.

"Misha, ini jawaban atas doa-doa mu di sepertiga malam, sayang" Ibu tersenyum. Tulus. Manis. 

Sebutir air bening telah menggenang di pelupuk mataku, aku tidak mampu menatap ibu seperti ini. Aku tersenyum kemudian memeluk ibu erat. Air mataku sudah tak dapat ku bendung lagi, ia jatuh dengan bebas.

***

Kulihat Arkan sedang duduk di taman kampus. Tapi, dia tidak sendiri. Ada Iqbal disana. Mungkin ini waktu yang tepat untuk menanyakan kebenaran dari surat yang ku terima kemarin. Aku berjalan menghampiri mereka 

"Assalamu'alaikum" ucapku memberi salam.

"Wa'alaikumsalam" Jawab Arkan dan Iqbal bersamaan dengan mereka menoleh ke arahku.

Aku mendunduk dan meremas erat ujung jilbabku. 

Ah, kenapa tiba-tiba aku grogi seperti ini. gerutuku dalam hati.

"Ada apa, Sha? Kau sudah membalas suratnya?" suara bass itu milik Arkan.

"Be-belum.." jantungku semakin berdegup kencang.

IBUU!!! TOLONG MISHA! teriakku dalam hati.

"Lalu? Kau menolaknya?" tanya Arkan.

"Emm.. Bu-bukan, aku hanya ingin memastikan." aku semakin menenggelamkan wajahku.

"Memastikan apa?" Iqbal mulai bersuara.

"Apakah benar itu surat dari kamu?" Aku memberanikan diri mengangkat pandanganku untuk melihat ekspresi Iqbal. 

Tapi, ekspresinya sama saja. Tetap santai.

"Iya, itu dariku." jawabnya singkat. Tapi, membuat jantungku semakin berdebar lebih dahsyat.

"Ohh, aku kira ada yang sedang iseng." aku kembali menunduk.

"Tidak ada." Apakah tidak ada kata selain itu? Bisakah kau berikan penjelasan lebih jauh lagi?

"Misha..." panggil Arkan.

"Iya?" jawabku tanpa menangkat wajahku.

"Apakah kau menolaknya?" dan biarkan aku juga bertanya 'Apakah pantas aku menolaknya?'

"Nanti ku beritahu, aku butuh waktu untuk memantapkan hatiku. Kalau begitu saya permisi. Assalamu'alaikum" aku berlalu meninggalkan mereka berdua.

"Wa'alaikumsalam" jawabannya yang terdengar samar-samar ditelingaku.

***

CINTA SEPERTIGA MALAM [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang