EMPAT PULUH LIMA

21.8K 924 43
                                    

Bintang mengecek kembali ponselnya, terkirim bahwa dirinya mendapat surat dari seseorang dan harus segera diambil. Bintang bergegas pergi, mungkin saja itu dari Luna.

Tapi, Bintang hampir saja melupakan Luna. Kejam.

Sudah kembali dari pengambilan surat, Bintang melihat isi luar dari surat itu. Cantik, dihias dengan warna warni dari tangan sang penulis.

Setelah Bintang membaca dari atas sampai bawah, ia hanya tersenyum miring. "Udah sama Evan, masih aja sama gue." ucap Bintang heran.

Ia menaruhnya di laci meja belajar. Setelah itu ia mengajak Antariksa untuk menjenguk Ayahnya. "Antar, ikut nggak?" tanya Bintang melihat Antariksa sedang bermain tablet di kasurnya.

"Kemana? Beli mainan? Ayo." balas Antariksa berdiri dan memakai pakaiannya.

"Iya beli mainan, ayo."

<><><><>

"Kak, katanya beli mainan? Kok malah ke lumah sakit?" tanya Antariksa sambil turun dan menggandeng Bintang.

"Iya, disini ada jualan mainan. Lebih bagus, mahal, semuanya serba besi." balas Bintang sambil mencari ruang Gatama.

Sebelum masuk, dilihat dari kejauhan, Vera sedang berlari ke arah lain. Lalu masuk ke dalam ruangan yang masih bisa dj jangkau dari ruangan Gatama.

"Kak, itu Bunda ngapain?" tanya Antariksa ingin mengikuti Vera.

Bintang menahan. "Jangan, itu urusan Bunda. Biarin aja."

Antariksa mengangguk lalu masuk kedalam ruangan. "Mana mainannya? Yang pake besi?" sambung Antariksa.

Bintang yang baru saja duduk, berdiri kembali. "Ini, tiang infus, rak makanan, tempat tidur Ayah. Banyak kan? Bagus dan mahal."

Seketika Antariksa menoleh kearah Bintang, mengkerutkan alisnya membuat hati nya geram. Ia tidak memukul Bintang, ia bersembunyi di bawah tempat tidur Gatama.

"Jahat! Kak Bibin jahat!" ucap Antariksa sambil menangis.

"Eh botak! Jangan disitu, entar kepala kamu kena besi, lagi benjol!" balas Bintang menarik Antariksa. Antariksa mengelak, memegang besi yang ada di dekatnya agar tidak tertarik oleh Bintang.

"Aduh, Tak. Sini, entar kepala kamu kenapa kenapa."

"Nggak apa apa, kata Kak Bibin kan ini mainan, wle."

"Di bilangin, kepala batu."

"Bukan! Kepala besi!"

"Eh, kalo kamu diem disitu, Ayah marah lho, sini cepet. Ntar Kakak beliin mainan pas pulang."

Antariksa mengalah, lalu keluar secara merangkak. Bintang hanya tertawa. Ia menyuruh Antariksa untuk duduk, lalu mendekati Gatama.

"Pagi, Ayah." ucap Bintang kepada Gatama.

Bintang memegang tangan Gatama, berharap Gatama segera bangun. Tak berselang lama, Bintang menundukkan kepalanya seraya tidur di tangan Gatama.

Beberapa menit kemudian, Bintang tersadar dari tidur singkatnya karena ada yang memegang wajahnya. Sontak Bintang terkejut mencoba memanggil Ayahnya.

Dear, Bintang✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang