EMPAT PULUH DUA

23.3K 1K 14
                                    

Hi guys. Maaf kalo part ini gaje, aku masih nyari epilog nya gimana, karena disitu gak akan ada Luna. Dan Luna dateng di akhir akhir doang.

Fyi, kalian harus puter lagu di atas. Ya itu bukan original dari Anji. Tapi cover. But it's not bad.

Dan aku mau kasih tau semua informasi itu ada di akun instagram yaitu @wattpadngel

Jangan lupa di follow karena aku akan up cerita baru dan cover GALEXA 2.

Selamat membaca.

<><><><>

Gibran yang baru saja dari kamar kecil, segera berlari kearah kamar Satelit. "Woi, woi."

Vicky menoleh. "Sans, Gi. Ini rumah sakit."

"Iya gue tau. Gue nggak tau apa gue salah liat atau halusinasi gue doang." kata Gibran sambil duduk.

"Emangnya ada apa?" tanya Evan mulai serius.

"Gue habis dari kamar kecil yang di ujung sana. Pas gue balik, entah gue mikir apa, gue ngeliat Bintang!" ucap Gibran tidak pasti.

"Lo serius, Gi?" tanya Yoga. "Gue serius, Ga." jawab Gibran cepat.

"Lo liat nya dimana?" tanya Evan.

"Aduh, gue lupa di ruang mana. Karena disitu jalannya lika liku dan muter muter. Gue aja muter tiga kali." jawab Gibran.

"Kenapa dia bisa disini? Hubungannya apa?" tanya Evan.

"Oke, kalian semua tenang. Gue bakal cari tau kenapa Bintang bisa ada disini."

"Secepatnya, Gi. Gue takut ada sangkut paut nya sama Satelit." Evan.

<><><><>

Luna teringat sesuatu, waktu ia ke tempat sesuatu bersama Bintang. Yang Bintang katakan waktu itu ia harus kesana saat ia rindu. Dan mungkin saja, Luna bisa menghapus rindu nya.

Ia tidak ingin diantar oleh siapa siapa. Dan bila saja ia bertemu seseorang, itu hanya Bintang. Bukan yang lain.

Luna mencoba meminga izin kepada Gani dan Yola. Tetapi mereka melarang karena Luna hanya pergi sendirian.

"Kamu kalo sendirian, Kakak nggak kasih izin." ucap Yola kepada Luna yang sedang duduk di samping Gani.

"Luna bisa kok jaga diri. Nanti Luna telefon Manda atau nggak Beni." balas Luna.

"Kenapa nggak dari sekarang aja telefonnya? Siapa tau mereka bisa antar kamu dari sekarang." sambung Gani.

"Yaudah, Luna telefon Manda aja. Luna pamit ya."

Setelah Luna pamit dari hadapan kakak kakaknya, Luna menunggu di luar perumahan. Itu hanya embel embel Luna agar ia di beri izin. Sebenarnya ia pergi sendiri.

Sesampainya Luna di tempat tujuannya, tak lupa ia membawa surat yang pernah Bintang berikan. Luna mulai mencari di tempat mana ia pernah bersama Bintang.

Agak sulit menemukan lukisan itu, karena Bintang tidak memberi tau nya. Tapi disitu terdapat sebuah tulisan yang membuat Luna dapat menemukannya.

'Lukisan punya Bintang sama Luna.'

Luna tersenyum. Ia rindu kepada Bintang. Sudah itu saja yang ada didalam hatinya.

Lukisan itu ditutup oleh tirai. Sebelum Luna membuka tirai itu, ia menarik napas panjang.

"Bin, gue buka lukisan ini salah satu alasannya karena gue kangen sama lo. Gimana jadinya kalau gue udah terlanjur cinta sama lo?" ucap Luna sebelum membuka.

Dan pada saat membuka, Luna terkejut. Betapa indahnya lukisan itu, di buat sejadi jadinya seperti seorang ratu disney. Dengan tema siluet dan berbagai manik manik yang mengkilat.

Memang tidak sama bentuknya dengan gaya yang waktu ia bersama Bintang lakukan. Tapi ini cukup untuk Luna membayangkan jika Bintang ada disampingnya.

Dengan tulisan caligraphy, di situ tercetak 'Inilah Bintang dan Bulan. Yang saling merindu karena merasa kehilangan.'

Luna merasa, bahwa tulisan ini pasti Bintang yang menulis. Ia memegang setiap sudut lukisan itu. Sungguh, ia merindukan Bintang.

Merasa masih ingin, ia merobek sebuah kertas untuk mengirimnya kepada Bintang.

Dear, Bintang.

Mungkin sekarang kamu sudah melupakan ku,
Mungkin sekarang kamu telah bahagia disana, tapi disini, aku merindukan mu, dan aku berharap kamu akan kembali.

Dalam hati Luna, ia masih banyak ingin menulis rasa rindu nya, tetapi kalimat ini yang paling utama untuk mengutarakan isi hatinya.

Setelah ia menulis surat itu, ia mengirim dan menuntut cepat agar sampai ke tangan Bintang. Tak tau ingin kemana, Luna berjalan menuju cafe yang sering ia datangi.

Mencicipi white coffee sudah bukan hal asing baginya. Cafe ini cukup terkenal, karena setiap konser kecil yang ada didalam cafe itu, selalu di liput oleh stasiun televisi.

Disitu Luna hanya bisa membaca kembali surat Bintang dan mencicipi kopi yang sudah di sediakan. Orang yang sedang mulai menyanyi mencuri pandangan Luna.

Tak berselang lama, orang itu meminta agar menyumbangkan suara untuk mengiringnya bermain musik. Tak kira kira ia memilih, Luna yang di ajak untuk bernyanyi.

Luna kembali kikuk. Ia mati gaya di depan orang orang yang sedang makan dan minum. Sudah duduk dan harus memikirkan lagu apa yang akan ia nyanyikan.

"Se-selamat sore. Sa-saya akan menyanyikan sebuah lagu untuk seseorang. To My perfect stars."

Petikan gitar sudah di mulai. Lagu yang Luna nyanyikan sudah di rencanakan.

Anji - Menunggu kamu.

ku selalu mencoba
untuk menguatkan hati
dari kamu yang belum juga kembali

ada satu keyakinan
yang membuatku bertahan
penantian ini kan terbayar pasti

lihat aku sayang
yang sudah berjuang
menunggumu datang
menjemputmu pulang

ingat slalu sayang
hati ku kau genggam
aku tak kan pergi
menunggu kamu di sini
tetap di sini.

Tak disangka, Luna menjatuhkan air mata. Tak mau semua sadar akan kesedihannya, ia mengumpat untuk mengusap air matanya.

<><><><>

Dear, Bintang✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang