HOLAAAAA GAESS..
Sorry, beberapa hari ini ga update. Soalnya lagi ada Masalah dikit.
Dan lagi kurang semangat nih buat ngelanjutinnya.
Soalnya butuh support dan dukungan kalian lewat komentar :(
Hiks, sedih.
Kalau suka sama ceritanya, jangan lupa di vote dan comment ya gaes :)
Karena itu sangat sangat membantu untuk aku secara pribadi, buat tetep ngelanjutin ceritanya.Ini Aku lanjutinnya agak pendek dulu ya. Sorry.
Selamat membaca...
Happy reading 💙
***"Kamu masih sama si babang mu itu?" tanyaku ketika kita sudah sampai disebuah cafe yang ada di Mall.
Ga usah nanya, kok makan lagi? Ya gitulah, jalanan yang macet bawaannya laper mulu. Hehe.
Fara mengangguk pelan. "Masih betah? Hm?" tanyaku lagi.
"Ya gitu deh sha, namanya cinta." Fara mengaduk aduk minuman yang sudah ia pesan tadi.
"Hmm... Kalau sayang sih pasti dia udah ngasih kamu kepastian dong ya. Kamu kan udah sering nanya ke dia, kapan mau ngehalalin kamu? Trus jawabannya apa?"
Fara mengangkat bahunya, "Ya gitu. Ntar aja kalau udah siap."
"Nah, itu dia ra." aku dan Fara menoleh ketika Iqbal tiba-tiba bersuara.
"Maksud kamu?" Fara beralih menatap Iqbal dengan tatapan penuh tanda tanya.
"Ya itu, dia ga siap buat ngajak kamu ibadah yang berpahala tapi siap ngajak kamu ke jurang kemaksiatan yang penuh dosa." aku mengangguk setuju, benar apa yang di katakan Iqbal tadi.
Walaupun aku pernah pacaran, hal itu justru jadi pelajaran buat aku terus men-support mereka yang salah itu, untuk berubah menjadi lebih baik.
Tapi, ingat sebuah kalimat ketika ingin menasehati mereka yang sedang jatuh cinta. "Orang yang paling susah di nasehati adalah orang yang sedang jatuh cinta." So, jangan emosi dan marah ketika lagi menasehati mereka. Doakan dan teruslah berikan mereka nasehat.
"Ra.. udah deh, lepasin aja si Manaf itu. Dia ga serius sama kamu kalau kayak gitu.." aku tak henti-hentinya mengingatkan dia.
"Sha, aku sama Manaf ga ngapa-ngapain kok. Kita juga pacaran Islami kok.." aku menggeleng cepat.
"Engga ra, engga. Pacaran islami itu ada setelah akad bukan sebelum akad. Aku pernah ra ngalamin itu, aku pernah berpikiran seperti yang kamu pikirkan. Dan sekarang aku baru sadar, kalau pacaran Islami itu ada setelah akad. Indah. Sangat indah." aku menoleh ke arah Iqbal yang sedang tersenyum.
"Makanya kenapa, aku langsung mengajak Misha ta'aruf waktu itu. Aku mencintai Misha karena agama yang ada dalam dirinya. Akupun menghargainya sebagai seorang perempuan, maka dari itu aku langsung mengajaknya ta'aruf kemudian mengkhitbahnya bukan mengajaknya pacaran." jelas Iqbal.
Fara terdiam, mungkin dia merasa dipojokkan. "Ra, kalau kita melepaskan sesuatu karena Allah ta'ala, maka yakin aja kamu pasti dapat ganti yang lebih baik."
"Kamu ingat waktu aku putus dari Daniel ? Aku memantapkan diriku untuk meninggalkannya karena Allah, dan kamu lihat sekarang? Allah memberikan ku ganti yang lebih baik dari Daniel." lanjutku.
"Kamu benar, sha." Fara menunduk
"Ra, maaf. Aku ga bermaksud apapun, aku cuman ga mau kamu terlalu larut dalam sebuah dosa. Apa gunanya aku sebagai sahabat jika tidak mengingatkan mu tentang kebaikan? Jika terus membiarkanmu seperti itu? Aku sayang kamu karena Allah, Ra." ucapku dengan nada sedikit bergetar.
"Makasih ya, sha. Kamu selalu ngingetin aku kalau aku salah ambil langkah lagi." aku mengangguk pelan.
"Itu tugasnya seorang sahabat, ra. Kalau kamu liat aku salah, tegur aku. Jangan ragu, tapi ingat adab dalam menegur itu seperti apa." Fara mengangguk kemudian tersenyum kearah ku.
"Bal, kamu beruntung punya istri kayak Misha." ucap Fara tak menoleh ke arah Iqbal.
"Tentu." Iqbal mengangguk setuju. "Aku emang beruntung banget punya istri kayak dia." Iqbal merangkul ku dan tersenyum.
"Aku juga beruntung jadi istri kamu." aku membalas senyumannya.
"Kalian sama sama beruntung. Aduh, jadi pengen deh." ucap Fara sedikit terkekeh.
"Semoga segera bertemu dengan jodohnya."
"Aamiin" Fara meng-aamiin kan ucapan ku.
"Kamu kesini sama siapa, ra?" tanya ku dengan niat ingin mengantarnya pulang jika ia sendiri datang kesini.
"Hm.. Sendiri."
"Yaudah, pulang yuk. Biar aku sama Iqbal nganterin kamu.." tawar ku pada Fara
"Makasih sha, ga usah. Aku bisa naik go-car kok." tolak Fara.
"Aih, ini udah malem lho ra. Ga baik anak gadis pulang sendiri." bujuk ku, agar ia mau ikut denganku. Sedetik kemudian ia mengangguk.
"Iya juga."
"Yaudah, ayo. Keburu jam 10 malem." ajak Iqbal. Kami mengangguk kemudian berjalan menuju Parkiran.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SEPERTIGA MALAM [END]
SpiritualAdakah cinta yang lebih indah dari Mencintai disepertiga malam? Ini cerita tentangku dan suamiku, yang saling mencintai disepertiga malam. Selamat menjadi saksi cintaku dan suamiku. Kisah kami ini hanya lebih menampilkan sisi romantis didalam rumah...