TIGA PULUH ENAM

25.6K 1K 11
                                    

Hanya hitungan hari lagi, SMA High School sudah di timpa oleh ujian ujian yang membosankan.

Bintang menganggap ujian ujian sekolah hanya biasa saja, kecuali ujian mencintai Luna. Bintang melihat Luna serta kawan kawannya sedang makan di kantin. Disana juga ada Beni dan Valdo.

"Tara!" panggil Manda disebelahnya.

"Ha?"

"Udah mau ujian, lo nggak belajar."

"He."

"SONGONG!" balas Manda sebal. "Tapi serius deh, tumben lo nggak-,"

"Ekhm." sapa seorang pria berdiri dibelakang Luna. Luna menoleh kearah belakang lalu tersenyum sebagaimana ia senang karena tidak menjadi nyamuk.

"Duduk, Bin." kata Luna ramah. Bintang mengangguk, lalu duduk disampingnya.

Seketika semua diam. Tidak ada yang berbicara lagi. Bintang memelototi satu persatu teman temannya kecuali Luna. Yang di tatap juga fokus terhadap mata Bintang.

Dengan amat sangat sepi, "WOI!!"

"EH AYAM!"

"EH AYAM!"

"EH POK POK!"

Teriak kawan kawan Luna, untungnya Bintang dan Luna tidak. Itu bukan Bintanh yang berteriak, tetapi Katel.

"KAVANA MUHAMMAD DUGONG TORTELLA!!!" teriak Manda sangat keras sehingga satu kantin itu menutup telinganya.

"Astagfirullah, Manda, Manda."

"Banyak banyak istigfar diriku ini."

"Untung ya, bakso gue nggak lompat karena teriakan Manda."

"Untung kuping gue sedikit budeg."

Teriakan Manda memang sudah langganan dikantin ini, siswa siswi yang mendengarnya pun telinganya sudah kebal dengan teriakan Manda. Selebihnya, siswa siswi pindah di kantin kedua. Kalian pasti tahu, mereka pindah karena apa.

"Kalo gue jarang ketemu disekolah, jangan marah." kata Bintang berbisik kepada Luna.

"Kenapa gitu?"

"Gue perlu waktu."

"Lo marah sama gue? Kenapa menghindar gitu?"

"Gue bilang gue perlu waktu."

"Waktu untuk apa, Bintang?"

"Waktu untuk mencintai lo." balas Bintang sambil tersenyum.

Seakan akan pipi Luna menjadi merah, ia memainkan makananya sambil tersenyum.

"Kalo lo perlu waktu, gue bakal setia nunggu lo."

"Jangan. Biar gue aja. Perempuan kodratnya ditunggu, bukan menunggu. Gue balik dulu ya, kalo mau nyamperin gue, ke kelas aja."

"Nggak ah, malu."

"Yaudah nggak apa apa. Gue balik dulu ya."

Gue cinta sama lo. Kata Bintang dalam hatinya.

"Iya."

Kapan lo bilang untuk cinta sama gue, Bin? Batin Luna.

"Dari tadi ngomong bisik bisik, ngomongin apa sih?" tanya Valdo.

"Enggak kok. Dia mau pamit aja, katanya mau sama temen temennya." jawab Luna.

"Gue ikut juga deh. Gue balik ya, Manda." pamit Beni mengajak Valdo.

"Tara, gue duluan ya, mau kebelakang, biasa, perkumpulan cowok. Sehabis ini jangan deket deket sama siapa siapa. Bila perlu belajar aja. Kalo ada apa apa, telfon gue." kata Valdo langsung berlari mengejar Bintang.

"Sebentar lagi kita jadi keluarga dukun ya." kata Manda.

"Apaan dukun?" balas Tara.

"Rukun maksudnya."

<><><><>

Hari ini Bintang tidak bisa mengantar Luna pulang. Sudah setengah jam yang lalu SMA ini pulang, tetapi Luna belum di jemput juga. Mungkin setelah ini Luna akan marah kepada Gani.

Luna bimbang harus pulang dengan kendaraan apa, disini sungguh sangat sepi. Luna melihat kearah depan, murid Savier baru saja pulang. Mungkin ada pelajaran tambahan menjelang ujian.

Hah, Luna tidak memperdulikan itu. Hanya karena satu orang yang hidup di Savier, membuat Luna membenci semua murid disana.

Luna sedikit menjauh, mencari tempat duduk yang aman sehingga kakinya tidak perlu menumpu badannya yang sudah terasa lelah.

Jika dilihat dari samping, Evan, Gibran, Vicky dan Yoga mendekati Luna. Mungkin Luna terlalu pede. Karena parkiran Savier berada di sebelah High School. Aneh, sekolah ini tempat nya tertukar tukar.

Luna melihat Evan sudah semakin dekat, sehingga ia bertatap tatapan bersama Evan.

"Hai Lun?" sapa Evan ramah. Gibran menyuruh Evan agar cepat berjalan. Tetapi Evan menyuruhnya untuk berjalan lebih awal.

Luna hanya tersenyum mendongak ke Evan, lalu mencari kendaraan yang akan lewat.

"Jam segini memang sepi, nanti sorean baru ada kendaraan lewat," kata Evan ramah. "Saya boleh duduk?"

Luna tidak menjawab. Dengan santainya Evan duduk disebelah Luna. Yang Luna kecewakan adalah tempat duduk ini sangat sempit.

"Kenapa belum di jemput? Bukannya SMA kamu duluan pulang?"

"Getewe."

"O, gitu. Mau pulang bareng saya? Siapa tahu ajakan saya membantu."

"Ge, em ka es ha."

"Kalau nolak nggak apa apa, saya tunggu kok sampai kamu di jemput. Bagaimana pun juga kamu pernah jadi milik saya, jadi saya masih ada hak untuk jaga kamu. Lagian ini tempat umum kan?"

"Ye."

Evan tersenyum. Entah mengapa Luna tambah membencinya.

"Sambil nunggu jemputan, saya mau minta maaf masalah-,"

"Ye."

"Oke, terimakasih karena kamu sudah maafin saya. Mungkin itu bisa saya simpulkan adalah sebuah kecelaka-,"

"Ye."

Evan lagi lagi tersenyum lalu diam sambil menatap jalan raya yang masih sepi.

Suara knalpot motor yang sungguh berisik dari High School itu terdengar sampai telinga Luna.  Suara itu semakin mendekat dan keluar dari sekolah, berbelok ke arah Luna lalu menarik gas sekuat kuatnya sehingga dedaunan sedikit bergoyang.

"Biasa, itu anak nakal." kata Evan.

"Ye."

"Nggak mau pulang bareng saya?"

"Ge."

"Nah itu ada taksi. Kebetulan, saya pamit duluan ya." pamit Evan lalu meninggalkan Luna.

Luna melambaikan tangannya kearah taksi itu. Lalu masuk dengan rasa sedikit bersalah. Evan mencoba berbuat baik kepadanya, tetapi dirinya? Halah, tak usah di pikirkan, itu hanya wacana yang di buat dari Evan.

<><><><>

Dear, Bintang✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang