"Erland, nama gue Erland."
"Gue Kalila."
"Udah tau," ucapnya sembari duduk di mini bar apartemen Aariz.
"Tau dari mana?"
Kalila ikut duduk di hadapan Erland, memperhatikan gerak-gerik laki-laki itu dari awal hingga sekarang, sepertinya Erland sering ke apartemen ini. Ia meneguk air hingga setengah lalu kembali menatap Kalila.
"Tau dari Bunda gue," jawabnya membuat Kalila mengangguk, Erland mengitarkan pandangannya, "Abang gue mana? Tumben bawa cewek ke apartemennya."
"Abang lo?"
"Iya Bang Aariz. Jangan bilang lo maling ya di sini?"
"Sembarangan!"
"Yaudah, trus kenapa lo bisa di sini? Gue curiga."
"Buang pikiran kotor lo itu ya, Abang lo nggak kayak gitu," ucap Kalila galak.
"Gitu gimana? Gue nggak ngomong apa-apa," balas Erland tak mau kalah, "lagian lo aja kali yang mikir kotor."
Suara ribut-ribut dari dalam apartemennya membuat mata Aariz yang baru setengah jam tertutup kembali terbuka. Ia melirik jam sebentar sebelum keluar dari kamarnya. Benar saja, yang beradu mulut dengan Kalila adalah Erland—Adiknya sendiri. Aariz memang ingin tinggal berpisah dari keluarga kecilnya. Bukannya ada masalah, tapi ia tidak enak saja bila malam-malam harus membangunkan Bundanya hanya untuk membukakannya pintu rumah.
Jadi itu alasan Aariz ingin tinggal terpisah dari keluarga kecilnya.
"Berisik banget lo berdua. Gue baru tidur setengah jam tau nggak?"
"Erland tuh Kak, dia berisik," ucap Kalila membela dirinya sendiri. Padahal tadi ia juga menanggapi Erland sama berisiknya.
"Yang ada lo yang berisik."
Astaga, seperti melihat dua anak kecil sedang beradu mulut. Aariz menghela nafasnya kasar, ia mengambil gelas dan mengisinya dengan air hingga setengah gelas itu. Meneguknya hingga habis lalu kembali menatap Erland dan Kalila yang masih beradu mulut. Entah tentang apa, yang Aariz dengar hanya suara bebek yang sangat berisik. Aariz berdecak geram kemudian menatap Kalila dan Erland bergantian.
Lalu pandangannya tertuju pada Adiknya itu. "Lo ngapain sih ke sini?"
"Kok malah gue yang ditanya? Nanya nih sama cewek ini."
"Gue yang bawa dia ke sini."
"Gila lo Bang. Gue bilangin Bunda baru tau rasa," Aariz memutar matanya jengkel. Sedangkan Erland malah tambah nyolot, "lagian lo bawa pacar orang ke apartemen. Nggak dapet yang single lo?"
Aariz terdiam. Pacar orang? Berarti benar laki-laki yang berada di dalam kamar rawat Kalila waktu itu adalah pacarnya?
"Biarin aja, emang kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
eccedentesiast
Teen Fiction[ some part are locked, follow to unlock ] ❛❛Eccedentesiast (n.) a person who hides their pain behind a smile.❜❜ Kebahagiaan. Satu hal yang selama ini Kalila dambakan. Namun Kalila sadar, kehidupannya telah hancur dan ia tak yakin bisa kembali bahag...