Eccedentesiast - 1

14.6K 693 8
                                    

Senin pagi, matahari menyinari bumi dengan terangnya tanpa ada tanda-tanda akan hujan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Senin pagi, matahari menyinari bumi dengan terangnya tanpa ada tanda-tanda akan hujan. Bahkan pagi ini langit biru bersih tanpa awan sedikitpun. Sinarnya mampu membuat beberapa siswi yang berada di lapangan melindungi kulitnya, takut hitam. Dan membuat semua siswa mengibaskan tangannya menimbulkan efek angin sedikit untuk meredakan sinar yang membakar kulit mereka.

Namun tidak dengan Kalila, perempuan itu hanya berdiri sembari menatap ke depan. Tanpa menutupi kulitnya ataupun mengipas wajahnya yang memerah akibat sinar matahari. Kedua tangannya ia taruh di belakang tubuhnya, sesekali tangan kanannya ia gunakan untuk mengusap keringat yang menetes dari dahinya. Tidak ada yang menyadari, bahkan perduli bibir Kalila memucat dan tubuhnya bergetar. Sedetik kemudian, penglihatannya memburam.

Kedua bola mata itu yang telah tertutup selama 2 jam akhirnya terbuka, memperlihatkan warna coklat terang yang indah pada retina matanya. Kepalanya masih pening karna tidak pernah tidur dan sama sekali tidak menerima asupan makanan dari kemarin. Matanya bergerak menyapu ruangan itu lalu menghembuskan nafasnya kasar. Pasti tadi saat ia pingsan di lapangan, Pak Remi—satpam sekolah yang mengangkatnya ke UKS. Anak PMR mana mau mengangkat tubuhnya ini.

Rumor tentang Kalila yang gila dan aneh sudah menyebar di segala penjuru sekolah. Hal itu membuat Kalila dijauhi oleh orang-orang disekitarnya dan dipandang sebelah mata. Sepuluh menit lagi, jam istirahat berbunyi membuat Kalila malas untuk ke kelas. Ia melangkahkan kakinya di koridor yang sepi menuju Pos Satpam yang berada di samping gerbang sekolah. Di sana terdapat Pak Remi yang sedang menutup matanya sembari menggoyangkan pelan kepalanya mendengar lagu yang terputar di radio tuanya.

Mendengar suara berisik dari sampingnya membuat Pak Remi membuka matanya. Ia menemukan Kalila yang sedang mengangkat kursi kecil ke sampingnya lalu duduk di sana. "Eh, Neng Kalila udah bangun. Kok bisa pingsan lagi sih Neng?"

"Nggak tau Pak, saya pusing aja," ucapnya lalu menatap ke atas, "makasih ya Pak. Lagi-lagi Bapak yang nolong saya pas pingsan."

"Sama-sama Neng. Neng Pasti belum makan?" tebak Pak Remi yang dibalas anggukan oleh Kalila, "kebetulan Bapak lagi laper juga, gimana kalo kita berdua makan?"

Kalila terkekeh. "Ngedate gitu?"

Pak Remi mengernyit bingung. "Ngedate? Apatuh Neng?"

"Kencan Pak, bahasa kerennya ngedate."

"Ih nggak gitu Neng."

Jawaban Pak Remi membuat Kalila tertawa renyah hingga matanya menyipit. Padahal ia tau maksud dari ucapan Pak Remi yang menyuruhnya untuk makan. "Trus gimana?"

"Kayak biasa aja. Makan di sini."

Kalila mengangguk menyetujui. "Boleh tuh Pak!"

"Bapak keluar dulu, Eneng yang jagain bentar ya?"

Kalila hormat kepada Pak Remi, membuat laki-laki paruh baya itu tertawa kecil sebelum akhirnya keluar dari sekolah menuju warteg yang berada tidak jauh dari sana. Sedangkan Kalila hanya menatap dedaunan yang bergoyang akibat hembusan angin. Tangannya ia lipat dua untuk dijadikan bantalan, kakinya bergerak pelan ikut mendengarkan lagu klasik yang terputar di radio.

eccedentesiastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang