Juli 2009, untuk pertama kalinya aku dan teman-teman lainnya melangkahkan kaki menuju sekolah baru. Jujur saja sekolah di Dewata ini kondisinya tak jauh berbeda dengan SD Long Jenew. Terdiri dari dua bangunan bertembok dan berdiri di tengah kebun sawit. Halamannya juga masih tanah bahkan sebagian berumput lebat.
Sekolah ini yang akan membawaku ke dalam lembaran baru. Pastinya, suasana di sekolah baru akan berbeda dengan di Long Jenew. Murid disini tak akan sebanyak di Long Jenew.
adikku juga akan melaksanakan debutnya sebagai seorang pelajar. Langkah per langkahnya terlihat begitu semangat. Meskipun ia terlihat paling mungil di antara calon teman-teman sekelasnya. Tapi tak menyurutkan rasa bangganya sebagai calon pelajar sekolah dasar.
Saat pertama kali kupijakkan kakiku di halaman sekolah baru, terasa sunyi. Kufikir, Murid-murid di sekolah baru tersebut tidak terlalu banyak atau mungkin belum semuanya tiba di sekolah. Aku lihat juga, seorang wanita berhijab berusia sekitar 27 tahun sedang menata jajanan di atas meja yang terletak di pinggiran gedung sekolah. Pakaian yang ia kenakan mirip dengan pakaian seragam linmas guru. Apakah ia guru yang berjualan jajan di sekolah ini?
Aku, Eby, Ody, Liana, dan Ovi memasuki ruangan yang di palang pintunya terdapat tulisan 'Kelas II'. Ternyata di dalamnya sudah terdapat beberapa anak yang sedang fokus dengan fikirannya masing-masing. Mereka berjarak dekat, tapi tak sedikitpun yang membuka suara untuk mengobrol. Mungkin mereka belum saling mengenal, atau mungkin mereka adalah sekumpulan introvert yang susah beradaptasi dengan lingkungan baru.
Kami segara duduk di bangku kelas karena lonceng sudah dipukulkan oleh seorang petugas. Ody dan Eby sudah memilih untuk semeja, Liana dan Ovi juga serupa, sedangkan aku memilih duduk di samping bocah kurus, kecil, dan berkulit super hitam. Ia mirip dengan karekter goblin di game Clash of Clans. Dilihat dari tampangnya, sepertinya ia anak yang pendiam. Itu bisa dilihat dari gerak geriknya. Sebab sepanjang 10 menit aku dan bocah goblin itu duduk berdampingan, tapi kami tak mengucapkan satu pun kata. Kami berdiam-diam seakan tak saling melihat. Aku fikir, aku harus membuka sebuah obrolan.
"Hai, namaku Ipin," kataku mengulurkan tangan. "Kamu?"
Ia menjabat tanganku. "Akmal," jawabnya singkat sekali. Hanya itu obrolan kami, setelah itu kami kembali berdiam-diam.
Aku sudah menghitung seluruh anak di kelas tersebut. Jumlahnya hanya 13 anak. Jumlah yang paling sedikit yang pernah aku jumpai di dalam sebuah kelas. Di kelas itu hanya terdapat 5 anak perempuan dan 8 anak laki-laki. Aku hanya mengenal Eby, Ody, Liana, dan Ovi. Selebihnya, tak ada yang aku kenal kecuali Akmal, si goblin yang baru saja aku tanya namanya.
Tak lama kemudian, datang seorang wanita berhijab mengenakan seragam linmas. Ia adalah wanita yang tadi aku lihat sedang menata jajanan di pinggir gedung sekolah. Jadi benar dia adalah seorang guru dan penjual jajan?
"Assallamualaikum," ucap Wanita itu.
"Walaikumsalam," jawab anak-anak serentak.
Wanita itu mulai memperkenalkan diri. Namanya adalah Rita Rosida atau bisa dipanggil Ibu Rita. Usianya 30 tahun, tiga tahun lebih tua dari perkiraanku. Ia berasal dari Long Iram, Kutai Barat. Sama seperti orangtuaku, ia juga berada di Dewata untuk memperbaiki ekonomi keluarganya. Meskipun tampilannya seperti orang yang berpendapatan tinggi, tapi sebaiknya tak usah menilai dari tampilannya. Perlu mengenal lebih jauh agar tahu lebih ditail tentang Ibu Rita.
Ibu Rita sudah mempunyai dua anak. Anak pertama usianya 8 tahun yang berada di Long Iram. Dan anak kedua ia bawa ke Dewata, usianya baru tiga tahun. Suami Ibu Rita juga seorang guru olahraga yang juga akan menjadi guru di SD di sini, namanya Pak Samsul.
Saat sesi perkenalan sudah mulai selesai, tiba-tiba datang seorang ibu berbadan melar dan seorang bocah perempuan super gendut berdiri di depan pintu kelas. Mereka kemudian dipersilahkan untuk masuk oleh Ibu Rita. Mereka tampak berbincang-bincang, tapi entah apa yang mereka perbincangkan, aku tak tahu.
"Hai anak-anak, tampaknya kalian akan ketambahan teman baru lagi," ucap Ibu Rita. Apakah yang di maksud adalah bocah super gendut itu?
"Silahkan saling berkenalan, kamu bisa duduk disebelah sana," ucap Ibu Rita kepada bocah super gendut itu. Detik itu juga, kelas 2 bertambah 1 menjadi 14 anak. Dan kini sudah kutahu, anak super gendut itu namanya Dina Maulina. Itu bisa kutahu setelah kubaca badgenya di bagian dada kanan seragamnya.
#terimakasih
KAMU SEDANG MEMBACA
SERIBU CERITA DI PULAU SERIBU SUNGAI
General FictionTidak ada yang disedihkan. Tak ada yang dimasalahkan pula. Kami anggap ini adalah hukum alam. Siapa yang mau ilmu, dialah yang harus berusaha. Karena bukanlah ilmu yang memberi kita fasilitas, tapi kitalah yang dituntut untuk bekerja keras. Sekeras...