"Jadi, kapan akad nikah dan resepsi nya akan dilaksanakan?" tanya Abi yang nampak antusias.
Aku membiarkan Ayah dan Ibu yang berbicara. Walau sebenarnya banyak ide yang muncul di otakku saat ini. Nyaliku tiba-tiba menciut.
"Segerakan saja, pak. Mumpung sekarang ini bulan syawal. Bukankah bulan ini adalah sunnah Rasulullah untuk menikah?" Benar apa yang Ayah katakan. Akupun ingin seperti itu.
"Wah, betul sekali. Tanggal kapan yang cocok kira-kira?" tanya Abi lagi.
"Abi, kita tanya ke Misha dan Iqbal nya dong." ucap Umi Aisyah memberi usulan. Bukan usulan, lebih tepatnya perintah.
"Ahiya, saking senangnya.. Abi sampai lupa." ucap Abi dengan wajah berseri-seri.
"Bagaimana Iqbal? Misha?" tanya Abi yang memandang kami bergantian. Ralat, lebih tepatnya aku dan Iqbal.
"Kalau Iqbal terserah bi, semua tanggal bagus kok." Iqbal memberi suara.
"Misha?"
"Kalau Misha maunya tanggal 12 Agustus bi.." usulku dengan nada sedikit lembut.
"Tanggal 12 Agustus ya? Hmm..." abi nampaknya sedang berpikir dan menimbang-nimbang.
"Kalau Abi ga suka, gapapa kok bi.." ucapku sedikit cemas abi tidak akan setuju dengan usulanku.
"Ah, tanggal 12 agustus itu bagus kok!" Abi tersenyum ke arahku.
"Jadi, akadnya tanggal 12 agustus?" tanya ibu.
"Akad dan resepsi mau disama-in harinya atau dipisah aja?" tanya Abi kembali.
"Mending dipisah bi, akadnya tanggal 12 agustus. Resepsinya tanggal 12 september, sebulan setelah akad." usul Iqbal. Aku setuju. Sangat setuju. Haha.
"Wah, iya! Betul sekali kamu sayang" Umi membelai lembut pundak Iqbal. "Bagaimana bi?" tanya umi, beralih melihat kearah abi.
"Boleh. Abi setuju" Abu menyetujui saran kami tentang penentuan tanggal akad dan resepsinya.
"Kalau begitu, kita persiapkan 2 pekan kedepan ya untuk akadnya?" tanya Ibu, yang direspon anggukan oleh Abi dan Umi.
"Akadnya, dilangsungkan dirumah Misha. Dan resepsinya akan dilaksanakan di Gedung." ucap Iqbal, memberi saran.
"Kapan proses lamarannya akan dilangsungkan? Untuk menjaga kelestarian Adat istiadat kita." tanya Ayah mengingatkan.
"Astagfirullah, abi hampir lupa. Prosesi lamarannya di laksanakan sepekan sebelum akad saja." Abi memberi usul. Semuanyapun sepakat.
Lamaran dilaksanakan sepekan sebelum akad.
Akad dilaksanakan tanggal 12 Agustus. Dan Resepsi akan dilaksanakan sebulan setelah akad.Aku memilih untuk banyak diam, dan merespon dengan anggukan jika ada yang perlu aku jawab. Lagi gugup. Hehe.
***
Tidak sedikit cobaan yang menghampiri saat menjelang pernikahan. Beribu cobaan datang menghampiri mulai dari teman,sahabat,keluarga dekat,lingkungan,dan lain sebagainya.
Karena syaiton akan terus berusaha menggagalkan niat baik dari cucu Nabi Adam. Aku dan Iqbal sebisa mungkin untuk tidak terpengaruh oleh godaan syaiton.
"Sha, kamu yakin mau nikah sama Iqbal?" tanya Fara kesekian kalinya, setelah aku menceritakan semuanya.
"Insya Allah, Ra." hanya itu jawabanku ketika pertanyaan yang sama menghampiriku.
