Di dalam suasana yang ramai ini, Bintang serta Antariksa hanya bisa diam. Antariksa yang di pangku oleh Bintang seraya memeluk nya kuat kuat karena di selimuti rasa cemas.
"Kak Bibin." panggil Antariksa sendu. "Kenapa?"
"Kak Bibin kenapa diem aja? Hibur Liksa dong."
"Nta, lagi nggak pengen bercanda. Situasinya lagi nggak bagus."
"Kak, gimana pun juga kan nggak selamanya halus sedih." balasan Antariksa membuat Bintang memeluk Antariksa kuat. "Doain aja yang terbaik."
Mungkin Bingang harus lebih terbuka. Ia melihat dokter yang baru saja keluar dari ruangan yang sedang di tunggu. "Dok, gimana keadannya?"
"Begini, apa ini sudah pernah terjadi?" tanya dokter serius. "Iya, Dok. Ini sudah yang kedua kali nya."
"Kami tidak bisa memaksakan jika keadaan berbeda dengan ekspektasi." balas dokter itu pasrah. "Dok, apa nggak bisa pake cara lain? Tolong, Dok."
"Dengan perawatan untuk kedepannya, kami akan melakukan yang terbaik dengan perawatan yang berkualitas, semoga hasil nya bisa sesuai dengan baik. Saya pamit."
Bintang melepas gendongan Antariksa. Menjambak rambutnya serta memukul dinding yang ada di belakangnya sambil mengeluarkan air mata.
Antariksa mencoba menangkan Bintang dengan pelukannya, mencoba untuk tidak menangis. "Kalo Kak Bibin sedih, pasti semua sedih."
Bintang duduk secara kasar, mengusap wajahnya beberapa kali yang masih meneteskan air mata. Ia takut, sungguh.
Bintang berdiri seakan akan emosi nya muncul kembali. "Kalau saja Anda tidak mengajak nya, tidak akan seperti ini jadinya!" bentak Bintang kepada wanita paruh baya itu.
Antariksa menyambung. "Kak, ini kecelakaan, nggak ada yang boleh nyalahin siapa siapa. Ini semua kan udah di rencanain. Ingat kata Ayah, yang sudah terjadi tidak perlu disesali, cukup di jadikan pelajaran untuk kedepannya."
Bintang menoleh ke Antariksa dan mengusap kepalanya. "Saya takut, kehilangan kedua kalinya. Karena saya nggak mau, sakit hati yang dulu saya rasain sendiri, sekarang harus di rasain bersama Antariksa. Dia masih kecil!" lagi lagi Bintang berbicara dengan intonasi kasar.
Bintang juga harus mengontrol agar tidak terjadi apa apa dengan lawan bicaranya. Wanita itu hanya bisa menitihkan air mata.
"Apa Anda bisa mengembalikan jika semua berbalik seperti dulu?!"
Wanita itu menggeleng sambil mengusap pipinya yang sangat basah. "Maaf."
"Hah! Gampang sekali untuk Anda berkata maaf. Apa maaf Anda bisa mengubah semua seperti kemarin? Seharusnya saya kemarin melarang Anda untuk melakukan hal konyol itu!"
Intonasi Bintang membuat wanita itu terus terisak tangis dalam dirinya.
"Kak, udah. Gimana pun juga dia kan orang tua. Nggak baik Kak Bibin." ucap Antariksa menarik Bintang untuk duduk bersamanya. "Kak Bibin nggak boleh galak galak. Cuma Ayah yang boleh galak."
Secepat apapun Bintang memeluk Antariksa kuat. Wanita yang masih di hadapannya menunduk sambil menahan isak tangis. Antariksa turun dari pangkuan Bintang dan mendekat kepada wanita itu.
"Ayo, duduk sama Liksa disini." Antariksa menarik wanita itu untuk duduk bersamanya di lain bangku. Lalu Antariksa memeluk wanita itu seerat mungkin.
"Liksa sayang." kata Antariksa sambil memeluk wanita itu. Wanita itu mengusap kepala Antariksa.
Bintang tidak menghiraukan lagi, lalu masuk kedalam ruangan melihat seseorang sedang berbaring menggunakan selang dimana mana.
"Ayah."
Tanpa disentuh apapun, Bintang menangis. Memegang tangannya yang di selimuti selang sambil memeluk.
"Ayah, bangun. Bintang disini."
"Ayah pernah bilang kan?! Kalo Ayah tidur lama lama harus di bangunin?! Kenapa Ayah nggak bangun bangun!"
Hari hari Bintang mulai hancur, tak lupa denga hati dan otaknya. "Ayah! Ayah bangun dong! Siapa lagi yang ngajarin Bintang nulis kata kata?"
"Ayah! Ayah pernah janji nggak akan bikin Bintang nangis gara gara Ayah! Ayah bangun! Ayah!"
Bintang menangis. Menundukkan kepalanya diatas tangan Gatama.
FLASHBACK ON.
"Apa kamu ingin bertemu dengan anakku?" tanya Vera kepada Gatama di ruang tamu. "Aku takut, kamu tidak akan menerimanya."
"Vera, bertemu dengan anak, aku tidak akan menolak. Bagaimana pun juga, aku adalah pengganti Ayahnya setelah suami kamu pergi."
"Ya sudah, tak usah di pikirkan, sekarang kita jalan agat lebih lama waktu ku untuk menemuinya. Kau berikan namanya siapa?"
"Sesuai favorit kita, luar angkasa."
Gatama tersenyum. Lalu melanjutkan pembicaraanya di dalam mobil.
"Nama panjang siapa?"
"Kau akan tau nanti jika kau menemuinya."
"Jawaban yang bagus. Aku tak sabar menemuinya."
Mereka berdua tersenyum. "Wah, kebetulan saya lapar, saya beli makan dulu di seberang, kamu jangan kemana mana. Masih butuh istirahat."
Gatama keluar dari mobilnya. Memakirkan mobilnya di samping kanan dan membeli makanan di samping kiri.
Lumayan lama Gatama menunggu, mungkin ia membeli banyak, sekalian untuk Satelit. Batin Vera sambil menatap Gatama.
Setelah Gatama selesai memesan makananya, ia sedikit berlari agar cepat masuk ke dalam mobil.
BRAK!!
"GATAMA!" teriak Vera langsung turun dan menuju Gatama yang tersambar truk cukup besar.
Supir truk itu terus meminta maaf kepada Vera karena tidak sengaja, supir itu juga tidak melihat bahwa Gatama menyebrang.
Supit itu membantu Gatama masuk ke dalam mobil nya yang di kendarai Vera untuk cepat sampai ke rumah sakit.
FLASHBACK OFF.
<><><><>
Maaf banget gak bisa bikin kejadian kejadian tabrakan yang ekstrim kecuali di galexa, gak tai kenapa. Hehehe.
Untuk part selanjutnya agak lama ya, karena nyari epilognya susah beb, stay tune ya.
INFORMATION
AKU UDAH PUBLISH COVER SQUEL GALEXA! DI CEK YAA!!!@wattpadngel
![](https://img.wattpad.com/cover/136230866-288-k652223.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Bintang✔️
Teen FictionJangan salah kan ikatan cinta jika kita saling terluka, salahkan takdir yang sudah membuat pertemuan lalu mengundang luka. Aurora Luna Alma : "Kalau saja aku tau semua seperti ini, lebih baik aku tidak akan pernah bertemu denganmu sebelumnya." Adla...