Bab 19. Ke Mesir Bersama

17.4K 1.5K 6
                                    

"Mas.. Ga usah pergi ya, mending disini sama aku." ucapku ketika aku dan suamiku sudah sampai di rumah, setelah mengantar Fara tadi.

Iqbal merangkulku kemudian mencium pucuk kepalaku dengan penuh perasaan, "Mas kesana karena Allah. Mas mau nuntut ilmu disana yang Insya Allah berguna untuk keluarga kecil kita nanti baik di dunia maupun di akhirat."

Ya Allah, secepat itu kah? Aku masih tetap ingin bersamanya. Walau suami ku akan pergi menuntut Ilmu Agama, tapi rasanya begitu berat ketika harus menerima kenyataan jika aku harus berjauhan dengannya. Tolong kuatkan aku Ya Allah. Jagalah selalu suami ku.

"Nanti kalau study mas udah selesai di Mesir, mas bakal balik kesini jemput kamu." aku menoleh ke arahnya dengan menaikkan sebelah alisku, kebiasaan ku ketika sedang bingung.

Ceklek.

"Mas akan bawa kamu kemana pun mas pergi, kebetulan setelah study di Mesir nanti mas ada panggilan di Bandung." lanjutnya ketika aku dan dirinya sudah berada dikamar.

"Mas berapa lama di mesir?" tanyaku seraya membuka niqob yang ku gunakan tadi.

"Kontrak mas disana masih ada 1 tahun lagi.."

"Bukannya mas 2 tahun disana? Kan mas baru setengah tahun disana..."

Iqbal menatapku, kemudian tersenyum "Ga jadi."

"Hah?" aku mengangkat kembali sebelah alisku. "Ga jadi?"

Iqbal mengangguk pelan, "Panjang ceritanya. Intinya, mas udah dikasih keringanan jadi disana cuman 1 tahun doang."

Aku mengangguk seolah-olah mengerti, padahal aku tak mengerti sama sekali.

Iqbal mendekat ke arahku, kemudian menggenggam kedua tangan ku. "Misha, aku mencintaimu.."

***

"Mas.. Bangun, kita sholat tahajjud dulu.." aku mengguncang pelan tubuh nya yang lumayan berotot.

"Iya.." tak butuh waktu lama, ia sudah terbangun dan segera mengambil air wudhu.

Kami melaksanakan sholat tahajjud berjama'ah ditambah dengan sholat witir.

Usai sholat, aku merapikan mukenah ku dan menyimpannya dengan baik agar terlihat rapih.

"Mas.." panggilku.

"Iya sayang?" ku lihat dia sedang duduk di balkon kamar.

Aku berjalan ke arahnya lalu mengambil posisi duduk disampingnya, "Dulu.. Waktu mas belum mengajak ku ta'aruf, aku pernah diam-diam mengagumi mu."

Aku menatap langit hitam, "Aku sering meminjam nama mu untuk ku perbincangkan dengan Rabb-Ku di Sepertiga malam. Berharap suatu saat kita bisa menunaikan sholat tahajjud berjama'ah."

"Mas juga seperti itu.." aku beralih menatapnya yang sedari tadi menatapku.

"Sejak mas sering melihat mu dimasjid, diam-diam mas mengagumi mu. Apalagi ketika melihatmu bermain bersama anak-anak itu, hati mas rasanya adem. Sejak itu mas minta petunjuk dari Allah. Alhamdulillah, kamu adalah jawabannya." aku tersenyum mendengarnya.

Jadi, selama ini? Aku dan Iqbal diam-diam saling mendo'akan? Masya Allah, kuasamu sungguh luar biasa.

"Allah memang Maha Baik ya, Mas." Iqbal mengangguk setuju.

"Dan juga Maha Penyayang."

***
"Mas, sarapan dulu.."

Tak butuh waktu yang lama ia datang menghampiri ku kemudian mengambil posisi duduk disampingku, berhadapan dengan Ayah dan Ibu.

"Jadi, Iqbal kapan berangkat ke Mesir?" tanya Ayah membuka pembicaraan.

"Insya Allah, selasa depan yah."

"Misha?" Ayah beralih menatapku.

"Misha memilih untuk tetap stay di Indonesia, yah. Nungguin Mas Iqbal balik." Ayah mengangguk mengerti.

"Kenapa ga ikut?" tanya Ayah lagi.

"Mau nemenin Ibu, lagian Misha juga masih kuliah."

"Misha mending ikut sama Iqbal. Ga usah khawatirin Ibu, kan ada Ayah. Iyakan yah?" Ibu mencoba meyakinkan ku.

"Betul itu. Masalah kuliahmu, gapapa itu. Mending kamu ikut Iqbal ke Mesir. Iya gak bal?" aku menoleh ke arah Iqbal menunggu responnya.

Iqbal yang baru saja memasukkan sesuap nasinya, mengangguk setuju. "Kalau Iqbal sih iya aja, karena Iqbal kan ga pengen jauh dari istri Iqbal." ucapnya setelah menelan habis nasi yang berada dimulutnya tadi.

Aku mencubit pinggangnya pelan, "Mas..."

Ku lihat ayah dan ibu hanya tertawa melihat tingkahku dengan suamiku, Iqbal.

"Siapa tau pulang dari mesir bawain Ayah sama ibu cucu yang lucu.." ucap Ibu melirik ke Ayah, yang disambut anggukan oleh Ayah.

"Insya Allah bu. Kalau Misha nya mau sih" ucap Iqbal terdengar seperti nada sedang menggoda.

"Mas..." aku melotot ke arahnya, menyebalkan!!

***

"Jadi gimana sayang? Mau ikut atau tetap stay disini sama Ibu?" tanya Iqbal menghampiriku yang sedang merenung di balkon kamar, kebiasaanku ketika sedang menghadapi sebuah pilihan.

"Aku masih bingung mas.." Iqbal mengusap pelan pucuk kepalaku, kemudian mencium keningku lembut.

"Kamu ikut saja ya sama mas. Soalnya, mas ga mau jauh-jauh dari istri mas."

Aku mengangguk pelan, sebenarnya juga aku tidak mau jauh dari suamiku. Apalagi harus LDR.

"Insya Allah mas, aku ikut." ucapku tersenyum.

"Yasudah, nanti mas beliin tiketnya. Sekarang kita jalan-jalan aja yuk?" ajak Iqbal penuh kegembiraan.

"Kemana mas?"

"Mall , mas mau main timezone sama istri mas." aku mengangguk kemudian bangkit dan berjalan menuju kamar mandi untuk segera membersihkan tubuhku yang sudah gerah sedari tadi.

***

Aku memakai baju gamis berwarna tosca gelap-hitam dan khimar berwarna hitam, tidak lupa niqob berwarna hitam pula.

"Masya Allah.." ucap Iqbal ketika aku berjalan menghampirinya yang sudah menunggu diruang tamu sejak tadi.

"Apa sih mas.."

"Masya Allah, pantas kamu lama sekali istriku. Ternyata lagi dandan cantik ya." entah itu sebuah pujian atau keluhan karena membuatnya menunggu lama.

"Biasa aja kali mas." ucapku.

"Yasudah, ayo." Iqbal merangkulku kemudian berjalan keluar rumah.

***

CINTA SEPERTIGA MALAM [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang