Pada umumnya, musim kemarau terjadi pada bulan April, Mei dan Juni. Namun, umumnya untuk wilayah Kalimantan terjadi pada Juni, dengan puncak musim kemarau pada bulan Agustus. Di bulan inilah saat-saat menyedihkan bagi para petani sawit. Buah yang matang akan sangat jarang. Alhasil, hanya gaji pokok yang bisa diterima; berkisar Rp 1.500.000,00
Belum lagi dengan kebutuhan air. Hujan yang merupakan bagian dari kehidupan kami sudah tak lagi ada saat kemarau datang. Akhirnya kami para anak petani sawit diamanati orang tua kami untuk mengangkut air dari lebung yang sudah mulai kering. Biasanya kami mengangkut air menggunakan angkong. Kami tak bisa hanya sekali angkut. Kami harus berbolak-balik dari rumah ke lebung agar semua wadah yang ada di kamar mandi bisa terisi air. Jika tidak seperti itu kami akan dimarahi orang tua kami dan kami tak akan bisa BAB, minum, atau mandi pagi. Jika persediaan air di lebung sudah habis, dengan terpaksa orang-orang harus pergi ke sungai besar yang jaraknya hampir 1 km dari afdeling kami.
Saat kemarau tiba, biasanya ada beberapa bekko yang bertugas memperlancar aliran lebung. Kami para anak orang rantau selalu antusias ketika melihatnya. Tak jarang juga ada yang berteriak-teriak meminta agar bisa naik di atas badan bekko. Biasanya Eby lah yang paling antusias. Bahkan ia pernah mengatakan keinginannya menjadi supir bekko. Entah apa yang ia pikirkan tentang mesin berjalan tersebut. Sebegitu istimewakah bekko di matanya.
Yang paling mengasikan adalah ketika ikan-ikan bermabokan lalu bermunculan di atas permukaan air. Aksi bekko yang membuat air lebung begitu keruh membuat ikan-ikan tak tahan lagi berada di dalam air. Mereka akhirnya memperlihatkan dirinya dan menarik orang-orang untuk terjun ke lebung dan menangkap mereka. Saat itu juga, orang-orang seperti berlomba-lomba menangkap emas. Mereka rela terjun ke lebung dan basah-basahan di air yang keruh demi ikan-ikan yang nasibnya sudah di ujung tanduk. Orang-orang sudah tak peduli dengan duri-duri yang ada di tepian hingga dasar lebung. Mereka hanya fokus menangkap ikan dan membawanya ke rumah untuk lauk nanti malam. Tak semua orang terjun ke lebung. Ada juga yang hanya menangkap dari tepi lebung dan ada yang hanya bersorak-sorak melihat banyaknya ikan-ikan yang memperlihatkan diri permukaan air.
Jika bekko tidak melakukan aksinya, ada opsi kedua agar kita bisa menyantap daging ikan di musim kemarau. Opsi kedua adalah dengan membendung aliran lebung kemudian lebung tersebut kami keruhkan menggunakan cangkul yang kita ayunkan ke dasar lebung. Jika lebung sudah keruh, biasanya ikan-ikan akan mabok dan manampakan kepalanya di permuakaan air lebung. Saat itulah kami segara beraksi untuk menangkap mereka. Aksi ini sering kami sebut menguber. Biasanya kami tidak melakukan aksi ini sendiri, kami akan pergi bergerombong agar ikan-ikan lebih mudah ditaklukan.
So, yang pasti pada musim kemarau kami akan lebih sering mengonsumsi ikan dari lebung walau air yang kami miliki terbatas dan gaji orang tua kami menurun.
#terimakasih
Bab selanjutnya akan segera dipublish
KAMU SEDANG MEMBACA
SERIBU CERITA DI PULAU SERIBU SUNGAI
General FictionTidak ada yang disedihkan. Tak ada yang dimasalahkan pula. Kami anggap ini adalah hukum alam. Siapa yang mau ilmu, dialah yang harus berusaha. Karena bukanlah ilmu yang memberi kita fasilitas, tapi kitalah yang dituntut untuk bekerja keras. Sekeras...