Pipi Kalila ditampar hingga ujung bibirnya mengeluarkan darah segar. Membuat Kalila meringgis merasakan rasa perih di sekitar pipi dan ujung bibirnya. "Diam kamu!"
Kalila menatap orang di depannya tajam. Sedetik kemudian suara geramman Tio terdengar membentak orang yang menamparnya tadi.
"Gue bilang jangan sentuh dia, bangsat!" Tio juga menampar orang tadi menggunakan punggung tangannya, "dia cuma umpan untuk Raskal, bukan dia yang kita incer!"
Melihat Tio membawa orang itu keluar, membuat ide muncul di kepala Kalila. Kalila membenturkan ponsel yang berada di tangannya pada kursi besi tempatnya terikat. Setelah hancur, Kalila gunakan ponselnya untuk memotong tali yang mengikat kedua tangannya erat. Kalila melepaskan semuanya dan berlari menjauh dari gudang tua itu. Tanpa tujuan, Kalila terus berlari hingga kakinya lemas dan berhenti di pinggir jalan. Air matanya terus mengalir dan bibirnya tak henti-hentinya mengumamkan nama Raskal.
Dimana sekarang saja Kalila tidak tau. Sepanjang jalanan, ia hanya banyak pepohonan di sekitarnya. Hening, hanya suara serangga yang memenuhi indra pendengarannya. Hingga telinganya mendengar suara desiran air pantai. Hal itu membuat Kalila berlari ke arah suara itu, dan sesekali melirik ke belakang tubuhnya, takut Tio mengejarnya.
Baru saja telapak kaki Kalila menginjak pasir pantai, tubuhnya sudah ambruk dan kakinya benar-benar mati rasa. Kalila memeluk lututnya sendiri, menenggelamkan wajahnya pada lipatan tangannya. Desiran ombak mampu meredam isak tangisnya yang ia keluarkan. Angin malam menusuk ke permukaan kulit Kalila, Raskal benar, seharusnya ia tidak menggunakan dress putih selutut tanpa lengan ini.
Seharusnya ia tidak meninggalkan Raskal pagi tadi di Mall. Seharusnya ia tidak marah pada Raskal karna Raskal melarangnya makan es krim saat hujan. Dan banyak lagi keseharusan yang seharusnya tidak ia lakukan. Kalau sudah begini, yang ia dapat lakukan hanya menunggu keajaiban mendatanginya. Raskal datang memeluknya, menenangkan dengan aroma pinus dan usapan lembut. Ia rindu Raskal. Ia ingin Raskal berada di sini bersamanya, mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja.
"La!"
Suara itu menggelengar hingga ke ujung pantai, membuat Kalila mengangkat wajahnya tidak percaya. Suara berat itu...
"Kalila!"
Lagi, ini bukan mimpi. Keajaiban itu benar-benar datang. Kalila berbalik, matanya langsung menangkap sosok Raskal yang disinari terang bulan. Wajah laki-laki itu tampak kacau, dan di kaus putih polosnya ada bercak darah di sana.
"Kal," bisik Kalila lemah. Seluruh tubuhnya sakit. Namun ia masih berusaha berdiri, menghampiri Raskal yang berada sangat jauh darinya, "aku di sini Kal."
Belum juga berdiri sempurna, tubuh Kalila kembali ambruk. Hal itu yang membuat pandangan Raskal jatuh pada perempuan yang sedang terduduk di pinggir pantai. Raskal berlari menghampiri Kalila, lalu membawa tubuh itu masuk ke dalam pelukannya. Mendekapnya erat, seakan menyesal karna dirinya yang membuat Kalila menjadi seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
eccedentesiast
Подростковая литература[ some part are locked, follow to unlock ] ❛❛Eccedentesiast (n.) a person who hides their pain behind a smile.❜❜ Kebahagiaan. Satu hal yang selama ini Kalila dambakan. Namun Kalila sadar, kehidupannya telah hancur dan ia tak yakin bisa kembali bahag...