35. Bullying

64 10 0
                                    

"Sini kau!" Dari ruang dalam rumah Ody, aku diseret Renal. Lalu mendorong dadaku hingga menghimpit tembok. Kerah bajuku dicengkram olehnya. Aku dikerumini Renal, Saddil, dan Eby. Mereka melototiku. Sedangkan Ody dan Wanto hanya memandang tak berdaya. Mereka tak mungkin berani dengan Eby cs yang perawakannya lebih besar.

"Apa maumu?" Tanya Eby. Aku tak tahu apa maksudnya.

"Kau bilang akan jaga rahasia! Sekarang jujur, kau pasti yang sudah mengadu kepada emakku kalau aku gabung dengan dangan geng motor dan minum oplos. Iya kan?"

Kini aku sudah tahu arah pembicaraan Eby. Ia pasti baru saja kena marah orang tuanya karena aku memang sudah mengadu kapada emaknya perihal pergaulan Eby yang sudah melampaui batas. Bukan tak bisa menjaga rahasia. Tapi hal ini aku lakukan karena aku perduli dengan Eby. Aku tak ingin salah satu sahabatku ini menjadi korban garangnya perseteruan dua geng yang sedang marak diguncingkan. Jika terjadi tawuran lagi, bukan tak mungkin akan memakan korban jiwa. Dan bisa saja Eby menjadi korbannya

"Jawab!" Renal menampar pipiku disusul pukulan Saddil.

"Iya aku yang mengadu." Jawabku sembari menahan sakit.

"Dasar pengkhianat! Maumu apa?" Untuk pertama kali Eby menampar wajahku.

Aku mengangkat kepala dan menatap Eby. "Dasar nggak tahu diri, kamu harusnya bersukur punya teman sepertiku. Aku melakukan ini untukmu. Aku nggak mau melihat kamu mati di medan tawuran. Geng motor itu bahaya buat kamu. Kamu harus keluar dari geng itu."

"Ah aku nggak perlu nasehatmu. Aku tahu yang terbaik untukku. Jangan sok mengerti."

Eby cs memukuliku dengan puas. Lalu pergi dengan seenaknya.

Sejak saat itu, aku benar-benar tak pernah menatap Eby. Jangankan menatap wajahnya, bermain pun tak pernah. Di sekolah pun kami saling menjaga jarak. Kami tak pernah mengobrol lagi, kami tak saling menanggapi walau dalam waktu dan tempat yang sama sedang bercanda dengan teman kelas. Kita berdua seperti dua orang yang tak saling perduli dan tak pernah kenal.

***

Eby, Renal, dan Saddil, mereka tidak akan sadar dengan apa yang mereka lakukan. mereka merasa jagoan dan merasa sangat benar dengan pemikiran liarnya. Pergaulan bebas telah mengajarkan kepada mereka kekerasan. Mereka tidak peduli dengan apa yang dirasakan oleh para korban bully sepertiku. yang mereka pikir hanyalah kepuasan semata karena berhasil mengadili seseorang sesuka hatinya.

Aku kira memang pergaulan dan sikap para remaja zaman sekarang sudah banyak melampaui batas. Sebaiknya para orang tua sekarang harus dapat mengamati perkembangan sang anak jika sang anak berkembang menjadi pelaku bullying atau melakukan sesuatu yang tidak semestinya, minum minuman keras misalnya, atau bentuk tindakan lainnya yang mengarah pada kenakalan remaja. sebaiknya anda dapat menasihati anak tersebut agar tidak terus - menerus melakukan kenakalan-kenakalan itu. Namun banyak orang tua justru melakukan kekerasan pada anaknya sendiri. Sebenarnya itulah benih dari sifat remaja yang gemar membully. Lingkungan dan ajaran yang keras mebuka peluang pada anak-anak untuk tumbuh menjadi penindak kekerasan juga. Didikan yang mengacu pada kekerasan sebaiknya dihindari, masih ada cara lain agar anak bisa menjadi pribadi yang baik.

Masa SD adalah masa perkembangan anak. Bullying dapat berakibat buruk bagi korban dan pelakunya juga. Menurut artikel yang pernah kubaca, kebanyakan dari para korban bullying akan tumbuh menjadi sosok yang minder dan tidak percaya diri. mereka tidak bisa mengemukakan pendapat mereka dan cenderung mengikuti pendapat orang lain seolah - olah mereka tidak punya pendirian. Hal ini sangat buruk bagi masa depannya. Seolah - olah masa depannya suram dan tidak ada harapan. Yang paling berbahaya adalah jika korban memiliki pemikiran untuk mati karena depresi dan jera dengan pembullyan yang terus menimpanya.

#Terimakasih

SERIBU CERITA DI PULAU SERIBU SUNGAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang