Hari minggu pukul 07.00 WITA, aku masih asik mendengkur.
"Pin!" sahut seseorang. Suaranya cempreng menggetarkan daun telingaku.
Siapa gerangan itu? Pagi-pagi sudah berisik. Aku cuek dan memilih untuk tidur kembali.
"Pin ayo keluar!" suara cempreng itu terdengar lagi. Yang kedua justru lebih keras. Aku geram dan keluar dari dalam rumah.
Aku menemukan Eby dan Wanto sedang berdiri menatapku. "Ada apa? Berisik sekali," tanyaku.
"Ada anak baru?" jawab Eby. Ia tersenyum ceria, seakan-akan apa yang ia katakan adalah kabar yang membahagiakan.
"Masa?" aku masih terkantuk-kantuk, persetan dengan kabar anak baru. Aku mau tidur saja.
"Serius aku nggak bohong," jelas Eby.
"Aku mau tidur aja," seruku. Menatap mereka dengan tatapan leseu.
"Ayolah ikut kamu," ajak Eby. Ia meraih tanganku, lalu menerik-narik memaksa diriku untuk mengikutinya.
Ini kebiasaan Eby dan teman-teman lain. Mereka memang terlalu fanatik jika kedatangan anak baru. Apalagi jika anak baru tersebut sebaya dengan kami. Pastinya akan membuat suasana bermain kami lebih menyenangkan. Jika anak baru itu laki-laki, kami akan ketambahan personil bermain sepakbola. Jika anak baru itu perempuan, permaian gobak sodor kami akan semakin menyenangkan.
"Baiklah," kataku, dengan nada yang terdengar malas.
Aku mengikuti Eby dan Wanto menuju barak E. Jujur saja aku tidak terlalu penasaran dengan sosok anak baru itu, tak perduli dia siapa. Aku hanya menjalani tugas sebagai seorang teman, kata ibu; berbaiklah kepada teman, maka teman akan membalas kebeikan teman, dan temanku tak lain lagi adalah Eby dan Wanto.
Kami tiba di Barak E nomer 1. Sebuah barak yang baru saja berdiri dan sebentar lagi akan penuh dihuni oleh karyawan-karyawan baru.
"Ini rumahnya?" tanyaku sambil memperhatikan suara dari dalam rumah itu yang tampak sunyi senyap.
Eby dan Wanto mengangguk kompak.
Aku mengetuk pintu rumah itu. Tapi tak ada jawaban. Apakah Eby bohong lagi? Pasti dia mengibullyku.
"Hay." Seseorang menyapa kami dari belakang.
Kami terperanjat dan menoleh ke arah suara itu. Kami melihat seorang bocah laki-laki sebaya kami sedang menatap kami. Aku tidak bisa mengatakan itu tatapan, tapi dia sedang melihat kami. Sebab matanya seperti orang yang sedang mengantuk. Kedua matanya tidak kompak. Mata kirinya terlihat kecil karena tertutup kelopak mata, sedangkan mata kanannya tampak normal.
"Kalian mencari siapa?" tanya bocah laki laki itu.
Kami tidak menjawab pertanyaanya. Kami tertegun melihat wajah buruk rupanya. Bocah itu tampaknya tak bisa menutup mulutnya hingga ternganga dan terlihat giginya yang keropos dan berkuman. Rambut coklat ikal dan kulit sawo matangnya menambah aura buruk lagi padanya. Semua kombinasi di wajahnya tampak seperti lukisan karikatur yang paling absurd yang pernah kulihat.
"Hai, kamu pasti anak baru kan?" Suara Wanto membuat waktu yang tadi berjalan normal kembali.
"Iya, aku pindahan dari LK." Jawab bocah buruk rupa itu. LK adalah kependekan dari Long Kejiak.
"Mari berteman, namaku Eby," ujar Eby, lalu menjabat tangannya.
"Aku Wanto." Kali ini Wanto yang memperkenalkan diri. "Dan yang di sebelahku, ini Ipin." Tanpa ada yang menyuruh, tanpa seizinku ia memperkenalkan diriku.
"Terimakasih, namaku Ody." Ucap boch laki-laki bernama Ody itu.
Selepas berkenalan dengannya, kami mengajaknya bermain gobak sodor. Kami mengajak teman-teman lain untuk bergabung bersama kami, seperti Syahrul, Renal, Saddil dan bebarapa anak perempuan.
Permain sederhana yang mengasikan itu sering kami mainkan setiap minggu pagi atau saat hari libur. Hal tersebut seperti sudah terjadwal dan terbiasa. Meskipun, saat itu tidak tau siapa yang menciptakan. Tapi permainan tersebut telah turun menurun. Menurut sejarah, permaianan tradisional ini mulai dikenal wilayah pulau jawa tepatnya di Yogyakarta. Awal mula permainan ini dilakukan oleh prajurit di zaman kerajaan sebagai latihan perang melawan musuh untuk melatih keterampilan. Sejarah ini mungkin masih sedikit sekali yang mengetahuinya tetapi begitulah kira-kira awal mula permaianan gobak sodor ada.
Permainan tradisional gobak sodor ini harus memiliki dua grup berbeda, dimana masing-masing tim biasanya terdiri dari 3 atau 5 orang atau lebih. Intinya adalah antar tim saling menghadang secara bergantian agar yang menjadi lawan tidak bisa lolos dalam melewati garis-garis pembatas hingga bolak-balik. Agar bisa memenangkan permainan ini jangan ada yang terkena tangkap penjaga, dan semua lawan harus selamat selama proses bolak-balik dalam area garis yang sudah di tentukan.
Kami begitu menikmati permaianan. Sangat asyik. Saat bermain, kami sungguh tak merasakan jika ternyata keringat sudah mengucur di pipi kami. Baru saat berhenti bermain, kami merasakan haus yang luar biasa dan keringat kami sudah mengalir di leher.
Tiba-tiba, kulihat seorang bocah perempuan mengantarkan sebotol air mineral untuk Ody. Siapa dia? Kulit bocah itu sangat putih bak salju di tengah panasnya terik matahari. Aku mendekatinya untuk melihatnya lebih jelas.
Bocah perempuan itu sangat menarik perhatianku. Pipinya gembil seperti bakpao manis. Sedangkan senyumnya adalah rasa manis coklat yang berasal dari dalam bakpao tersebut. Ditambah bando pink yang melingkar di kepalanya, menambah kesan elok di wajahnya.
Aku mendekatinya, berharap bisa melihat lebih jelas wajah cantiknya.
"Kenalin pin, ini Liana sepupuku." Pernyataan Ody mengejutkanku.
"Serius?" Aku benar-benar terkejut. Aku belum percaya jika Liana adalah sepupu Ody. Jika dilihat dari wajahnya, wajahnya mereka sangat kontraa. Ibarat Beauty and The Beast, Liana adalah Belle sedangkan Ody adalah Beast. Si Cantik dan Si Buruk Rupa.
"Hai, aku Liana." Liana mengulurkan tangan, lalu kujabat tangannya.
"Namaku Ipin. Salam kenal." Entah kenapa aku merasa gugup.
#terimakasih sudah menbaca
Jangan lupa vote.
KAMU SEDANG MEMBACA
SERIBU CERITA DI PULAU SERIBU SUNGAI
General FictionTidak ada yang disedihkan. Tak ada yang dimasalahkan pula. Kami anggap ini adalah hukum alam. Siapa yang mau ilmu, dialah yang harus berusaha. Karena bukanlah ilmu yang memberi kita fasilitas, tapi kitalah yang dituntut untuk bekerja keras. Sekeras...