"Kamu yakin mau pulang sekarang?"
Kalila yakin, Raskal pasti tau apa yang ia rasakan saat ini. Ia tidak bisa berada di sini lagi, ia harus pergi dari sini sekarang juga. "Kal," pinta Kalila, ia sudah tidak tahan lagi.
"Oke."
Setelah kecelakaan tadi, Kalila memohon pada Raskal agar pulang malam ini juga. Padahal Raskal sudah menyewa kamar untuk dua hari kedepan. Awalnya Raskal menolak, harga sewa satu kamar dengan fasilitas yang tinggi itu tidak rendah, membuat Raskal meringgis ketika Kalila meminta untuk pulang. Uang jajannya untuk 2 bulan ke depan, sudah habis karna menyewa kamar. Namun Raskal tidak menyesal, yang penting Kalila bahagia.
Selama perjalanan pulang, Kalila menatap keluar jendela tanpa ingin membuka percakapan sedikit pun. Senyum yang selama ini ia tunjukan, hilang sampai sekarang. Raskal yang tidak nyaman dengan keadaan di dalam mobil berdehem, membuat Kalila meliriknya sebentar. "La?"
"Iya Kal?"
Raskal berpikir sebentar, ia ragu menanyakan hal ini pada Kalila. "Kamu nggak mau cerita? Tentang kecelakaan tadi," tanyanya dengan suara kecil.
Kalila terdiam, kembali menatap keluar jendela. Kecelakaan tadi, benar bukan kesalahannya. Setelah mendengar bisikan, ia didorong dan tubuhnya terbawa hingga ke tengah-tengah pantai. Untung saja ada yang melihatnya dan langsung menolongnya saat itu juga. Kalau tidak, mungkin hidupnya berakhir sampai sini. Namun yang Kalila pikirkan, suara itu mirip dengan suara seseorang. Tapi ia tidak yakin siapa orang itu.
Respon Kalila masih sama, tidak mau menjawab dan menghindari kontak mata. Raskal mengambil tangan kanan Kalila, mengenggamnya erat, dan sesekali mengecupnya lembut. Sedangkan Kalila mengigit bibir dalamnya keras, menahan detak jantungnya yang seperti sedang lari marathon. Ia menggoyangkan samar tangan kanannya tidak nyaman. Raskal merasakannya, namun laki-laki itu tidak mau melepas tangan mungil yang berada di genggamannya. Ia menaruh tangan itu di bawah dagunya.
"Kenapa sih? Kamu kayak nggak nyaman gitu deket sama aku," ucapnya sembari melirik Kalila sesekali.
"Bukan gitu," Kalila jadi tidak enak karna Raskal salah paham, "kamu tau kan aku nggak biasa diperlakuin kayak gini sama orang. Apalagi cowok, Ayah–"
"Okay stop. I know."
Sesampainya di rumah Kalila, perempuan itu sempat menatap Raskal sebentar kemudian berterima kasih sebelum keluar dari mobil. Raskal sempat melihat bahwa Kalila masuk lewat jendela di samping rumah, yang tak lain adalah jendela kamarnya. Setelah itu, Raskal tidak tau lagi bagaimana kabar Kalila setelah itu. Kalila tidak membalas pesannya dan tidak juga menghubunginya.
Hingga keesokan harinya, Raskal juga tidak mendapati perempuan itu mengikuti pelajaran pertama. Tujuannya setelah kelasnya Kalila adalah UKS. Walaupun kemungkinan kecil Kalila berada di sana, namun apa salahnya memastikan? Benar saja, tidak ada siapa-siapa selain Tirta—salah satu anak PMR yang sedang membersihkan UKS.
"Kotak P3K mana?" tanya Raskal ketika melihat kejanggalan pada lemari kaca samping pintu.
Tirta mengangkat kepalanya, tersenyum ramah pada Raskal. "Dibawa sama Kalila."
Raskal tersenyum senang. Karna kotak P3K itu ia tau keberadaan Kalila dimana sekarang.
Di rooftop, Raskal menghentikan langkahnya ketika sudah mendapati Kalila yang sedang duduk di ujung rooftop. Perempuan itu sedang menempelkan kapas yang tadinya berwarna putih berubah menjadi merah di bahunya. Seragamnya ia buka sedikit hingga bahunya terlihat.
Dengan cepat Raskal merebut kapas itu sebelum ikut duduk di samping Kalila. Kaget karna perbuatan Raskal, Kalila reflek memperbaiki seragamnya, menutupi bahunya yang terekspos. Sedangkan Raskal menahan tangan Kalila yang ingin mengancingi seragamnya.
"Biar aku yang obatin. Nanti luka kamu tambah parah."
Raskal menyingkirkan rambut Kalila dan kembali membuka seragam perempuan itu hingga bahunya terlihat dan menampilkan luka sabitan. Raskal melipat kedua kakinya, duduk menghadap Kalila lalu mulai sibuk mengobati luka yang berada di bahu Kalila. Sedangkan Kalila hanya menunduk, memperhatikan kakinya yang sengaja ia benturkan ke tembok belakang kakinya. Gigi atasnya mengigit bibir bawahnya, tidak mau ada ringisan yang lolos keluar.
"Kamu jangan sok kuat gitu. Keluarin apa yang kamu rasain," Raskal melilit kain kasa di bagian bahu Kalila, "kamu nggak boleh sok kuat kalau di dekat aku."
Setelah selesai mengobati semua luka Kalila, Raskal memperbaiki seragam perempuan itu, bahkan mengancingnya. Lalu ia tersenyum tipis sembari menangkup wajah Kalila menggunakan kedua tangannya. "Kamu cewek terkuat yang pernah aku temuin."
Air mata yang sedari tadi Kalila bendung, lolos jatuh hingga meninggalkan jejak di pipinya, kedua tangannya memeluk Raskal erat, menumpahkan semua apa yang ia rasakan saat malam kemarin. Diseret dan dipukuli hingga semua badannya terasa mati rasa bukan sesuatu yang bisa dianggap sepele. Mental dan fisiknya tersakiti. Semuanya menyakitkan.
Raskal mengusap lembut kepala Kalila. "Let me help you."
"Jangan," Kalila menggeleng dalam pelukan Raskal, "aku nggak mau liat Ayah di penjara. Kamu yang selalu ada di samping aku aja udah cukup ngebantu aku."
Setelah lukanya di obati, Kalila kembali ke dalam kelasnya. Ia menjawab pertanyaan daru Bu Endang sebisanya. Walaupun kebanyakan bohongnya ketika ditanya ia darimana. Kalila mulai mengikuti pelajaran seperti biasa. Berita tentang dirinya dan Raskal sedang dekat karna foto itu sudah meyebar hingga semakin banyak yang membencinya. Bahkan yang menghujatnya secara terang-terangan. Walaupun dulu juga ada sih, tapi sekarang bertambah banyak!
Sepulang sekolah, seperti biasa, Kalila menunggu kelas kosong baru ia keluar dari sana. Raskal mengirimkannya pesan bahwa ia harus menunggu karna Raskal di suruh kumpul untuk membahas tentang lomba basket 4 hari lagi. Yang diadakan di sekolahnya. Tentunya, Pak Bakhri dan tim basket sekolahnya tidak mau kalah karna mereka adalah 'Tuan Rumah.'
Dan di sinilah Kalila sekarang, di parkiran sekolahnya yang sudah sepi. Untung ia menunggu yang sudah pasti, kalau tidak pasti, ia akan pulang sendiri.
Tadinya sih, ia hanya diam sembari memainkan ponselnya. Namun karna ia ingin ke toilet, Kalila harus beranjak dari parkiran walaupun sedang malas untuk kemana-mana. Setelah menyelesaikan apa yang harus diselesaikan, Kalila yang tadinya ingin kembali ke parkiran menghentikan langkahnya. Seperti ada yang mengikutinya dari belakang.
Dengan cepat Kalila langsung menghubungi Raskal. Karna satu-satunya orang yang perduli akan dirinya hanya laki-laki itu. "Kal, aku–"
"Lima menit lagi, La. Nanti aku ke sana."
Sambungan terputus dan siang itu, di bawah teriknya matahari Kalila kembali diseret dan dibawa entah kemana.
🌙
KAMU SEDANG MEMBACA
eccedentesiast
Fiksi Remaja[ some part are locked, follow to unlock ] ❛❛Eccedentesiast (n.) a person who hides their pain behind a smile.❜❜ Kebahagiaan. Satu hal yang selama ini Kalila dambakan. Namun Kalila sadar, kehidupannya telah hancur dan ia tak yakin bisa kembali bahag...