Hari ini sama sekali tidak ada Bintang di sekolah. Komplotan Bintang juga mencari cari Bintang. Helmi dan Rangga juga sudah mengecek rumah Bintang, hasilnya tidak sesuai ekspektasi. Kata tetangga, Bintang dan keluarganya sudah pindah.
"Lo pada tau nggak sih, Bintang kenapa?" tanya Erik heran.
"Hal aneh pertama yaitu tentang Luna. Dia bilang Luna udah punya yang lain. Dan jangan pernah gangguin dia lagi." jawab Adnan.
"Apa ada hubungannya sama Evan?" sahut Rangga.
"Kemungkinan aja ada. Siapa lagi coba yang sering gangguin Luna kalo bukan Evan?" jawab Beni.
Bintang memang tak mengabari teman temannya. Namun ia sudah pamit dari sekolah secara baik baik untuk melanjutkan sekolahnya di tempat lain.
"Eh ada yang tau nggak Kak Bintang kemana?!" seorang perempuan datang dengan tergesa gesa mendekati kawan kawan Bintang.
"Belum, Man. Kita juga masih cari. Tapi emang nggak ada." jawab Helmi.
"Yaampun. Kemarin Luna kerumah Kak Bintang. Masih ada Bi Yuwi juga sih disana. Cuma, Kak Bintang dan keluarganya nggak ada. Bi Yuwi nitip surat sama Luna. Nah setelah kejadian itu, Luna susah banget di hubungin." tutur Manda sambil duduk.
"Lo tau dari mana?" tanya Alvian.
"Luna sempet cerita, cuma sampe dapet surat. Habis itu nggak di bales lagi chat gue."
"Lo udah cek ke rumahnya?" sahut Wega.
"Belum sih. Tapi kata kakak nya dia ada di rumah tapi nggak mau sekolah. Gue jadi kepo sama itu surat."
"Kayaknya lo harus kesana, Man. Tanya, ada apa sama hubungan mereka sampe semua pergi gitu aja." usul Sarah kepada Manda.
"Harus sih." jawab Manda. "Ayo, Man. Gue anterin." potong Beni mengajak Manda pergi.
<><><><>
"Lo yakin ini rumahnya?" tanya Manda. "Kita kan pernah jemput Luna? Dan gue yakin kok ini rumah nya."
Beni dan Manda segera turun, lalu mengetuk pintu dan sesekali memencet bel. "Ada apa ya?" tanya salah satu perempuan yang membuka pintu. Yola.
"Kak, kita temennya Luna. Mau nyari Luna nya. Ada nggak?" tanya Manda.
"Ada diatas, masuk aja. Langsung ke kamar nya." ajak Yola kepada Manda dan Beni.
"Man, gue balik duluan ke sekolah ya? Nggak bisa di tinggal. Nanti semua pada maling ruangan musik." pamit Beni kepada Manda. "Kak, duluan pamit."
Yola mengangguk lalu mempersilahkan Luna untuk masuk. Kamar Luna ada di lantai dua. Tidak sulit menemukan kamar Luna, karena disetiap pintu terisi nama nama ruangan.
Manda mengetuk. Dari dalam terdengar suara untuk Manda di persilahkan masuk. Saat Manda membuka pintu, disitulah ia mulai terharu melihat Luna.
"Luna ya ampun. Lo kenapa? Kenapa nggak sekolah?" tanya Manda melihat Luna duduk memegang surat sambil menangis.
Luna tidak menjawab. Ia terus memegang surat itu. Sebagai tanda terakhir ia bertemu Bintang. "Lun? Boleh gue liat surat nya?" tany Manda lembut.
Luna memberikan surat itu, lalu berpindah ke meja belajarnya sambil menatap jendela yang terbuka lebar.
Setelah Manda membaca surat itu, ia tidak habis pikir dengan Bintang. Sepengecut apa dia memutuskan hubungan melalui surat?
"Lun, sabar ya." kata Manda mendekati Luna sambil mengusap lengannya.
"Gue nggak ngerti sama apa yang dia tulis disitu. Gue nggak pernah deket sama siapa siapa kecuali sama dia." balas Luna sambil tersendak tangisan.
"Mungkin dari Bintang nya yang salah Lun. Karena apa yang kita lakukan itu nggak semua benar di mata orang. Pasti selalu aja ada yang salah." sambung Manda. "Gue harap, lo nggak kayak gini lagi besok. Lo harus sekolah. Cari sumber yang bisa bikin lo nggak sedih lagi."
"Sumber gue cuma Bintang. Cuma dia." jawab Luna cepat.
"Oke, gue dan yang lain masih nyari dimana Bintang sekarang. Karena dari kemarin berubah. Sebaiknya lo tanya Beni, Helmi, atau Rangga. Karena sebelum Bintang pergi, Bintang ngomong sama mereka."
Luna menoleh ke arah Manda. "Anter gue ke sekolah." Luna memang mengenakan pakaian sekolah nya, cuma ia batal sekolah karena tidak sanggup menahan kesedihannya.
<><><><>
Helmi sedang berbicara empat mata bersama Luna. Disitupun akhirnya Luna menangis. "Dia pernah bilang, gue dan yang lainnya nggak boleh gangguin lo lagi dan deketin lo lagi. Nanti ada yang marah."
"Siapa?"
"Itu gue nggak tau. Kemungkinan besar kan Evan?"
Luna berpikir, berbuat apa ia kemarin bersama Evan sampai Bintang seperti ini.
"Tunggu. Kalo nggak salah empat, lima hari lalu lo pulang sama yang lain agak telat kan?" tanya Luna.
Helmi mengangguk. "Iya, karena ada urusan sama temen temen yang lain."
"Kak Bintang pulang paling pertama kan?"
"Iya."
"Pake motor ninja warna hitam?"
"Iya, kenapa?"
"Helm warna hitam star wars?"
"Yap, betul."
"Kak Hel! Yaampun! Asal lo tau... Waktu Kak Bintang keluar dari sekolah, gue lagi nunggu jemputan. Kebetulan anak Savier juga pulang. Dan Evan deketin gue lalu duduk di sebelah gue. Dari dalem sekolah, suara ninja samar samar deketin gue dan Evan terus nge gas kenceng banget!"
"Udah pasti itu Bintang. Kemungkinan Bintang bilang kayak gitu karena tau, lo itu deket lagi sama Evan."
Luna menaruh sikutnya di meja, sambil menutup wajah lalu berjalan ke atas sembari membenarkan rambutnya. "Gue kira itu bukan Kak Bintang."
"Gimana lagi? Dia kalo udah hilang, susah banget buat di cari."
"Gue telefon sama sekali nggak di angkat."
"Dia lebih suka surat suratan. Mending, lo cari deh alamat dia sekarang." ide Helmi cukup membantu. Dari surat yang Bintang berikan, Bintang sudah menulis ia harus mengirimnya kemana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear, Bintang✔️
Ficção AdolescenteJangan salah kan ikatan cinta jika kita saling terluka, salahkan takdir yang sudah membuat pertemuan lalu mengundang luka. Aurora Luna Alma : "Kalau saja aku tau semua seperti ini, lebih baik aku tidak akan pernah bertemu denganmu sebelumnya." Adla...