DUA PULUH SATU

27.6K 1.1K 20
                                    

"Lun, beneran lo pacaran sama Kak Evan?" kata Manda yang sedang berjalan di koridor tengah bersama Luna dan Tara.

"E-nggak. Tau dari mana?" kata Luna gagu.

"Kak Evan chat gue, bilang jagain Luna." kata Manda bingung.

"Lho? Kak Evan anak SMA Savier?" tanya Tara.

"Golongan darah apa? Zodiaknya apa? Darahnya keturunan apa? Kromosomnya lengkap kan?" sambung Tara.

"Ra! Ini bukan biologi Tara." kata Manda menepuk keningnya.

Luna tertawa, Tara menyengir.

"Jadi beneran lo pacaran Lun?" tanya Manda lagi.

Luna sedikit enggan untuk menjawab. Pasalnya, Manda akan beri tahu Beni, Beni beritahu Bintang, Bintang akan menyampaikan kepada Evan. Luna tidak tau gimana jadinya jika Bintang tau ini semua.

"Jawab aja kali Lun. Nggak papa kok. Pacaran itu manusiawi, asal dia manusia, punya organ lengkap, kromosom lengkap, dan yang harus dia tau : tulang itu bukan organ! Tapi jaringan." hardik Tara.

"Ra! Lo harus banyak banyak refreshing deh! Jangan ditimpa biologi terus Ra! Kasian gue sama lo." sahut Manda.

"Iya Ra, lengkap kok dia. Dia juga tau kepala itu organ, jantung itu organ." balas Luna tersenyum.

"Bagus deh kalo dia tau. Jangan sampai dia nggak tau Presiden sebelum Pak Joko Widodo itu siapa."

"Pak SBY."

"Yap betul." kata Tara menjentikkan jarinya. Manda hanya bisa menghela nafas. Ilmu Tara turun temurun ke Luna.

"Gue ke toilet dulu ya." pamit Luna sendiri sambil berjalan cepat kearah toilet.

"Gara gara lo sih Ra!" kata Manda kepada Tara.

"Kok gue? Gue hanya meyakinkan kalo dia itu manusia."

"Ra! Semua juga tau seorang Evan Meganta itu adalah manusia."

"Kalo hewan gimana? Tumbuhan? Udara? Tanah? Air? Api? A-,"

"Avatar!" Manda meninggalkan Tara menyusul Luna yang sudah menghilang. Dengan rasa tidak bersalah, Tara bergaya seperti Avatar ditengah koridor. "KEKUATAN AVATAK!" kata Tara sambil bergerak layaknya avatar. "JURUS AVATAR BOTAKKK! HYAK! HAK! HUK HAK!" 

Beberapa murid yang berjalan di koridor tengah sedikit bingung dan sesekali menertawai Tara yang bertingkah aneh.

Manda yang berasa tidak disusul oleh Tara, kembali mencari Tara di koridor tengah. Dengan rasa terpaksa, Manda menarik tangan Tara.

"Maafin temen gue ya. Kena bola ping-pong kayaknya. Kurang ditampol bola basket." kata Manda sambil tersenyum ke beberapa murid yang ada di sekitarnya lalu menarik Tara.

"Lo mau jurus avatak gue juga?" tanya Tara sambil berjalan yang dituntun Manda.

"Nggak. Gue udah punya jurus boboiboy." sinis Manda menarik tangan Tara lebih cepat.

<><><><>

Teman teman Bintang berkumpul seperti biasa. Beni dan Rangga serta Helmi sangat berisik daripada yang lainnya.

"Gue nggak yakin harus kasih tau Bintang." kata Helmi.

"Emangnya kenapa?" sahut Beni.

"Asal kalian tau, Evan chat gue dan bilang jagain Luna yang notabennya pacarnya Evan."

"Hah?! Seriusan?" Rangga terkejut.

"Gue juga baru dichat. Kalo Bintang tau bisa tawuran."

"Lo tau kan kalo Bintang tawuran itu gimana? Udah banyak korban yang masuk rumah sakit, dan gue nggak mau Bintang di drop out ke enam kalinya."

"Lho?! Emang Bintang pernah di drop out?" kikuk Beni.

"Pernah, tapi di nego lagi sama Ayahnya, dan untungnya Ayahnya kerabat Kepala Sekolah."

"Gue mau ke kelas. Jangan pada ikut. Kalo ikut gue sleding." ucap Bintang membuat ketiga pria itu terkejut.

<><><><>

"Hai Bin! Gimana sudah siap latihannya?" kata perempuan itu yang duduk di kursi ditengah studio.

"Udah." jawabnya sambil mencari tempat duduk untuk memainkan alat musik.

"Kenapa wajah lo cemberut gitu?"

"Karena gue telat."

"Lo bohong. Gue bisa tebak."

"Tentu, dan tebakan lo benar."

"Ada apa? Gara gara Dena? Emang yah orang itu suka banget ganggu lo, jangan pernah mau sama dia yang udah kotor."

"Gue juga nggak akan mau. Tapi bukan karena Dena."

"Terus?"

"Keinget Bunda. Waktu itu  dia kerumah."

"Bin, lo harus bisa nerima. Dia balik kan dengan tujuan yang baik."

"Rani, dengan dia balik apa bisa bikin Ayah sama Antar seneng lagi? Gue rasa mustahil."

Rani adalah salah satu teman Bintang yang sudah lama kenal sebelum Helmi, Rangga dan Beni. Rani satu komplek dengan Bintang, tapi tidak bersebelahan. Jangan takut, Rani sudah punya pacar, dan Rani tidak akan mencintai Bintang.

"Lo itu ya! Dari kecil sukanya pesimis, bukan optimis."

"Basi ah, kok jadi ngomongin dia, gue mau latihan. Ajarin, kalo gue tetep nggak bisa, gue botakin pala lo."

"Nama lo cocoknya Bilak, Bitek."

"Bodo."

"Bintang galak, Bintang jutek."

"Tampol jangan?"

"Jangan, udah ah. Cepet."

Rani mulai mengajari Bintang bermain piano. Teknik dasar yang diajarkan Rani kepada Bintang  tidak bisa masuk ke otak Bintang. Saat Rani sedang mencari nada lain, Bintang malah menjentikkan jarinya dari ujung ke ujung seperti memainkan bass. Bintang hanya bisa bermain bass.

"Bintang!! Nanti rusak!" kata Rani menghampiri Bintang dengan nada tinggi.

"Nggak papa. Piano ini dibuat untuk dirusak. Kalo nggak dirusak, pemasokan piano bakal dikit."

"Justru lo rusakin malah makin dikit!"

"Ragak!"

"Apaan Ragak?!"

"Rani galak!"

"Nggak nyambung!"

"Harus ada jaka sembung."

"Sambil bawa golok."

Bintang tertawa keras. Rani hanya memperagakan tertawa buatan dengan raut wajah kesal.

"Gue mau balik, besok latihan lagi."

Dengan santainya Bintang langsung keluar meninggalkan Rani yang masih didalam studio.

<><><><>

Hallo ghenk

Selamat Pasisolam ya <3

Jeda aku upload itu cuma sehari dong kok. Otakku udah encer sebagaimana mestinya.

Mau ngasi tau aja, jangan lupa vote.

Dear, Bintang✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang