Hari dimana pendaftaran sekolah akan mengantarku ke tempat baru, aku sangat antusias sebab sejak keluar dari sekolah lamaku aku sudah beberapa hari tak merasakan suasana sekolah. Aku sendiri masih duduk di kelas 1 SD semester 2. Sedangkan untuk semester satunya kuselesaikan di Jawa.
"Ayo cepat, yang lain sudah siap." Cetus ayahku mengajakku menyusul teman-teman yang sudah terlebih dahulu berjalan menuju tempat penungguan truk angkutan.
Ayahku adalah tipe orang yang selalu terburu-buru dalam segala hal, ucapannya tadi adalah salah satu ciri-cirinya. Kadang sifatnya itu membuat aku dongkol. Hal itulah salah satu yang menjadi pemicu mengapa ia sering berdebat dengan ibu. Tapi di balik itu, dia adalah sosok yang sangat bertanggung jawab. Jika tidak, mana mungkin ia mau repot-repot pergi ke pulau tetangga?
Ayahku menarik lenganku dan segera mengikuti langkah orang-orang yang juga akan mendaftarkan anak-anaknya sekolah. Kami menyusuri jalan tanah menuju tempat berhentinya truk angkutan sekolah yang jaraknya berkisar 100 meter dari kediaman kami. Setelah itu, kami berhenti di sebuah papan Selamat Datang yang kita anggap saja sebagai halte tanpa atap untuk lokasi penungguan angkutan anak sekolah.
Tak lama kemudian, truk berwarna kuning datang. Mungkin itulah truk yang di maksud, truk yang biasa mengangkut dan mengantarkan pelajar SD menuju sekolah. Suaranya berdesing keras, asapnya mengebul dari pantatnya. Truk itu rasanya kurang perawatan dalam otak sok tahuku.
Terlihat sekitar 20 anak sudah berada di dalam truk. Meraka adalah anak-anak dari afdeling (komplek) lain namun masih satu PT dengan kami. Walaupun setiap hari harus menempuh perjalanan sekolah dengan truk, tapi raut wajah mereka begitu menggembirakan. Tidak ada sedikit pun raut wajah pilu atau tangisan di pojok bak truk.
Kami manaiki bak truk tersebut yang keadaannya sudah berlubang di bagian bawah tengahnya. Lubang itu cukup lebar untuk ukuran kaki orang dewasa yang bisa kapan saja mengancam keselamatanku dan anak-anak sebayaku. Sedangkan tinggi bak berkisar 1,5 meter. Sehingga aku tak bisa melihat kanan kiri jalan kerena saat itu tinggiku belum mencapai tinggi bak truk tersebut.
Truk kemudian berjalan melewati jalan tanah yang diiringi pohon sawit. Aku bisa membayangkan sendiri, jika turun hujan pastilah truk akan tergelincir. Sebab jalan tanah akan licin dan becek jika terguyur air. Bukan hanya tak sampai di sekolah, keselamatan penumpang pun akan terancam.
Beberapa menit kemudian, truk kembali berhenti. Tampak ada beberapa anak sudah menunggu dan segera menaiki truk. Nampaknya mereke juga anak-anak dari afdeling lain yang juga masih satu PT dengan kami. Isi bak truk pun menjadi lebih sesak. Aku hanya takut dengan lubang yang ada di bagian tengah bak itu. Ia bisa memakan korban jika penumpang semakin banyak.
Truk kembali berjalan melewati jalan bertanah. Kadang-kadang hatiku merasa ngeri karena ada beberapa jalan yang ekstrim. Menanjak dan menurun tajam. Hingga beberapa lubang dan gundukan tanah di jalan bisa membuat kami terlompat dengan sendirinya.
Walaupun begitu, nampaknya anak-anak dari komplek lain sudah terbiasa dengan keadaan seperti itu. Mereka begitu bersemangat dan terus bernyanyi lagu-lagu pop masa kini, Seperti lagu-lagunya Wali Band, ST12, Hijau Daun, Kangen Band, dan lainnya. Hal itu membuat suasana menjadi seru. Hingga keadaan yang penuh dengan kekurangan bisa tertutupi oleh semangat para pejuang ilmu.
Tak terasa, sudah satu jam kami berada di dalam truk. Akhirnya kami tiba juga di SD Long Jenew. Sekolah yang akan menjadi tempat menimba ilmu untukku.
Kami pun turun dari truk. Terlihat juga beberapa truk angkutan sekolah dari PT lain yang baru saja tiba di tempat. Mereka juga sama seperti kami, harus menempuh jalan yang jauh untuk bisa bersekolah. Walaupun begitu, sekali lagi aku lihat tak ada satu pun anak yang tak barapi-api di tempat ini. Mereka begitu antusias walau dalam keadaan kurang.
SD Long Jenew terletak di samping sebuah komplek perumahan yang berada di tengah-tengah kebun sawit. Terdiri dari dua bangunan bertembok dan berlantai, dan Halamannya masih tanah. Meski di pelosok, tapi siswa siswi di SD Long Jenew terbilang banyak, kelas 1 saja terbagi menjadi tiga kelas yang setiap kelasnya sekitar 30 anak. Salah satu sebabnya adalah pasokan dari beberapa PT lain yang belum mempunyai fasilitas sekolah. Termasuk PT. Dewata Sawit Nusantara tempat dimana aku tinggal saat itu.
Sebelum mendaftar, nampaknya kami harus menunggu upacara bendera selesai. Kami menunggu di sebuah warung jajan sambil melihat berlangsungnya upacara bendera.
Setelah upacara selesai, para wali murid segera menuju kantor guru untuk mendaftarkan anak-anaknya. Mereka masuk ke dalam ruang kantor. Sementara aku dan teman-teman lainnya menunggu di luar.
Entah apa yang sedang mereka bicarakan di dalam. Seperti ada perdebatan kecil. Tapi kami tak tahu apa itu. Kami hanya disuruh menunggu. Itu pun sangat lama.
Namun, Tak lama kemudian, para wali murid keluar dari ruang kantor. Aku tak sabar menunggu info dari Ayah. Mungkin itu juga dirasakan oleh teman-temanku yang lain. 'Barangkali besok aku sudah bisa sekolah'. Pikirku saat itu.
"Gimana yah?"
"Untuk sementara sekolahmu ditunda dulu." Jawabannya mengejutkanku.
"Kok gitu?"
"Nanti ayah jelaskan bersama ibumu."
Entah apa yang terjadi. Entah kenapa tiba-tiba ayah menunda pendaftaran sekolahku. Padahal aku sudah bersemangat ingin belajar di sekolah di hari besok. Aku benar-benar kecewa. Sebenarnya apa penyebab yang membuat aku harus menunda sekolah? Apakah sekolah ini sudah melebihi kuota? Lalu gimana dengan nasibku? Saat itu pikiranku benar-benar penuh kegundahan. Aku benar-benar kecewa dengan pernyataan Ayah.
Pukul 14.00 kami tiba di rumah. Lelah, yah memang lelah. Aku tak biasa menaiki truk selama satu jam lamanya, apalagi dengan keadaan jalan yang berliku-liku dan ekstrim. Ditambah lagi cuaca di kaltim yang begitu panas. Itu benar-benar membuat seluruh badanku gerah.
Ayahku memberitahu kepada ibu bahwa sekolahku ditunda untuk sementara. Aku bersama adikku juga menyimak perbincangan ayah dan ibu. Ayah mengatakan tak tega jika aku sekolah di SD Long Jenew. "Sekolah itu terlalu jauh untuk Ipin" Katanya. Ia mengatakan bahwa aku harus menunggu 4 bulan lagi untuk bisa sekolah. Kabarnya, dalam waktu dekat akan dibangun sekolah di PT. Sawit Nusantara.
#cuapcuapauthor
Terimakasih sudah membaca
Jangan lupa vote and sarannya
Bab 4 akan segera dipublish
KAMU SEDANG MEMBACA
SERIBU CERITA DI PULAU SERIBU SUNGAI
General FictionTidak ada yang disedihkan. Tak ada yang dimasalahkan pula. Kami anggap ini adalah hukum alam. Siapa yang mau ilmu, dialah yang harus berusaha. Karena bukanlah ilmu yang memberi kita fasilitas, tapi kitalah yang dituntut untuk bekerja keras. Sekeras...