Aku ngetik bab ini sampai baper sendiri, gemetaran sendiri. Sampai ngetiknya berjam-jam :"v
Semoga feel-nya juga dapat ya ke kalian 💙🤗
Jangan lupa di kasih kritik dan saran di kolom komentar. 💙
Selamat membaca
***
Kami hanya mengambil 'mappettu ada' yang merupakan tradisi adat bugis dalam proses pernikahan ku. Selebihnya, kami menjalankannya sesuai syari'at.
Hingga tiba dihari yang paling ku tunggu. Hari yang paling menegangkan. Semalam aku tak dapat tidur nyenyak akibat tak sabar menunggu hari esok.
Aku mengambil tema 'putih' untuk acara akad ku. Aku memakai gaun pengantin berwarna putih disertai hijab sesuai syari'at islam yakni menutupi dada.
Aku mengambil make up artist yang berpengalaman dan tentunya syar'i. Mungkin agak sulit didapatkan tapi aku tetap mengusahakannya.
Make up yang ku gunakan sangat sederhana. Cukup memakai bedak,blush on,eyeliner,dan lipstik.
(contoh make up yang Misha gunakan)
Aku tak ingin menggunakan bulu mata palsu apalagi mencukur alisku. Karena, aku tau itu haram dalam Islam. Jadi, aku memakai make up yang sederhana saja.
Itu tidak ada masalahnya, karena yang diperlukan hanya akad dan ijab qobul. Akupun tidak mengundang banyak orang, hanya orang-orang terdekat yang ku undang. Selebihnya, nanti saja ketika resepsi.
Aku berada dikamar, menunggu pria didepan sana mengucapkan kalimat yang sangat sakral.
"Saya terima nikahnya Mahveen Annisa Binti Abdul Rahman dengan mahar 50 gram emas dan seperangkat alat sholat dibayar tunai.."
Saat mendengar kalimat itu, seperti ada sengatan listrik yang menyengat tubuhku sehingga aku merasa lemas dan ingin pingsan.
Alhamdulillah Ya Allah, saat ini bakti ku kepada orang tuaku telah berpindah kepada Suamiku. Berkahilah pernikahan kami ini, Ya Allah.
Sekarang, aku telah berstatus menjadi 'Istri' Iqbal. Alhamdulillah.
Iqbal datang menjemputku dikamar, aku segera berdiri dan menghampirinya diikuti dengan dua orang yang mengawal ku.
Iqbal mengulurkan tangannya kemudian tersenyum. Aku mendunduk ragu menerima uluran tangan Iqbal.
Orang-orang disekitar sudah sangat riuh, dan bersorak bahagia. Asal mereka tahu, aku sedang gugup.
"Ayo nak, diterima toh uluran tangan Iqbal." Ibu berbisik pelan ditelingaku.
Dengan perasaan yang bercampur aduk, dengan pelan aku menggerakkan tanganku menerima uluran tangan Iqbal. Sorak bahagia para tamu semakin keras.
Palingan itu jomblo yang sedang baper ngeliat aku sama Iqbal udah halal. Hohoho.
Aku berjalan mengukuti Iqbal, kami duduk di meja tempat Iqbal mengucapkan kalimat sakral tadi. Senyuman ku sedari tadi tak pernah pudar. Begitupun dengan Iqbal.
Ayah memberikan kotak cincin kepada kami. Iqbal mengambil satu cincin yang berada didalam kotak itu kemudian memasangkan cincin itu dijari manisku.
Aku mengambil satu cincin yang tersisa di kotak itu kemudian memasangkannya dijari manis Iqbal, setelah itu aku mencium punggung tangannya cukup lama.
Iqbal memegang ubun ubun kepalaku, dengan sebelah tangannya diadahkan ke atas seraya berdo'a.
'Allaahumma innii as-aluka khayraha wa khayra maa jabaltahaa 'alaihi wa a'uudzu bika min syarrihaa wa min syarri maa jabaltahaa 'alaihi'
"Ya Allah sesungguhnya aku memohon kebaikannya dan kebaikan apa yang Engkau ciptakan pada dirinya. Dan aku memohon perlindungan kepada-Mu dari keburukannya dan keburukan apa yang Engkau ciptakan pada dirinya."
Akupun meng-aamiin kan doanya. Ia kemudian mencium keningku, cukup lama. Lagi-lagi aku merasakan ada sengatan listrik yang menyengat tubuh ku.
***
Setelah melakukan berbagai ritual atau acara setelah akad nikah. Aku dan suamiku, Iqbal melaksanakan sholat sunnah 2 raka'at.
Aku duduk didepan meja rias melihat wajahku yang dibaluti make up.
"Masya Allah." ucap Iqbal sembari berjalan ke arahku. Aku menunduk malu dan gugup. Aku lupa bahwa sekarang status ku adalah Istrinya.
Iqbal membalikkan tubuhku ke arahnya, kemudian mengangkat daguku. "Kamu sungguh cantik wahai istriku.." karena aku sedang duduk, ia berlutut mensejajarkan tinggiku dengannya.
Blush. Pipiku terasa panas dan aku rasa ia sedang memerah bagaikan kepiting rebus, untung saja aku menggunakan blush on jadi aman. Hehe.
"Misha, maukah kamu berpacaran denganku?" ia meraih tanganku kemudian memandangku.
Aku memperhatikan sepasang bola matanya yang hitam pekat. Aku mengangguk pelan kemudian tersenyum.
"Iqbal.." aku memanggilnya, ia tersenyum
"Ada apa sayang?" tanyanya lembut membuatku kembali blush.
"Apa kau mencintai ku?" tanyaku ambigu.
Iqbal menangguk pelan, "Tentu. Ana Uhibbuki Fillah.." singkat,padat,dan sangat jelas.
Sekarang aku tahu, bahwa lelaki yang benar-benar mencintaimu adalah laki-laki yang berani untuk menemui ayahmu kemudian memintamu untuk menjadi istrinya. Bukan laki-laki yang modal dusta dengan kata kata cinta.
Ia bangkit kemudian duduk dipinggir kasur, kembali menatapku. "Aku jatuh cinta padamu karena ke taatan mu pada Sang Pencipta. Aku sering melihatmu dihalaman masjid bersama anak-anak sejak SMA, mengajar mereka mengaji, dan kamu juga sering sholat berjama'ah disana.."
Tak ku sangka, ternyata ia juga sering memperhatikanku. Aku terdiam, tak tahu harus berkata apa.
"Tapi, aku ingin menjaga cinta itu agar tidak tumbuh bersama dosa. Hingga akhirnya aku memantapkan diri untuk menikahimu.." lanjutnya.
"Bagaimana dengan kuliah mu di Mesir, mas?" tanpa sadar aku memanggilnya dengan sebutan 'Mas'.
Ia tersenyum, "Aku senang dipanggil mas olehmu.." aku kaget mendengar ucapannya, astaga. "Tidak apa, panggil saja aku sesuai keinginanmu. Aku suka.."
"Kamu mau ikut aku ke Mesir?" Bagaimana bisa aku ikut dengannya dan meninggalkan ibu sendirian.
Aku diam, tak berani mengambil keputusan apapun.
"Aku sudah izin ke Ayah dan Ibumu. Mereka sudah memberi izin, tenang saja aku memiliki rumah disana."
Jadi, itu yang membuat ibu termenung saat itu? Kenapa ibu tidak mengatakan hal ini padaku?!
"Kamu mau?"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA SEPERTIGA MALAM [END]
SpiritualAdakah cinta yang lebih indah dari Mencintai disepertiga malam? Ini cerita tentangku dan suamiku, yang saling mencintai disepertiga malam. Selamat menjadi saksi cintaku dan suamiku. Kisah kami ini hanya lebih menampilkan sisi romantis didalam rumah...