"Daniel gimana? Bukannya dia ga setuju kalau kamu sama Iqbal?" Fara mengingatkan ku.
"Gapapa, Ra. Ada Allah kok." aku membentuk lengkungan senyum diwajahku.
"Kalau pas akad dia datang ngehancurin gimana?" tanya Fara lagi,lagi,dan lagi.
"Fara..." jedaku "Semua itu sudah Allah atur. Kalau Allah udah milih Iqbal jadi pendampingku, sehebat apapun halangan dari Daniel akan kalah dengan kekuatan Allah."
"Ra, nikah itu ibadah. Syaiton ga pernah suka kalau cucu nabi Adam itu melaksanakan ibadah. Jadi, syaiton akan sekuat tenaga menghalangi mereka yang ingin beribadah. Kita, cukup berlindung kepada Allah." lanjutku dibalas senyuman dengan Fara.
"Masya Allah, Iqbal beruntung banget bisa jadi calon suami mu Sha." suara bass yang tak asing di telingaku, Arkan.
Aku dan Fara segera menoleh kearah sumber suara.
Arkan berjalan mendekati kami, "Kalau ada apa apa, tanya aku aja sha. Insya Allah akan ku bantu"
Aku tersenyum, "Makasih, ar."
Terimakasih Ya Allah, engkau mengirimkan teman-teman yang baik padaku. Aku dikeliling mereka yang cinta pada-Mu. Terimakasih,Ya Allah.
"Ra, kamu kapan nih?" tanyaku dengan nada sedikit meledek.
Dalam hitungan detik, Fara mencubit pinggang ku. "Mishaaaa!!" aku tertawa renyah.
"Emang udah siap, ra?" tanya Arkan yang sepertinya juga ikut meledek Fara.
"Ihh!! Kalian nyebelin." Fara memanyunkan bibirnya.
***
"Misha.." suara itu, sepertinya aku mengenalinya.
Tapi, aku mengacuhkannya.
"Misha!!!" ia semakin mengeraskan suaranya, dan sepertinya berlari mendekatiku.
Aku mengecilkan langkahku, bukan berhenti. "Misha, kamu kenapa ga berhenti?" sekarang, pria itu tepat disampingku.
Aku sedikit menjauh darinya, menjaga jarak.
"Ada apa lagi?" tanyaku tanpa basa-basi.
"Misha, kamu akan menikah?" tanya nya kembali.
Aku mengangguk.
"Dengan Iqbal?" aku mengangguk lagi.
"Kenapa Iqbal? Bukankah aku sudah mengatakan...."
"Daniel, ini pilihanku. Tolong hargai." aku segera memotong pembicaraannya.
"Ga misha, engga!! Kamu boleh nikah sama siapa saja. Kecuali Iqbal!" bentaknya.
Semua orang melihat kearah kami, ini bukan pertama kalinya. Daniel benar-benar keterlaluan.
Astagfirullah.
Aku terus mengucap dzikir dan lafadz istighfar dalam hati. Aku memberhentikan langkah kakiku, dengan niat ingin memberi Daniel penjelasan.
"Misha, plis..." ia ikut memberhentikan langkahmya.
"Daniel, ini sudah ketentuan Allah. Ini takdir Allah, Allah yang mempertemukan aku dengan Iqbal." ucapku lembut, berharap Daniel mau menerimanya dengan baik.
Namun, bukan Daniel jika ia tak membantah. "Misha, aku ga suka sama Iqbal. Dia itu jahat! Dia yang bunuh adik aku!" pernyataan Daniel membuat seluruh tubuhku menegang.
Apa benar Iqbal seperti itu?! Tidak! Tidak mungkin Iqbal seperti itu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SEPERTIGA MALAM [END]
SpiritualAdakah cinta yang lebih indah dari Mencintai disepertiga malam? Ini cerita tentangku dan suamiku, yang saling mencintai disepertiga malam. Selamat menjadi saksi cintaku dan suamiku. Kisah kami ini hanya lebih menampilkan sisi romantis didalam rumah...