Chapter 22 || Tamparan

7.2K 537 13
                                    

***


“Papa, Ini kue punya Ali! Mama yang beliin!” Ali berseru kesal, sembari berupaya menarik paksa tempat kue dari tangan Bryan yang sempat direbut paksa oleh cowok itu.

Tak tau malu.

“Pelit lo!” Bryan bersedekap dada, cowok itu menatap pria paruh baya disebalahnya. “Masa Bryan minta nggak di kasih sama abang,” Adu Bryan kepada pria itu.

Pria paruh baya itu mengangguk pelan kearah Bryan, dengan senyum lebarnya, ia berusaha membujuk Ali untuk memberikan kue itu kepada Bryan, namun Ali selalu menggeleng sembari menyembunyikan kotak kue itu kebelakang punggungnya.

“Kasih aja Li! Kamu bisa beli lagi!” Pria itu tampakya sudah kehilangan kesabaran. Pekerjaan yang menumpuk ditambah perdebatan tak jelas antara Ali dan Bryan membuatnya semakin pusing.

“Tuh, denger!” Ujar Bryan sombong. Cowok itu menyodorkan tangannya kearah Ali, dengan sedikit mengangkat dagunya sembari tersenyum sinis, “Siniin!”

Ali berdesis, lantas menepis kasar tangan Bryan membuat cowok itu menegakkan tubuhnya, terkejut.

“Nggak bisa dong! Ini punya gue!Kalo lo mau beli sendiri!” Ali tetap pada pendiriannya, tak mau memberi Bryan kue pemberian mamanya itu. Kecuali jika di bagi dua, mungkin Ali akan mau, meskipun berat hati. Ini semuanya, enak saja.

Ali memandang Bryan dengan tak bersahabat.

“Lo pelit banget sama adek sendiri!”

“Lo bukan adek gue!!”

“ALI!!!”

PLAKKK!!

Ali memegang pipi kirinya yang terasa panas, cowok itu mengepalkan tangannya hingga jari-jarinya memutih.

Dengan senyum masam, Ali menatap sendu Pria paruh baya yang sudah gemetar di tempatnya, Pria itu mencoba mendekati Ali, namun dengan gesit Ali memundurkan tubuhnya.

“Anak kesayangan lagi yang di bela, ya? Ali kapan? Masa Ali terus yang ngalah, apa karna Ali yang tua disini?” Lirih Ali. Bahu cowok itu terguncang, lantas mengusap pelan pipinya yang masih terasa nyeri. Air mata anak laki-laki itu terjatuh, tapi ia biarkan saja.

“Nih!”

Ali melempar kue itu tepat kearah Bryan yang telah mematung di tempatnya.

“Lain kali, kalo mau beli sendiri aja. Lo kan punya papa sama mama. Gue? Mama doang yang gue punya.”

“Ali! Kamu jangan kurang ajar! Kamu itu anak papa!”

“Anak nggak di anggap maksudnya?”

***

Ali merebahkan badannya diatas kasur miliknya, memejamkan matanya sejenak. Untung saja, ayah nya sudah pulang. Jadi, Ali bisa sedikit lebih tenang tentang keadaan mamanya.

Ali memilih membuka WhatsApp nya, mencari pesan yang mungkin saja Prilly kirim padanya.

Banyak pesan masuk, termasuk pesan yang dikirim oleh winda, cewek yang beberapa hari lalu Ali bonceng menggunakan motornya.

Ali bernafas lega, untung saja pesan Prilly ia sematkan, jadi lebih mudah mencari.

“Kok nggak ngabarin?” Bingung Ali.

Cowok itu lantas mengubah posisinya menjadi duduk bersila di atas kasur. Saat membuka chat nya bersama Prilly. Cewek itu sedang aktif. Kesempatan itu, Ali gunakan untuk mengirimkan pesan kepada Prilly.

“Lg ngapain?”

Lama menunggu, namun Prilly tak kunjung membalas. Ali mendengus, cowok itu membiarkan Handphone nya tetap menyala dan memilih mengganti baju seragamnya sendiri. Namun, saat kembali membuka Handphone nya, tetap tak ada balasan dari Prilly.

Ali berdecak, memilih membuka Instagramnya menghilangkah rasa bosan. Cowok itu mengernyit, Instastory Prilly ada di posisi pertama. Dengan cepat, Ali membukanya.

Ternyata lagi sama dia.

Meskipun Prilly menutup wajah cowok itu dengan stiker Love, Ali masih dapat mengenalinya dengan baik.

Iqbal.

Ali tersenyum kecut. Prilly ternyata tak mendengarkan ucapannya. Cewek itu hanya menganggap remeh ocehan Ali yang secara tidak langsung sudah menjelaskan bahwa cowok itu sedang cemburu.

“Terserah lo deh, Prill. Capek gue. Nggak pernah lo dengarin juga.” Ali tersenyum miris.

Oke. Mungkin, benar. Ali selama ini yang lebih sering mengabaikan Prilly. Mengabaikan perasaan Prilly. Wajar jika Prilly dekat dengan cowok lain. Ali saja tidak mau memberikan kepastian tentang hubungan mereka.

Oke. Ali yang salah.

Prilly yang benar.

“Bisa nggak, Li?”

Ali mengernyit, cowok itu memencet chat milik Winda. Cewek itu yang paling banyak mengirikan pesan padanya.

P

P

P

Li, jemput gue di tempat les bisa nggak? Gue nggak ada temen balik. Bokap nggak bisa jemput. Hari ini gue sendirian doang lesnya, jadi ngga ada temen pulang. Udah lebih dari setengah jam gue nunggu angkot, tetep nggak ada.

Pleaseee!

Bisa nggak, Li?

Ali memakaikan jaketnya, dengan langkah sedikit tergesa menuruni tangga, cowok itu mengetik balasan pesan untuk Winda.

Kirim alamatnya!

Setelah menjemput Winda, mungkin Ali akan mengajak cewek itu makan sebentar diluar. Hari ini, benar-benar melelahkan baginya.

Urusan Prilly ia pikirkan nanti saja.

Winda sudah menunggunya.

Bawa jaket?

Ali kembali mengirimkan pesan kepada Winda, karna cuaca sedang mendung, kemungkinan akan turun hujan.

Enggak

Ali berbalik kembali kekamarnya dengan langkah tergesa, cowok itu mengambil Sweater miliknya yang tergantung di dsamping lemari pakaiannya. Mungkin sedikit kebesaran, tapi setidaknya wanita itu tidak kedinginan nanti.

Berteman dekat dengan Winda, menurut Ali tidak ada salahnya.

***

[Photo in instagram]

Revisi: 31 maret 2019

Ali Alfikri [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang