Sepenuhnya hanya ada Bintang dan Evan yang ada di dalam ruangan Satelit. Sementara Gibran, Vicky, Yoga sudah kembali ke Savier dan melanjutkan sekolahnya masing masing.
"Van? Berapa lama Satelit kayak gini?" tanya Bintang yang duduk di samping kanan Satelit.
Evan tersenyum kecut. "Sebenarnya dua tahun lebih, dan hitungan bulan ini kalo Satelit nggak sadar, genap tiga tahun." jawaban itu membuat Bintang melongo.
"Really? Berarti awal SMA?" tanya Bintang. "Nggak juga. Beberapa minggu setelah itu langsung koma."
"Pantesan gue nggak pernah ketemu sama Satelit." balas Bintang menundukkan wajahnya.
"Walaupun lo nggak pernah ketemu sama Satelit, tapi Satelit tau lo kok. Pertama kali SMA kita ketemu itu sebenarnya Satelit dateng. Cuma lagi ada urusan lain, dia kayak sekilas gitu liat lo dan pamit pulang ke gue." ucap Evan sedikit bercerita.
Bintang hanya mengangguk dan menundukkan kepalanya. "Bin? Gue boleh istirahat sebentar kan? Gue capek banget dari kemarin nggak istirahat."
Bintang hanya mengacungkan jempolnya, Evan tak beranjak, ia hanya menaruh kepalanya diatas lengan yang di lipat di atas kasur Satelit.
Bintang masih menundukkan kepalanya. Evan juga sudah tertidur dengan nyenyak karena tenaga nya yang sudah habis seharian menjaga Satelit yang terus mengeluarkan reaksi.
Bintang mengangkat kepalanya. "Sat, gue belum pernah kenal lo sebelumnya. Gue juga baru lihat lo sekarang. Ya gue ngomong kayak gini karena gue merasa bersalah aja sama lo, lo yang terbaring selama tiga tahun disini itu karena gue kan?"
"Gue terlalu buruk untuk jadi seorang Kakak buat lo, Sat. Gue di percayain sama Bunda untuk jaga lo sampai lo bener bener sadar. Gue tahu lo butuh banget yang namanya saudara, apa lagi Kakak. Gue rasa gue nggak pantas jadi Kakak lo dan duduk nemenin lo disini,"
"Gue Cuma bisa bikin Bunda sakit hati, nangis dan yang lainnya. Dan ujung ujung nya juga lo yang jadi korban dari gue sama Bunda kan? Gue nggak nyangka, hal yang udah diajarin sama Ayah itu ternyata belum berubah, ego gue masih diatas pikiran gue,"
"Bisa bisa nya gue untuk ngambil hak sendiri tanpa dengerin penjelasan dari Bunda yang udah nyoba jelasin. Dan hasilnya? Setiap kali Bunda ketemu gue dia selalu nangis karena perkataan dan perilaku gue. Walaupun Bunda udah maafin gue tetep aja gue masih merasa bersalah karena lo masih koma."
"Sat, gue minta maaf banget ya sama lo karena udah buat kenangan lo yang seharusnya selama dua tahun ini indah, malah sebaliknya. Lo Cuma bisa tidur dan mimpi entah apa yang lo pikirin."
"Gue mau nanya deh, pertama kali lo liat gue, ganteng nggak? Oh iya dong pasti. Menurut gue nih ya,"
Bintang mulai berbisik. "Menurut gue, gantengan gue dari pada Evan." ucap Bintang sambil tertawa kecil. "Kalo sama lo sih, gimana ya, masih gantengan gue juga sih." Bintang kembali tertawa sedikit keras.
"Nggak lucu ya? Ya tapi realitanya gantengan gue kok." sambung Bintang tersenyum.
Tak berselang lama Bintang kembali menundukkan kepalanya menyamai gaya seperti Evan. Dan dalam keadaan sekejab, Bintang pun tertidur pulas.
Disisi lain, Bintang tak sepenuhnya tidur, ia hanya sekedar merebahkan kepalanya dan memejamkan matanya. Entah apa yang ia rasakan, seakan akan kepalanya seperti ada yang menempelkan sesuatu.
"Hhhh." desahan itu sangat terdengar di telinga Bintang. "Iya." Sambung lagi suara itu sangat pelan.
Sontak saja itu membuat Bintang sangat terkejut dan mengangkat punggungnya sehingga sesuatu yang menempel pada kepalanya sedikit terpental.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Bintang✔️
Teen FictionJangan salah kan ikatan cinta jika kita saling terluka, salahkan takdir yang sudah membuat pertemuan lalu mengundang luka. Aurora Luna Alma : "Kalau saja aku tau semua seperti ini, lebih baik aku tidak akan pernah bertemu denganmu sebelumnya." Adla...