Hidup sebagai orang miskin tentu tidaklah mudah. Untuk membangun rumah berdinding saja kami harus mengadu nasib di tanah tetangga, bermandi keringat setiap hari dan rela terbarut duri. Itulah yang dialami orang tuaku. Mereka seperti tidak ada lelah-lelahnya mengais rejeki demi meningkatkan taraf hidup keluarga.
Kalimantan Timur, di tempat itulah orang tauku mengadu nasib demi sebuah rumah yang layak. Tanah yang terkenal dengan batu baranya itu sangat berbeda dengan keadaan di desaku. Keadaan yang jauh dari kata maju dengan fasilitas yang serba terbatas, itulah Muara Wahau-tahun 2008- tepatnya di PT. Dewata Sawit Nusantara.
Bahkan untuk berangkat sekolah kami harus menempuh waktu satu jam menggunakan truk. Itu pun jika tak sedang hujan. Jika hujan turun, bisa-bisa kami hanya bermandi lumpur dan membebaskan truk angkutan kami yang terjebak di lumpur tanpa tiba di sekolah. Walaupun begitu, kondisi ekonomi di kalimantan tidaklah lebih buruk dari pada di Jawa. "lebih baik tinggal di Kalimantan dengan fasilitas minim tapi gaji terjamin ketimbang harus mengadu nasib di Jawa dengan fasilitas baik tapi sulit untuk mencari penghasilan," begitulah yang sering orang-orang katakan, terutama orang-orang Jawa.
Tak hanya soal fasilitas, mengenai suasana di Muara Wahau juga berbeda dengan keadaan desaku. Karena kami tinggal di PT, maka kami lebih sering melihat barisan pohon sawit dari pada kerumunan rumah . Setiap aku berangkat sekolah, hanya pohon sawit yang kulihat di pinggir jalan. Bahkan Sekolahku pun berdiri di tengah-tengah kebun sawit. Jika di data, tentu saja jumlah manusia di Muara Wahau masih kalah dengan jumlah pohon sawit. Dan aku sering bertanya-tanya 'sebenarnya milik siapa pohon-pohon sawit ini?' Rumor mengatakan bahwa pohon-pohon sawit ini milik orang Malaysia. Jika rumor itu terbukti benar, aku sebagai orang Indonesia akan sangat terpukul. Bagaimana tidak? ini adalah tanah orang Indonesia tapi mengapa kami yang harus bersusah payah menjadi pesuruh orang asing di negerinya sendiri?
KAMU SEDANG MEMBACA
SERIBU CERITA DI PULAU SERIBU SUNGAI
General FictionTidak ada yang disedihkan. Tak ada yang dimasalahkan pula. Kami anggap ini adalah hukum alam. Siapa yang mau ilmu, dialah yang harus berusaha. Karena bukanlah ilmu yang memberi kita fasilitas, tapi kitalah yang dituntut untuk bekerja keras. Sekeras...