23. Reuni Tak Terduga

45 9 1
                                    

Siang itu puluhan barisan manusia dijemur di bawah terik matahari seperti barisan ikan asin yang sedang dijemur di bawah panas matahari. Keadaan sangat panas dan badan serasa dipanggang. Cuaca yang panas membuat para penggalang tidak fokus dan cenderung sibuk memikirkan nasibnya. Para penggalang tak bisa sepenuhnya mematuhi intruksi pratama. Meskipun Pratama sudah mengintruksi aba-aba 'siap grak', tapi sebagian penggalang justru tak memperlihatkan sikap badan sesuai intruksi. Mereka ada yang menekuk lututnya, melipat tangan di dada, bercekak pinggang, bahkan ada yang jongkok di tengah-tengah barisan.

Baru saja 15 menit upacara pembukaan Jambore Ranting Muara Wahau 2012 berlangsung, sudah ada lima anak yang pingsan dan harus digotong dengan tandu. Beberapa menit selanjutnya juga bersusulan secara silir berganti para penggalang yang mulai berjatuhan karena tak kuat dengan cuaca panas hari ini. Jika kami terus-terusan dijemur, bisa-bisa separuh dari barisan upacara musnah.

"Payah sekali mereka," cakap Hebi ketika melihat beberapa penggalang digotong dengan tandu.

"Memang payah sekali, mereka tidak mencerminkan jiwa penggalang yang sesungguhnya," tanggap Ikhsan.

"Tak pantas berada diantara barisan kita," saut Hebi lagi.

"Husssss, nggak boleh sesama penggalang mengata-ngatai." Agung menceramahi kami.

"Ipin!" Suara perempuan memanggil namaku. Terdengar tidak asing, tapi aku tak tau suara siapa itu.

Aku mengarahkan badan ke sumber suara, kebetulan upacara baru saja usai. Kulihat seorang anak perempuan berlari ke arahku. Ronanya masih terlihat samar. Namun setelah dekat, aku baru tahu kalau dia adalah Mirna. Mirna, si pintar teman lamaku saat di SD Long Jenew dulu. Kini ia bersekolah di SDN 016 Muara Wahau, tepatnya di Puhus.

"Hay apa kabar Ipin?" Wajahnya tersenyum berseri-seri. Ia sudah sedikit lebih tinggi. Wajahnya sedikit lebih cantik dari sebelumnya.

"Baik Mir." Aku juga sangat bahagia bertemu dengannya. Ku balas senyumannya.

"Nggak nyangka bisa ketemu lagi."

"Iya ya mir, aku juga nggak nyangka. setelah empat tahun berlalu ternyata kamu nggak banyak perubahan."

"Masih dekil?" Ia tertawa.

"Emang aku pernah ngatain kamu dekil, Itu kan julukan dari Arham," ujarku. "Kamu masih ramah kaya dulu."

Ia tertawa lirih. "Oh iya, tadi aku juga ketemu Arham."

"Arham juga ikut kegiatan jambore?"

"Iya," katanya. "pengin ketemu?"

"Pengin banget."

"Yuk, aku tau tendanya." Mirna menarik tanganku. Ia menunjukan letak tenda Arham. Hmmm aku tak sabar ingin bertemu si kulum permen karet itu.

Mirna berhenti menarik tanganku. Kami menghadap sebuah tenda berwarna biru dongker. Di depannya terdapat gapura bambu yang dicat merah putih. Gapura tersebut bertuliskan 'SD Long Jenew : Regu Banteng'. Pasti Arham ada di dalam tenda. Barangkali ia sedang belajar menulis susunan huruf yang rapi seperti yang sering aku lihat di kelas dulu atau sedang mengunyah perman karet. Ah tak sabar ingin melihat bagaiman wujudnya sekarang?

"Arham!" Panggil Mirna dengan suara cempreng.

Seseorang keluar dari tenda mengenakan seragam pramuka lengkap dengan atributnya. Wajahnya khas orang bugis, berkulit cokelat tapi eksotik. Ia tersenyum sumringah. Pipinya bergoyang-goyang seperti emak-emak sedang mengunyah sirih. Tangan kirinya disimpan di saku celana, sedangkan tangan kanannya menggenggam beberapa permen karet yang masih terbungkus.

"Eh Mirna. Ada apa lagi? Baru tadi ketemu sudah kangen lagi?" Dia masih belum sadar bahwa kawan sebangkunya dulu sedang berdiri gagah di samping Mirna.

"Ih siapa juga yang kangen," cetus Mirna. "Nih temenmu mau ketemu."

"Temen?" Arham melirik ke arahku. Gayanya seperti detektif yang sedang mencurigai tersangka pembunuhan.

Aku tersenyum sengaja memancingnya agar ia mau menyebut nama kawan sebangkunya dulu.

"Wah, seperti pernah bertemu."
Arham menabok pundakku. Lalu kami berjabatan tangan.

"Apa kabar bro?" tanyaku. Aku sangat bahagia bisa berjumpa lagi dengannya.

Dia tersenyum. "Ya baik," jawabnya dengan logat bugis. "Kau apa kabar?"

"Baik juga," balasku. "Ngomong-ngomong masih lekat dengan permen karet nih."

Ia tertawa pelan. "Aku dan permen karet sudah seperti akar dan pohonnya," candanya.

Melihatnya tertawa, aku juga ikut tertawa. "Ngomong-ngomong apa kabar SD Long Jenew?"

"Baik sangat. Sekarang WCnya sudah bersih dan airnya sudah banyak." Ada sebuah senyum lega. Kabar yang cukup menggembirakan.

"Peningkatan pesat bro. Aku senang mendengarnya."

Kami terus mengobrol di depan tenda SD Long Jenew hingga sinar matahari mulai memudar. Bernostalgia tentang kisah kami yang jenaka, manis, hingga pahit. Pertemuan yang tak terduga cukup mengobati rindu pada kawan lama. Entah kapan waktu bisa mempertemukan kami kembali. Sebab ketika jambore ini usai, maka pertemuan akan usai.

SERIBU CERITA DI PULAU SERIBU SUNGAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang