"Tunggu La."
Raskal menahan lengan Kalila saat Raskal masih sibuk dengan helmnya. Luka di lutut dan sikunya belum benar-benar sembuh dan perempuan ini sudah ingin berlari-larian.
Kalila tersenyum lebar sembari melihat ke dalam sekolah. Kedua kakinya tidak bisa berhenti bergerak karna sudah lama ia tidak melihat keadaan teman-temannya. "Cepet Kal! Aku udah kangen sama Giska, Erland, Edo, Rifki!" pekiknya membuat Raskal tertawa kecil.
"Iya-iya," Raskal menarik lengan Kalila lembut, "ayo."
Kalila beralih menatap Raskal setelah membaca pesan dari Giska. "Katanya mereka udah di kantin."
"Iya taruh tas dulu."
Kalila mengangguk menyetujui. Senyum tak lepas dari bibirnya mengingat suasana sudah kembali seperti biasa lagi. "Nanti pulang bareng?" tanya Kalila sembari menatap Raskal dari samping.
Raskal mengangguk. "Tungguin di gerbang. Jangan kemana-mana sebelum aku dateng."
"Siap komandan!"
Raskal tertawa kecil sembari mengacak lembut rambut Kalila. Membuat perempuan itu mendengus sebal. Tadi pagi ia sudak melakukan segala cara agar rambutnya yang pagi ini sangat susah diatur menjadi rapih. Dan sekarang Raskal mengacak rambutnya membuat rambut itu berantakan lagi.
"Raskal! Jadi acak-acakan lagi kan!" ujar Kalila sembari menekuk wajahnya sebal.
Raskal terkekeh. "Biarin."
"Ih! Ngeselin."
Kalila berjalan cepat hingga memimpin di depan. Raskal mengikuti langkah itu dari belakang dengan kekehan yang mengiringi. Hingga ujung sepatu Kalila membentur pot bunga di sampingnya. Dengan sigap Raskal menahan lengan perempuan itu agar Kalila tidak terjatuh.
Kalila memperbaiki posisinya sembari menyentuh dadanya. Ia kira ia harus menanggung malu lagi karna terjatuh di lantai koridor.
"Raskal," panggil Kalila dengan suara kecil.
Raskal tertawa kecil melihat ekspresi yang ditunjukkan oleh Kalila. Seperti Anak kecil yang kehilangan es krimnya. Bibir bawahnya dimajukan, seperti siap untuk mengadu. "Aku udah bilang, kamu itu nggak bisa jauh-jauh dari aku."
Dengan cepat Kalila merapatkan tubuhnya pada Raskal. "Nggak mau jauh-jauh lagi!" ucapnya membuat Raskal tertawa.
Setelah menaruh tas masing-masing, mereka berdua berjalan ke kantin. Sejak kejadian di Bogor itu, mereka jadi punya grup chat berenam dan sebelum berangkat sekolah, Raskal dan Kalila sudah ditunggu di kantin sekolah. Ah ya, dan juga Erland menyukai Giska. Entah dari kapan dan bagaimana, ketika Erland mulai melantunkan gombalan recehnya pada Giska, dari sana mereka semua tau bahwa Erland sudah memulai rencananya untuk mendekati Giska.
"Hai!"
"Kalila!" Giska bangkit dari duduknya, memeluk Kalila sebentar.
Kalil beralih pada Rifki yang juga berdiri saat, bersiap menyambut tubuh mungil Kalila di pelukannya. Tapi baru saja Rifki ingin menarik tubuh itu, Raskal sudah mengangkat kepalan tangannya tepat di depan wajah Rifki. "Makin cantik aja," ucap Rifki membuat Raskal ingin menerkamnya sekarang juga.
Erland juga ikut berdiri sembari menepuk telapak tangan Kalila semangat. "Gimana Raskal? Nakal?"
Kalila duduk di samping Giska lalu mengernyit saat Erland menanyakan hal itu. "Nakal gimana?"
Rifki tersenyum geli sembari memperbaiki duduknya, mencodongkan tubuhnya pada Kalila yang berada di hadapannya. "Raskal," Rifki sengaja menjeda ucapannya membuat Kalila semakin bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
eccedentesiast
Teen Fiction[ some part are locked, follow to unlock ] ❛❛Eccedentesiast (n.) a person who hides their pain behind a smile.❜❜ Kebahagiaan. Satu hal yang selama ini Kalila dambakan. Namun Kalila sadar, kehidupannya telah hancur dan ia tak yakin bisa kembali bahag...