Ali memperbaiki posisi duduknya menghadap prilly, menatap dalam cewek itu.
Ali menarik nafas panjang.
Dulu, Gue, Mama sama Papa baik-baik aja. Bagi gue.
Keluarga kecil yang bisa dibilang selalu harmonis, nggak pernah ada pertengkaran yang terlalu hebat.
Itu, dulu. Dulu banget.
Dan, mulai masuk kelas 6 SD, gue merasa ada yang berubah.
Papa nggak kayak dulu.
Jarang pulang, Sering marah-marah karna hal kecil, emosi nggak bisa di kendaliin, dan selalu ngebentak Mama.
Bentakan demi bentakan yang keluar dari mulut papa selalu gue dengar, pertengkaran selalu terjadi setiap papa pulang kerumah.
Gue yang baru umur segitu, nggak bisa ngapa-ngapain, Cuma bisa diem nangis di kamar.
Hingga tahun demi tahun berlalu, saat memasuki kelas 2 SMP tetap nggak ada yang berubah. Semuanya masih sama. Pertengkaran dan pertengkaran.
Dan, saat malam itu dateng, Gue ngerti semuanya.
Malam itu, Papa pulang. Setelah hampir 2 minggu nggak ada kabar. Tapi yang gue liat, benar-benar ngebuat pengen ngebunuh mereka semua.
Mama nangis malem-malem, Mama nggak mau makan, Gue nggak keurus, Cuma karna Mama mikirin Pria brengsek itu.
Pria itu nggak pulang dua minggu, ngebiarin Mama nangis tiap malem. Dan tau-taunya, pulang nggak sendiri. Pria itu pulang, sama 1 orang wanita dan 1 orang anak laki-laki yang seumuran sama gue.
Papa gue selingkuh dengan sekretarisnya sendiri, dia janda yang punyai anak satu.
Bryan Agmidionka.
Prilly menutup mulutnya kaget, tak menyangka ada satu fakta yang baru saja ia dengar. Bagaimana mungkin mereka bisa menutupi ini selama bertahun-tahun dari orang lain.
Dan parahnya, mereka udah nikah.
Anak wanita itu, Bryan. Cuma orang-orang yang dekat manggil dia Dion dan selebihnya Bryan. Tapi karna sejak awal pria itu ngenalin dia dengan nama Dion, ya gue keterusan sampai sekarang.
Mama depresi, hampir gila. Cuma karna dengar Pria itu udah nikah sama sekretarisnya sendiri. Selama depresi, mama dibawa sama nenek buat berobat, dan gue tinggal sama keluarga Mama.
Nggak tau kenapa, Mama masih aja mau mertahanin Pria itu. Mereka nggak cerai.
Pria itu sering bawa Dion kerumah, nggak tau kenapa. Tapi Dion selalu aja ngerebut apapun yang gue punya dan Pria itu selalu ngebela dia.
Waktu itu, gue nggak sengaja didorong sama Dion dari tangga karna nggak mau minjemin dia motor. Gue ingat banget kepala gue sampe berdarah.
Gue di tolongin sama Om Hadris yang waktu itu lagi ada dirumah, Mama yang nangis ngeliat gue dan Papa yang diem sambil meluk Dion yang shock.
Semenjak itu, gue sama Mama Pindah rumah, Udah muak ngeliat Pria itu.
Gue bahkan pernah hampir ngebunuh Pria brengsek itu. Karna Gue pikir dia udah nyamar jadi Papa. Papa nggak mungkin ngeduain mama. Papa nggak mungkin nyakitin gue sama Mama. Gue udah sering minta Dia buat balikin Papa. Tapi tetap nggak bisa. Papa udah nggak ada. Gue pengen Papa, Gue nggak mau Pria itu.
Sudut mata Prilly berair, menatap mata Ali yang mulai memerah ingin menangis.
Nggak lama setelah kejadian gue jatuh dari tangga, mereka cerai.
Semenjak cerai mama harus banting tulang menghidupin gue, sampai pada akhirnya Pekerjaan mama yang menjadi seorang Desainer mulai terkenal, dan penghasilan Mama terus naik. Mama sukses ngebuat gue hidup bercukupan.
Prilly mendekap Ali, membawa cowok itu kepelukannya berharap Ali akan merasa sedikit tenang. Prilly sudah menangis, tak bisa membayangkan bagaimana kehidupan Ali.
Ali menyembunyikan wajahnya di leher Prilly, memeluk cewek itu dengan erat.
Ali kembali menegakkan tubuhnya, matanya masih memerah. Namun tak ada air mata yang keluar.
Ali menghembuskan nafas pelan, kembali bersiap untuk bercerita.
Masuk kelas 1 SMA, gue ketemu Dion. Gue awalnya ragu itu Dion apa bukan, tapi saat gue lihat dia sama Pria itu gue jadi yakin kalau itu Dion.
Saat Awal masuk SMA, mama nikah lagi. Sama ayah. Awalnya gue nggak setuju, karna takut Mama bakalan ngerasain sakit lagi. Tapi demi kebahagiaan mama, gue terima.
Ali tersenyum kecil diikuti oleh prilly yang sekarang sedang mengusap matanya yang sedari tadi tak henti menangis mendengar cerita Ali.
Prilly menarik lengan Ali pelan, lalu memeluk cowok itu dengan nyaman.
Ali tersenyum, semakin mengeratkan pelukannya.
Seandainya Prilly tau, tak semua hal Ali ceritakan.
Termasuk Perjanjian bodoh itu.
“WOY BUCIN! JANGAN PACARAN MULU LO! CACING GUE KELAPERAN! MAU IKUT KAGAK?!
Ali dan Prilly kompak saling pandang saat mendengar suara teriakan yang terdengar sumbang, sudah pasti berasal dari mulut Reno yang sekarang berdiri tak jauh dari Ali dan Prilly. Cowok itu sedang berkacak pinggang dengan Bella disebelahnya yang sedang menutup wajahnya. Malu.
Ali dan Prilly berlari kearah Reno, menyeret cowok itu secara paksa. Tak peduli meski Reno terus meracau tak jelas.
Ah! Reno memang selalu merusak suasana.
***
Nahhh!!! Bentar lagi tamat! Seneng baget gua!Doain, gua bisa ngejar buat update. Soalnya, dua minggu kedepan, gua full ujian. Jadi bakalan nganggurrrr:(
Kayak gitu, tuh, posisinya.Bye! Salam hangat:')
KAMU SEDANG MEMBACA
Ali Alfikri [Selesai]
Fanfiction[S E L E S A I] Ali mencintai Prilly. Begitu juga sebaliknya. Sifat Ali yang tempramental, keras kepala dan tidak mau diatur, membuatnya dijuluki Bad Boy disekolah. Tapi, saat bersama Prilly, Ali seperti anak kucing yang penurut. Ali itu posesif, di...